Translate

Minggu, 28 April 2013

Hukum Internasional


Hukum Internasional
Prof Dr. Mochtar Kusumaatmaja
Hukum Internasional (public) adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum internasional lainnya yang bukan bersifat perdata.
Prof. Dr. J.G. Starke 
Hukum Internasional  adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas asas-asas dan peraturan tingkah laku yang mengikat negara-negara sehingga ditaati dalam hubungan negara-negara tersebut
Hukum Internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan diantara subjek-subjek hukum internasional.
Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
  1. Hukum Perdata Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga negara di suatu negara dengan warga negara dari negara lain (hukum antar bangsa)
  2. Hukum Publik Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur negara yang satu dengan lainnya dalam hubungan internasional (Hukum Antarnegara)
Bentuk Perwujudan Hukum Internasional:
Hukum internasinal law dan konsep hukum dunia (World Law) yaitu:
·         Konsep hukum internasional law adalah suatu masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara berdaulat dan merdeka / suatu tertib hukum  yang koordinatif.(UNCLOUS 1982 HK. Kelautan)/Umum
·         Konsep hukum dunia didasarkan pada pemikiran analogi hukum tata negara/ suatu tertib hukum subordinatif
HI Perkembanagn lama menitik beratkan pada:
  -  Politik
  -  Agresi
  -   Masalah perbatasan negara
HI Paradigma modern yaitu
* Isu lingkungan sdh menjadi isu global
* Perlindungan HAM
*  Perekonimian internasinal
Perjanjian Westphalia 1648
Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya perjanjian perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.Perjanjian Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yang didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan), maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yaitu pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Asas hukum internasional
 -Asas teritorial Asas ini didasarkan pada kekusaan Negara atas wilayahnya
-Asas Kebangsaan Asas ini didasarkan kepada kekuasaan Negara untuk warga negaranya
-Asas kepentingan Umum  Asas ini didasarkan pada wewenang Negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat.
Subjek Hukum Internasional
Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dan semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional ataupun dan kebiasaan internasional 
Subjek hukum Internasional terdiri dari :
  1. Negara
  2. Individu
  3. Tahta Suci / vatican
  4. Palang Merah Internasional/ICRC
  5. Organisasi Internasional
  6. Billigerensi/Pemberontak
Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
  1. Sumber hukum materil, yaitu segala sesuatu yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara.
  2. Sumber hukum formal, yaitu sumber darimana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut pasal 38 Piagam mahkamah Internasional, sumber hukum formal terdiri dari :
·         Perjanjian Internasional, (traktat/Treaty)
·         Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum
·         Asas-asas umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab
·         Yurisprudency, yaitu keputusan hakim hukum internasional yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
·         Doktrin, yaitu pendapat para ahli hukum internasional.
Hubungan hukum internasional dan hukum nasional ada dua pandangan yakni;
1.      Voluntarisme yang mendasarkan berlakunnya hukum internasioanal pada kemauan negara.
2.      Objektivis yang menganggap HI lepas dari kemauan negara
Paham Dualisme,yang menjelaskan bahwa daya ikat hukum ineternasional bersumber pada kemauan negara.
Paham Monisme, bahwa hukum internasional merupakan kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Dan bisa menimbulakan persoalan hirarki.dalam paham ini dapat dibagi dua jenis yaitu:
·         Paham monisme dengan primat hukum internasional, bahwa dalam hubungan natar rezim Hukum internasional yang utama dalah rezim hukm internasional
·         Paham monism dengan primat hukum nasional,bahwa adanya rezim hukum internasioanl meruapakn kelanjuatan dari rzim nasional.
Pengertian pengakuan
Pengakuan adalah perbuatan bebas oleh suatu negara atau lebih negara untuk mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu yang dihuni suatu masyarakat manusia yang secara politis terorganisir, tidak terikat oleh negara yang telah lebih dulu ada serta mampu menjalankan kewajiban-kewajiban menurut huku internasional dan dengan ini negara yang memberi pengakuan menyatakan kehendak untuk memandang wilayah itu sebagai salah satu anggota masyarakat internasional.
Teori tentang pengakuan
Teori Konstitutif, adalah negara secara hukum baru ada jika telah mendapat pengakuan dari negara-negara lain. Selama pengakuan belum diberikan maka secara hukum negara belum lahir.
Teori Deklaratif, adalah teori yang menyatakan bahwa begitu lahir suatu negara langsung menjadi anggota masyarakat internasional, pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari pengakuan tersebut.
Macam-macam pengakuan
Pengakuan menurut bentuknya
PENGAKUAN DE JURE, adalah pengakuan yang diberikan oleh pemerintah suatu negara kepada negara lain karena menurut negara yang mengakui, negara yang diakui secara formal telah memenuhi syarat dalam hukum internasional untuk ikut serta dalam komunitas internasional. Pengakuan de jure biasanya diawali dengan pengakuan de facto dan sekali diberikan tidak dapat ditarik kembali.
PENGAKUAN DE FACTO, adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negar akepada negara lain karena menurut pendapat negara yang mengakui, negara yang diakui untuk sementara waktu dan atas dasar fakta  sudah memenuhi syarat sebagai negara.
Kriteria pengakuan negara :
1.      Keyakinan adanya stabilitas di negara baru tersebut
2.      Dukungan umum dari penduduk
3.      Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban internasional.
Pengakuan Tegas, adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain yang diberikan dengan pernyataan resmi, misal : dengan nota diplomatik, pesan pribadi kepala negara, deklarasi parlemen dan perjanjian internasional.
Pengakuan diam-diam, adalah pengakuan yang diberikan dengan penarikan kesimpulan dari hubungan tertentu antara negara yang mengakui dengan negara yang diakui.
Jenis jenis penyelesian secara damai:
1)      Pengadilan (adjusdicatory) melalui arbitrase internasional/ Mahkamah internasional.
2)      Diluar pengadilan (non-adjusdicatory) melalui negoisasi,jasa baik,penyesaian dibawah naungan organisasi PBB.
Hukum perjanjian Internasional merupakan bentuk kesepakatan dalam konferensi wina tahun 1969 dan lebih dikenal dengan nama “Viena Convention on the Law of Treaties” atau Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969. Konvensi Wina tentang perjanjian ini tidak hanya sekedar merumuskan kembali atau mengkodifikasikan hukum kebiasaan internasional dalam bidang perjanjian, melainkan juga merupakan pengembangan secara progresif hukum internasional tentang perjanjian. Namun demikian Konvensi Wina ini masih tetap mengakui eksistensi hukum kebiasaan internasional tentang perjanjian.
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu
Prof. Dr. Muchtar kusumaatmaja, SH. LLM
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu
 Perjanjian Internasional (UU No. 24/2000) : adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum public
unsur-unsur perjanjian internasional :
a)      Suatu persetujuan internasional
b)      Dibuat oleh negara negara 
c)      Dalam bentuk tertulis
d)      Didasarkan pada hukum internasional
e)      Dibuat dalam instrumen tunggal. Dua atau lebihMemiliki nama apapun
Hubungan Antara Hukum Nasional dan Hukum Internasional Dalam teori hukum internasional, telah berkembang dua pandangan tentang hukum internasional, yaitu:
1.      Paham Voluntarisme. Paham ini mendasarkan berlakunya hukum internasional da ada tidaknya hukum internasional ini pada kemauan negara (gemeinwille).
2.      Paham Objektivitas yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini lepas dari kemauan negara. (Mochtar Kusumaatmadja). Alasan yang diajukan oleh penganut aliran dualisme bagi pandangan tersebut di atas didasarkan pada alasan formal maupun alasan yang berdasarkan kenyataan.
Paham dualisme yaitu bahwa daya ikut hukum internasional bersumber pada kemauan negara (triple dan anzilotti).Pandangan dualisme tersebut menimbulkan akibat-akibat sebagai berikut:
1.      Kaidah-kaidah atau perangkat-perangkat hukum  yang satu tak mungkin bersumber atau berdasar pada kaidah yang lain. Jadi, tidak ada persoalan hirarchi antara kedua sistem hukum tersebut, karena kedua sistem hukum tersebut pada hakikatnya berlaian, tidak saling tergantung, dan yang satu terlepas dari yang lain.
2.      Tak mungkin ada pertentangan antara kedua sistem hukum tersebut. Yang mungkin hanya penunjukan (renvoi).
3.      Agar dapat berlaku dalam lingkungan hukum nasional, hukum internasional harus ditransformasikan ke dalam hukum nasional.
            Paham monoisme menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan yang saling terkait dari satu bentuk sistem hukum yang lebih besar. Menurut penganut teori monisme, semua hukum merupakan satu kesatuan tunggal yang Ada pihak yang menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum internasional. Paham ini dalam teori monisme disebut sebagai paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham lain beranggapan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham ini disebut dengan paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini dimungkinkan dalam teori monisme.
Monisme dengan primat hukum nasional, hukum internasional merupakan kepanjangan tangan atau lanjutan dari hukum nasional atau dapat dikatakan bahwa hukum internasional hanya sebagai hukum nasional untuk urusan luar negeri. Paham ini melihat bahwa kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum internasional bersumber dari hukum nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut:
  1. tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara;
  2. dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.
Monisme dengan primat hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional bersumber dari hukum internasional. Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
Pada kenyataannya kedua teori ini dipakai oleh negara-negara dalam menentukan keberlakuan dari hukum internasional di negara-negara. Indonesia sendiri menganut teori dualisme dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya.
Negara yang memberikan pengakuan karena alasan-alasan politik dapat menimbulkan, tidak saja akibatpolitik tetapi juga menimbulkan akibat hukum yaitu:
a. Akibat politik: Negara baru dapat mengadakan hubungan diplomatic dan;
b. Akibat hukum: 
1.      Pengakuan merupakan bukti terhadap keadaan yang sebenarnya (evidence of factual situation);
2.      Pengakuan menimbulkan akibat-akibat tertentu dalam mengembalikan tingkat hubungan diplomatic antar Negara yang mengakui dan diakui;
3.      Pengakuan memperkokoh status hukum Negara yang diakui dihadapan pengadilan Negara yang mengakui disamping alasan politis. Dalam prakteknya, Inggris member pengakuan apabila suatu Negara telah memenuhi syarat-syarat politis.

TEORI-TEORI PENGAKUAN
1. Teori Konstitutif 
            Menurut teori ini, pengakuan merupakan hal yang bersifat mutlak. Keberadaan suatu Negara harus melalui suatu pengakuan. Tanpa adanya pengakuan, maka suatu Negara tidak dapat dianggap sebagai suubjek hukum internasional. Akibatnya, Negara yang bersangkutan tidak dapat menjalin hubungan internasional dengan Negara lain.
2. Teori Deklaratif
            Menurut teori ini pengakuan merupakan suatu pernyataan, artinya, ada tidaknya suatu pengakuan bukan merupakan syarat penting. Secara hukum, tidak ada suatu ketentuan yang mengharuskan suatu Negara atau pemerintahan memperoleh pengakuan dari Negara lain
Cara pemberian pengakuan terhadap Negara lain ada 4 yaitu :
1)      Pengakuan yang tegas yaitu apabila suatu Negara mengakuia melalui pernyataan yang terang –terangan terhadap suatu pemerintahaan/Negara baru merdeka.
2)      Pengakuan secara diam –diam, yaitu apababila tidak ada suatu pernyataan formal oleh suatu Negara,tetapi dilakuan secara diam –diam dengan beberapa cara /ucapan selamat kepda Negara lain.
3)      Pengakuan defacto yaitu pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara kepada Negara lain tanpa ragu ragu
4)      Pengakuan dejure mengakui eksistensi pemerintahaan suatu Negara baru.
Penyelesaian sengketa internasionl Secara umum cara menyelesiakan sengketa internasional ada dua cara, yaitu melalui jalan damai dan melalui cara paksa ataupun kekerasan. Berikut uraiannya :

1. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai
Penyelesaian sengketa internasional secara damai merupakan hal yang harus diutamakan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi. Karena dengan penyelesaian secara damai tidak akan menimbulkan kekerasan ataupun korban jiwa bagi negara yang saling bersengketa. Beberapa cara penyelesaian sengketa internasional secara damai adalah sebagai berikut :

1)      Melalui pengadilan (adjudicatory)

a.       Arbitrase => dilaksanakan oleh arbitrator. Misalnya : dalam menyelesaikan sengketa wilayah.
b.      Pengadilan- pengadilan lain => Misalnya saja Pengadilan WTO yang berkaitan dengan perjanjian- perjanjian perdagangan dengan menggunakan konsultasi- konsultasi antarpihak, mediasi, dan konsiliasi. Contoh yang lain adalah Pengadilan yang didirikan atas dasar konvensi hukum laut 1982 yang menangani masalah- masalah yang timbul akibat hukum laut yang baru.
 2). Diluar pengadilan.
Cara diplomasi ada 5 macam, yaitu :
a.       Negosiasi
b.      Mediasi
c.       Jasa Baik (Good Office)
d.      Inquiry= Penyelesaian sengketa internasional dalam suatu komisi untuk mencari fakta. 
e.       Konsiliasi
2. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Paksa atau Kekerasan 
Penyelesaian sengketa internasional secara paksa atau kekerasan biasanya dilakukan setelah jalan damai tidak menemui kata sepakat. Beberapa cara dalam menyelesaiakan sengketa internasional secara paksa atau kekerasan adalah sebagai berikut. 

ü  Retorsi 
ü  Reprisal 
ü  Blokade
ü  Intervensi 
ü  Peran
Pengertian Perjanjian Internasional
Secara umum, Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara.
Perjanjian Internasional menurut para ahli:
a.  Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M
Perjanjian internasional sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.
b.   Konferensi Wina 1969
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu yang harus dipatuhi oleh setiap negara berdasarkan hukum internasional yang berlaku.
c.  Oppenheimer
Dalam bukunya yang berjudul International Law, Oppenheimes mendefinisikan perjanjian internasional sebagai “international treaties are states, creating legal rights and obligations between the parties” atau perjanjian internasional melibatkan negara-negara yang menciptakan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Syarat – syarat untuk membuat perjanjian Internasional:
1. Negara – negara yang tergabung dalam organisasi
2. Bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu
3. Kata sepakat untuk melakukan sesuatu
4. Bersedia menanggung akibat – akibat hukum yang terjadi.
 Macam – Macam Perjanjian Internasional
Ditinjau dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke dalam 4 (empat) segi, yaitu:
1. Perjanjian Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya
a.  Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb). 
     b.
 Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. 

2. Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukum yang dilahirkannya
 a.
 Treaty Contract. Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan saja.      
 b. Law Making Treaty. Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan perjanjian- perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula tidak ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut. 
Asas perjanjian internasional:
a. Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan bangsa
b. Bonafides, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik
c. Reciprositas, yaitu asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal
d. Egality Rights, yaitu asas yang menyatakan bahwa pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama
e. Rebus sic Stantibus,yaitu asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu
f. Pacta sunt Servada, yaitu asas yang menyatakan bahwasetiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati.
Tahap-tahap perjanjian internasional
             Dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan bahwa dalam pembuatan perjanjian, baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Perundingan (negotiation), merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek tertentu. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers
b.      Penandatanganan (signature), yaitu penandatanganan hasil perundingan yang dituangkan dalam naskah perundingan yang dilakukan wakil-wakil negara peserta yang hadir. Dalam perjanjian bilateral, penandatanganan dilakukan oleh kedua wakil negara yang telah melakukan perundingan sehingga penerimaan hasil perundingan secara bulat dan penuh, mutlak sangat diperlukan oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, dalam perjanjian multilateral penandatanganan naskah hasil perundingan dapat dilakukan jika disetujui 2/3 dan semua peserta yang hadir dalam perundingan, kecuali jika ditentukan lain.
c.       Pengesahan (ratification), di mana suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih hams dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan yang disebut ratifikasi. 
Perjanjian internasional dapat berakhir jika :
1)      Tujuannya sudah tercapai
2)      Jangka waktunya habis
3)      Hilang atau musnahnya salah satu pihak atau obyek
4)      Kesepakatan para pihak untuk mengakhiri perjanjian
5)      Para pihak membuat perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian yang lama
6)      Syarat-syarat terpenuhi
7)      Salah satu pihak mengakhiri dan disetujui oleh pihak lain
Penundaan perjanjian internasional :
a)      Pelanggaran salah satu pihak
b)      Keadaan memaksa (force majeur)
c)      Ketidakmungkinan berjalannya/pelaksanaannya (impossibility of performe)
d)      Perubahan keadaan yang sangan mendasar ( rebussic stantibus)
Tahap-tahap perjanjian internasional
             Dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan bahwa dalam pembuatan perjanjian, baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Perundingan (negotiation), merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek tertentu. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers
b.      Penandatanganan (signature), yaitu penandatanganan hasil perundingan yang dituangkan dalam naskah perundingan yang dilakukan wakil-wakil negara peserta yang hadir. Dalam perjanjian bilateral, penandatanganan dilakukan oleh kedua wakil negara yang telah melakukan perundingan sehingga penerimaan hasil perundingan secara bulat dan penuh, mutlak sangat diperlukan oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, dalam perjanjian multilateral penandatanganan naskah hasil perundingan dapat dilakukan jika disetujui 2/3 dan semua peserta yang hadir dalam perundingan, kecuali jika ditentukan lain.
c.       Pengesahan (ratification), di mana suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih hams dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan yang disebut ratifikasi. 
Perjanjian internasional dapat berakhir jika :
1)      Tujuannya sudah tercapai
2)      Jangka waktunya habis
3)      Hilang atau musnahnya salah satu pihak atau obyek
4)      Kesepakatan para pihak untuk mengakhiri perjanjian
5)      Para pihak membuat perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian yang lama
6)      Syarat-syarat terpenuhi
7)      Salah satu pihak mengakhiri dan disetujui oleh pihak lain
Penundaan perjanjian internasional :
a)      Pelanggaran salah satu pihak
b)      Keadaan memaksa (force majeur)
c)      Ketidakmungkinan berjalannya/pelaksanaannya (impossibility of performe)
d)      Perubahan keadaan yang sangan mendasar ( rebussic stantibus)
Tahapan perkembangan yang dilaksanakan dlam lingkup PBB ahli hukum internasional membaginya menjadi tiga kurun waktu (T.O.Elias) :
1.      1945 – 1960 di sebut tahap formatif di karenakan dalam tahap ini masing masing organisasi  PBB dalam tahap pembentukan pondasi/merancang program program
2.      1960 – 1969  terjadi perubahan besar dengan kelahiran sejumlah negara besar baru,dan seputar menentukan nasib sendiri dari bangsa – bangsa untuk melawan diskriminasi rasial
3.      1970an disebut sebagai dasawarsa pembangunan dan pertumbuhan ekonomo ,social masyarakat dunia ketiga .
Pada tahap awal ini PBB telah melakukan beberapa hal yaitu :
a.       Deklarasi HAM
b.      Dalam bidang hukum humaniter dengan adanya perjanjian internasional antara lain perlindungan atas hak – hak ekonomi dan social budaya  (ICESCR),konvesi mengenai perlindungan dari segala bnetuk diskriminasi rasial.
c.       Terjadi era globalisasi sebagai suatu kondisi saling ketergantungan tanpa perbedaan wkatu dan ruang dan di tandai dengan berakhirnya perang dingin
d.      Tumbuhnya pasar bebas mengandung pengertian bahwa dimana arus barang dan modal semakin kencang melewati batas – batas suatu Negara
Hukum yang mengatur perdagangan internasional lahir adan tumbuh dengan empat factor (lex mercatoria) :
1.      Lahirnya aturan yang timbul  dari kebiasan dalam berbagai pecan raya
2.      Lahirnya kebiasan – kebiasaan dari hukum laut
3.      Lahirnya kebiasaan – kebiasaan dari praktik penyelesaian sengketa peradagangan.
4.      Berperannya notaris
       Aturan bersama yang berupa persetujuan internasional yang diadakan 1947 dikenal dengan istilah General Agreements on Tarrifs and Trade (GATT) dengan sasaran untuk meningkatakan standar hidup ,menjamin lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuahn akebutuhan hidup. Dan GATT melbur menjadi WTO pada 1 januari 1995 .
Indonesia telah meratifikasi pembentukan WTO melalui UU No 7 1994 , Persetujuan yang ada pada WTO bertujuan untuk menciptakan system perdagangan dunia agar lebih bersaing secara terbuka .
       Hukum Pidana Internasional adalah hukum yang menentukan hukum pidana internasional yang akan diterpakan terhadap kejahatan yang nyata – nyata telah di lakukan bilamana terdapat unsur- unsur internasional di dalamnya (Rolling ,ahli hukum Belanda).
Dan dibentuklah Mahkamah pidan internasional di Đenhag (ICC) dan hanya menuntut dan mengadili individu yang beertangung jawab atas kejahatan berat.
Pasal 5 statuta Mahkama internasional yuridikasinya :
1.      Genosida
2.      Tindak pidana terhadap kemanusian
3.      Kejahatan perang
4.      Agresi
Prinsip- prinsip dasar mukadimah mahkmah pidana internasional:
a.       Prinsip komplementer
b.      Prinsip pẻnerimaan
c.       Prinsip Ôtmatis
d.      Prinsip Ration Tempori (Negara yang sebelumnya sudah merarifikasi)
e.       Prinsip Nullum Crimen Sine Lege
f.       Prinsip Nebis idem
g.       Prinsip Yuridiksi Territoriale
h.      Tanggung jawab pidana secara individual
i.        Prinsip praduag tak bersalah
j.        Veto DK PBB.
Posisi Indonesia terhadap pembentukan mahkamah inetransioanal ini dimana kita belum merasa perlu untuk meratifikasi statute roma karena masih membutuhkan waktu yang lama untuk mengkaji secara seksama dan harus sesuia dengan kepentingan nasioanal dan Negara kita masih memiliki UU HAM dan memiliki Pengadilan HAM sendiri serta memiliki KOMNAS HAM.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar