HUKUM PERIKATAN
Perikatan menurut A.PILTO perikatan adalah hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua
orang atau lebih, atasa dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak
lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Perikatan menurut Hofmann adalah
suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan
dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk
bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap
yang demikian itu.
menurut Subekti : Perikatan adalah suatu
hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Hukum perikatan adalah
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara para pihak yang menimbulkan
prestasi.
Istilah perikatan
dalam buku ketiga KUHAPer mengatur tentang verbintenisen reacht yang di
dalamnya tercakupm overeekomst menurut :
a.
Prof. Subekti
dan R Tjitrosodibio mengistilahkan perikatan dalam verbentenis dalam buku
KUHAper
b.
Utrect
mengistilahkan perhutangan unruk menerjemahkan verbintenis dalam bukunya
pengantar hukum Indonesia.
c.
Achmad Ichsan
mengistilahkan perjanjian dengan verbintenis.
Hukum romawi (Corpus Luris Civilis)=OBLIGATIO
KUHAperdata Indonesia= perikatan/verbintenis
Hubungan perikatan dengan h.perdata
Hukum perikatan merupakan
bagian dari hukum perdata dalam buku tiga BW
Sifat hukum perikatan
1) Sebagai
hukum pelengkap
Jika para pihak membuat ketentuan sendiri, maka
para pihak dapat mengesampingkan ketentuan dalam UU.
2)
Konsensuil
Dengan tercapainya kata sepakat di antara para pihak, maka perjanjian
tersebut telah mengikat.
3)
Obligatoir
Sebuah perjanjian hanya menimbulkan kewajiban
saja, tidak menimbulkan hak milik. Hak milik baru berpindah atau beralih
setelah dilakukannya penyerahan atau levering.
Hukum perikatan bersifat terbuka karena mempunyai dua sumber yaitu berasal dari
persetujuan dan dari undang-undang
Sumber Hukum Perikatan:
1) Perikatan yang Bersumber
dari Persetujuan/Perjanjian
Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi:“Persetujuan
adalah suatu perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.
2) Perikatan yang Bersumber
dari Undang-undang
Dibagi dalam dua golongan, yaitu:
1.Perikatan yang terjadi karena undang-undang
itu sendiri (lahir dari hubungan kekeluargaan).
Misalnya; suami istri berkewajiban mendidik
atau memelihara anak-anak mereka, anak wajib memberikan nafkah kepada orang tua
yang sudah tidak bekerja (UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), pemilik
pekarangan yang berdampingan menurut Pasal 625 KUHPerdata berlaku beberapa hak
dan kewajiban.
2.Perikatan yang terjadi karena perbuatan
manusia(perstujuan), yakni:
- Perbuatan yang diperbolehkanZaakwarneming (Pasal 1354
KUHPerdata)
2.
Perbuatan yang melanggar hukum atau melawan
hukum (Pasal 1365 KUHPerdata)
Asas Konsensualisme (pasal 1320 BW) yang
berisi tentang syarat sahnya suatu perjanjian :
1. Sepakat(yaitu
subjek terdiri dari pihak 1(kreditur) pihak 2(debitur)
2. Cakap(yaitu
subjek,dewasa menurut BW 21)
3. Suatu
hal tertentu(objek)
4. Suatu/causa
yang halal (objek)
Syarat Subjektif dapat di batalkan oleh
institusi yang berwenang (HAKIM),syarat objektif akibat hukumnya adalah batal demi
hukum.
Menurut KUHP/UU Perikatan ada 6 macam :
1.
Perikatan bersyarat (pasal 1253)Adalah
perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari yang masih
belum dan tidak tentu akan terjadi.
2.
Perikatan dengan ketetapan waktu / syarat waktu
(pasal 1268)Pelaksanaannya digantungkan sampai pada suatu waktu yang
ditangguhkan yang pasti akan tiba.
3.
Perikatan manasuka/Alternatif (pasal
1272)Debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi
(pilihan) yang disebutkan secara tegas dalam perikatan.
4.
Perikatan Tanggung Menanggung/ Renteng (pasal
1280)Kreditur/ debitur terdiri dari beberapa orang/ lebih dari satu.
5.
Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat
dibagi (pasal 1296)
Berdasarkan objek.
6.
Perikatan dengan ancaman hukumanPerikatan yang
ditentukan bahwa debitur kena sanksi hukuman apabila tidak menjalankan
kewajibannya.
Macam perikatan menurut Ilmu Pengetahuan Hukum
Perdata :
1.
Menurut isi dari prestasinya
Ø Perikatan yang
dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Ø Perikatan
alternatif.
2.
Menurut subjeknya
Ø Perikatan
tanggung menanggung
Ø Perikatan
dengan ancaman hukuman.
3.
Menurut saat berlakunya dan berakhirnya suatu
perikatan
Ø Perikatan
bersyarat
Ø Perikatan
dengan syarat/ketentuan waktu
Hapusnya Perikatan
Berdasarkan pasal 1381 KUH
Perdata, ada 10 cara penghapusan suatu perikatan :
a)
Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b)
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpangan atau penitipan;
c)
Pembaharuan utang;
d)
Perjumpaan utang atau kompensasi;
e)
Percampuran utang;
f)
Pembebasan utang
g)
Musnahnya barang yang terutang;
h)
Batal/pembatalan;
i)
Berlakunya suatu syarat batal;
j)
Lewat waktu;
1. Schuld tanpa Haftung
Hal ini dapat dijumpai dalam
perikatan alam (natuurlijke verbentenis). Dalam perikatan alam sekalipun
Debiror memiliki hutang (schuld) kepada Kreditor, namun jika Debitor
tidak melaksanakan prestasinya, Kreditor tidak dapat menuntu pemenuhannya.
Contohnya dapat ditemukan dalam hutang yang timbul karena perjudian.
Sebaliknya jika Debitor memenuhi prestasi, Debitor tidak dapat menuntut
pengembalian apa yang telah dibayarkan.
2. Schuld dengan Haftung
terbatas
Dalam hal ini Debitor tidak
bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya, akan tetapi terbatas sampai
dengan jumlah tertentu atau atas barang tertentu. Contoh: ahli waris yang
menerima warisan dengan hak pendaftaran berkewajiban untuk membayar schuld
daripada pewaris samapai schuld jumlah harta kekayaan pewaris yang diterima
oleh ahli waris tersebut.
3. Haftung dengan Schuld
pada pihak lain
Jika pihak III menyerahkan
barangnya untuk dipergunakan sebagai jaminan oleh Debitor kepada Kreditor maka
walupun dalam hal ini pihak III tidak memiliki hutang kepada Kreditor akan
tetapi pihak III tersebut bertanggung jawab atas hutang Debitor dengan barang
yang dipakai sebagia jaminan. Hal ini dapat dikatakan sebagi bourtogh
(pertanggungan). Contoh: A mengadakan perjanjian hutang piutang dengan B akan
tetapi C bersedia menjaminkan barang yang dimilikinya untuk pelunasan hutang
yang dimiliki oleh A terhadap B walaupun C tidak memiliki hutang terhadap B
PERJANJIAN
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu yang sifatnya abstrak
sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit. Dikatakan demikian
karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu perikatan sedangkan
perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun
didengar perkataan perkataannya yang berupa janji.
Asas
Perjanjian
Ada 7 jenis asas hukum perjanjian yang merupakan asas-asas
umum yang harus diperhatikan oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya.
a. Asas sistem terbukan hukum perjanjian
Hukum perjanjian yang diatur didalam buku III KUHP merupakan
hukum yang bersifat terbuka. Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang
termuat didalam buku III KUHP hanya merupakan hukum pelengkap yang bersifat
melengkapi.
b. Asas Konsensualitas
Asas ini memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap
perjanjian yang dibuat lahir sejak adanya konsensus atau kesepakatan dari para
pihak yang membuat perjanjian.
c. Asas Personalitas
Asas ini bisa diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang
berarti bahwa pada umumnya setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk
kepentingannya sendiri atau dengan kata lain tidak seorangpun dapat membuat
perjanjian untuk kepentingan pihak lain.
d. Asas Itikad baik
Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan
itikad baik. Perjanjian itikad baik mempunyai 2 arti yaitu :
1)
Perjanjian
yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
2)
Perjanjian
yang dibuat harus didasari oleh suasana batin yang memiliki itikad baik.
e. Asas Pacta Sunt Servada
Asas ini tercantum didalam Pasal 1338 ayat 1 KUHP yang isinya
“Semua Perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya.
Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya
hukum perjanjian, karena memiliki arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh
para pihak asal memnuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur
di dalam pasal 1320 KUHP sekalipun menyimpang dari ketentuan-ketentuan Hukum
Perjanjian dalam buku III KUHP tetap mengikat sebagai Undang-Undang bagi para
pihak yang membuat perjanjian.
f. Asas force majeur
Asas ini memberikan kebebasan bagi debitur dari segala
kewajibannya untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian
karena suatu sebab yang memaksa.
g. Asas Exeptio non Adiempletie
contractus
Asas ini merupakan suatu
pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi
akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan bahwa krediturpun telah
melakukan suatu kelalaian.
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
a. Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
- Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana
pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima
suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
- Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah
satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri.
b. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
- Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya
terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
- Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi
kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c. Perjanjian
konsensuil, formal dan riil.
- Perjanjian konsensuil ialah
perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian tersebut.
- Perjanjian formil ialah
perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara
tertulis.
- Perjanjian riil ialah suatu
perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d. Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
- Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah
mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII
KUHerdata ditambah titel VIIA.
- Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur
secara khusus.
- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung
berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
Syarat Sahnya
Perjanjian
a. Syarat Subjektif
- Keadaan
kesepakatan para pihak
- Adanya kecakapan
bagi para pihak
b. Syarat Objektif
- Adanya objek yang
jelas
- Adanya sebab yang dihalalkan oleh hukum
Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3.Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3.Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat
Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi) Ganti rugi sering diperinci
meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang di akibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang di akibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan
Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu
perikatan adalah sebagai berikut :
Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya
sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang
ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
1) Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti
dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif pasif, dimana
debiturnya diganti oleh debitur lain.
Perjumpaan utang
(kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara
hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang
masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi
apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang
antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa
diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan
perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata
Pembebasan utang
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan
utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan
itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara
lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan
kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag
dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu
tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat
piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan
utangnya.
Dengan pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika
pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat
perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat
dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan : (1) pembebasan utang yang
diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang, (2)
pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan
debitur utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung
utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah
tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa” Overmacht / at au force majeur, sehingga undang-undang perlu
mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut
Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang
demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar
salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok
pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan
untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan
dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan
menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
Kebatalan dan
pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi
dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Disebut batal demi
hukum karena
kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan
causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri
adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang
bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Syarat yang membatalkan
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi
perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi
mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat
ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut,
yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam
keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan
syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru
dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau
berhenti atau hapus. Tetapi
akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif. Dipenuhinya
syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku surut,
melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.
Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah
suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu
tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.
Dari ketentuan Pasal tersebut
diatas dapat diketehui ada dua macamlampau waktu, yaitu :
1.
(1).
Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut
”acquisitive prescription”;
2.
Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu
perikatan atau dibebaskan
Dari tuntutan, disebut ”extinctive
prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya
dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”.
Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa
lebih singkat dan praktis.
Perbuatan Melawan Hukum dalam bidang hukum perdata di
Indonesia diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgelijk
wetbook) yang isi lengkapnya adalah
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian
pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian
itu mengganti kerugian”
Secara pokok unsur-unsur dalam Perbuatan Melawan Hukum tersebut adalah :
1. Harus ada perbuatan;
2. Perbuatan itu harus melawan hukum;
3. Ada kerugian;
4. Ada hubungan sebab akibat antara
perbuatan melawan hukum dan ganti kerugian;
5. Ada kesalahan;
Dari unsur-unsur pokok perbuatan melawan hukum tersebut
diatas jika dicermati lebih mendalam tentunya masihmultitafsir karena belum
adanya batasan penjelas dari masing-masing unsur. Dalam kehidupan nyata atau
prakteknya seringkali terjadi pemahaman yang kurang padu dengan apa yang
dimaksud dalam masing-masing unsur. Berikut ini beberapa penjelasan lebih lanjut
dari masing-masing unsur tersebut.
1. Harus Ada Perbuatan
Perbuatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia secara singkat
merupakan sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau suatu tindakan atau suatu
kelakuan atau suatu tingkah laku. Perbuatan ini bisa positif atau negatif.
Perbuatan positif seringkali dimaknai sebagai tindakan atau tingkah laku yang
bermanfaat baik buat diri sendiri dan atau orang lain. Sedangkan di sisi lain,
perbuatan negatif adalah sebaliknya. Perbuatan negatif seringkali dipandang
mayoritas masyarakat sebagai tindakan yang hanya merugikan diri sendiri maupun
orang lain.
2. Perbuatan itu harus melawan hukum
Unsur ini bisa dikatakan sebagai jantung dari unsur-unsur
perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Melawan hukum dari perbuatan yang dilakukan tersebut pada mulanya hanyalah
dipahami sebagai perbuatan yang melanggar Undang-Undang dan hak orang lain.
Akan tetapi lama kelamaan hal itu bisa melawan hukum tertulis yang mana dalam
hal ini adalah Undang-Undang namun bisa juga melawan hukum yang tidak tertulis
di masyarakat tempat terjadinya perbuatan melawan hukum tersebut yaitu
kepatutan dan ketertiban.
3. Ada Kerugian
Kerugian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari
kata dasar rugi yang memiliki makna sebagai tidak mendapat faedah atau tidak
memperoleh sesuatu yang berguna dari awalnya mendapatkan hal yang berguna atau
sesuatu yang mudarat (kurang baik). Kategori lebih lanjut
tentang kerugian ini ada dua kerugian yaitu kerugian tentang benda dan kerugian
tentang nyawa. Kerugian tentang benda misalnya adalah rusaknya mobil karena
digores dengan pisau. Kerugian tentang nyawa dimaksudkan juga sebagai luka
tubuh ataupun hilangnya nyawa seseorang.
4. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum
dan ganti kerugian
Antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang
masing-masing berdiri sendiri dengan maknanya yang berbeda, hal ini lain jika
perbuatan melawan hukum dikaitkan dengan ganti kerugian yang memiliki
kausalitas satu sama lain. Pemahaman dari aspek ini adalah bahwa sebab
perbuatan melawan hukum seseorang yang menimbulkan kerugian memang berakibat
adanya keadaan yang harus diganti oleh pembuat kerugian tersebut.
5. Ada kesalahan
Secara logika nalar berpikir kita, kesalahan adalah keadaan
menyimpang dari yang seharusnya. Kesalahan dibagi menjadi kesalahan yang secara
sengaja dilakukan dan kesalahan yang karena lalai. Kesalahan yang secara
sengaja dilakukan bisa dipahami sebagai keadaan menyimpang dari yang seharusnya
dilakukan dengan melawan suatu hal yang sudah diketahui hal itu dilarang.
Misalnya mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan miliknya secara tegas
tidak diperbolehkan, namun orang yang membangun bangunan tersebut tetap
membangun diatas tanah yang bukan miliknya. Selain kesalahan yang dilakukan
secara sengaja, ada juga karena kesalahan tersebut dilakukan karena lalai.
Pengertian dari lalai ini bertolak belakang dengan sengaja, lalai merupakan
keadaan seseorang tidak tahu hal yang dilakukannya salah tapi mayoritas orang
menyepakati hal itu salah. Lalai juga bisa juga dimaknai sebagai kekurang
hati-hatian seseorang terhadap suatu keadaan.
Perbuatan melawan hukum yang sering juga disebut dengan Onrechtmatige
daad telah berkembang sedemikian rupa karena berkat Putusan Hoge Raad
di negeri belanda memberikan pengertian baru tentang onrechtmatige daad pada
tanggal 31 Januari 1919. Inti dari putusan tersebut adalah tentang Seorang yang
membujuk seorang buruh dari suatu perusahaan saingannya untuk memberikan
keterangan-keterangan perihal cara-cara kerja yang bersifat rahasia dalam
perusahaan tersebut. Hal itu dapat dianggap telah melakukan onrechtmatige
f daad. Jika perbuatan demikian itu, karena kesalahan si pembuat telah
menimbulkan kerugian, si pembuat ini akan dihukum mengganti kerugian. Putusan
Hoge Raad ini begitu pentingnya hingga sering dipersamakan dengan suatu
revolusi dalam dunia kehakiman. Banyak sekali perbuatan yang dulu tidak dapat
digugat di depan hakim, sekarang oleh hakim diartikan sebagai onrechtmatig: jika
dapat dibuktikan bahwa dari kesalahan si pembuat itu telah timbul kerugian pada
seorang lain, maka si pembuat itu akan dihukum untuk mengganti kerugian itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar