Hukum
Internasional
Prof Dr. Mochtar Kusumaatmaja
Hukum Internasional (public) adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara
negara dengan negara, negara dengan subjek hukum internasional lainnya yang
bukan bersifat perdata.
Prof. Dr. J.G.
Starke
Hukum
Internasional adalah sekumpulan hukum yang
sebagian besar terdiri atas asas-asas dan peraturan tingkah laku yang mengikat
negara-negara sehingga ditaati dalam hubungan negara-negara tersebut
Hukum Internasional
bertujuan untuk mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan
diantara subjek-subjek hukum internasional.
Hukum internasional
terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
- Hukum Perdata Internasional,
adalah hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga
negara di suatu negara dengan warga negara dari negara lain (hukum antar
bangsa)
- Hukum Publik Internasional,
adalah hukum internasional yang mengatur negara yang satu dengan lainnya
dalam hubungan internasional (Hukum Antarnegara)
Bentuk
Perwujudan Hukum Internasional:
Hukum
internasinal law dan konsep hukum dunia (World Law) yaitu:
·
Konsep hukum internasional law adalah suatu masyarakat
internasional yang terdiri atas sejumlah negara berdaulat dan merdeka / suatu
tertib hukum yang koordinatif.(UNCLOUS
1982 HK. Kelautan)/Umum
·
Konsep hukum dunia didasarkan pada pemikiran analogi hukum tata
negara/ suatu tertib hukum subordinatif
HI
Perkembanagn lama menitik beratkan pada:
- Politik
- Agresi
- Masalah perbatasan negara
HI
Paradigma modern yaitu
* Isu lingkungan sdh menjadi isu global
* Perlindungan HAM
* Perekonimian internasinal
Perjanjian
Westphalia 1648
Sebagai titik saat lahirnya
negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya
perjanjian perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh
Tahun di Eropa.Perjanjian Westphalia
meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai
bentuknya yang didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan
atas kerajaan-kerajaan), maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya
yaitu pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Asas hukum
internasional
-Asas teritorial Asas ini didasarkan pada kekusaan Negara atas wilayahnya
-Asas Kebangsaan Asas ini didasarkan kepada
kekuasaan Negara untuk warga negaranya
-Asas kepentingan Umum Asas ini didasarkan pada wewenang Negara untuk melindungi
dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat.
Subjek Hukum
Internasional
Subjek Hukum Internasional adalah
semua pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur
oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dan semua
ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian
internasional ataupun dan kebiasaan internasional
Subjek hukum
Internasional terdiri dari :
- Negara
- Individu
- Tahta Suci / vatican
- Palang Merah Internasional/ICRC
- Organisasi Internasional
- Billigerensi/Pemberontak
Sumber Hukum
Internasional
Sumber hukum dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
- Sumber hukum materil, yaitu
segala sesuatu yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara.
- Sumber hukum formal, yaitu
sumber darimana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum
internasional.
Menurut pasal 38 Piagam mahkamah
Internasional, sumber hukum formal terdiri dari :
·
Perjanjian Internasional, (traktat/Treaty)
·
Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek
umum dan diterima sebagai hukum
·
Asas-asas umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab
·
Yurisprudency, yaitu keputusan hakim hukum internasional yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap
·
Doktrin, yaitu pendapat para ahli hukum internasional.
Hubungan hukum
internasional dan hukum nasional ada dua pandangan yakni;
1.
Voluntarisme yang mendasarkan berlakunnya hukum internasioanal
pada kemauan negara.
2.
Objektivis yang menganggap HI lepas dari kemauan negara
Paham Dualisme,yang menjelaskan bahwa
daya ikat hukum ineternasional bersumber pada kemauan negara.
Paham Monisme, bahwa hukum
internasional merupakan kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup
manusia. Dan bisa menimbulakan persoalan hirarki.dalam paham ini dapat dibagi
dua jenis yaitu:
·
Paham monisme dengan primat hukum internasional, bahwa dalam
hubungan natar rezim Hukum internasional yang utama dalah rezim hukm
internasional
·
Paham monism dengan primat hukum nasional,bahwa adanya rezim
hukum internasioanl meruapakn kelanjuatan dari rzim nasional.
Pengertian
pengakuan
Pengakuan adalah perbuatan bebas oleh suatu negara
atau lebih negara untuk mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu yang dihuni
suatu masyarakat manusia yang secara politis terorganisir, tidak terikat oleh
negara yang telah lebih dulu ada serta mampu menjalankan kewajiban-kewajiban
menurut huku internasional dan dengan ini negara yang memberi pengakuan
menyatakan kehendak untuk memandang wilayah itu sebagai salah satu anggota
masyarakat internasional.
Teori
tentang pengakuan
Teori
Konstitutif, adalah negara secara hukum baru ada
jika telah mendapat pengakuan dari negara-negara lain. Selama pengakuan belum
diberikan maka secara hukum negara belum lahir.
Teori
Deklaratif, adalah teori yang menyatakan bahwa
begitu lahir suatu negara langsung menjadi anggota masyarakat internasional,
pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari pengakuan tersebut.
Macam-macam
pengakuan
Pengakuan
menurut bentuknya
PENGAKUAN
DE JURE, adalah pengakuan yang diberikan oleh pemerintah
suatu negara kepada negara lain karena menurut negara yang mengakui, negara
yang diakui secara formal telah memenuhi syarat dalam hukum internasional untuk
ikut serta dalam komunitas internasional. Pengakuan de jure biasanya diawali
dengan pengakuan de facto dan sekali diberikan tidak dapat ditarik kembali.
PENGAKUAN
DE FACTO, adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negar
akepada negara lain karena menurut pendapat negara yang mengakui, negara yang
diakui untuk sementara waktu dan atas dasar fakta sudah memenuhi syarat sebagai negara.
Kriteria pengakuan negara :
1.
Keyakinan adanya stabilitas di negara baru tersebut
2.
Dukungan umum dari penduduk
3.
Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban internasional.
Pengakuan
Tegas, adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negara
kepada negara lain yang diberikan dengan pernyataan resmi, misal : dengan nota
diplomatik, pesan pribadi kepala negara, deklarasi parlemen dan perjanjian
internasional.
Pengakuan
diam-diam, adalah pengakuan yang diberikan dengan penarikan
kesimpulan dari hubungan tertentu antara negara yang mengakui dengan negara
yang diakui.
Jenis jenis penyelesian secara damai:
1) Pengadilan
(adjusdicatory) melalui arbitrase internasional/ Mahkamah internasional.
2) Diluar
pengadilan (non-adjusdicatory) melalui negoisasi,jasa baik,penyesaian dibawah
naungan organisasi PBB.
Hukum perjanjian Internasional
merupakan bentuk kesepakatan dalam konferensi wina tahun 1969 dan lebih dikenal
dengan nama “Viena Convention on the Law of Treaties” atau Konvensi Wina
tentang Hukum Perjanjian tahun 1969. Konvensi Wina tentang perjanjian ini tidak
hanya sekedar merumuskan kembali atau mengkodifikasikan hukum kebiasaan
internasional dalam bidang perjanjian, melainkan juga merupakan pengembangan
secara progresif hukum internasional tentang perjanjian. Namun demikian
Konvensi Wina ini masih tetap mengakui eksistensi hukum kebiasaan internasional
tentang perjanjian.
Perjanjian Internasional
adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan
untuk menimbulkan akibat hukum tertentu
Prof. Dr. Muchtar kusumaatmaja, SH. LLM
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antar
bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu
Perjanjian
Internasional (UU No. 24/2000) : adalah
perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional
yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum
public
unsur-unsur perjanjian internasional :
unsur-unsur perjanjian internasional :
a)
Suatu persetujuan
internasional
b)
Dibuat oleh
negara negara
c)
Dalam bentuk
tertulis
d)
Didasarkan
pada hukum internasional
e)
Dibuat dalam
instrumen tunggal. Dua atau lebihMemiliki nama apapun
Hubungan
Antara Hukum Nasional dan Hukum Internasional Dalam teori hukum internasional,
telah berkembang dua pandangan tentang hukum internasional, yaitu:
1.
Paham
Voluntarisme. Paham ini mendasarkan berlakunya hukum internasional da ada
tidaknya hukum internasional ini pada kemauan negara (gemeinwille).
2.
Paham
Objektivitas yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini lepas
dari kemauan negara. (Mochtar Kusumaatmadja). Alasan yang diajukan oleh
penganut aliran dualisme bagi pandangan tersebut di atas didasarkan pada alasan
formal maupun alasan yang berdasarkan kenyataan.
Paham dualisme yaitu
bahwa daya ikut hukum internasional bersumber pada kemauan negara (triple dan
anzilotti).Pandangan dualisme tersebut menimbulkan akibat-akibat
sebagai berikut:
1.
Kaidah-kaidah atau perangkat-perangkat
hukum yang satu tak mungkin bersumber atau berdasar pada kaidah yang
lain. Jadi, tidak ada persoalan hirarchi antara kedua sistem hukum tersebut,
karena kedua sistem hukum tersebut pada hakikatnya berlaian, tidak saling
tergantung, dan yang satu terlepas dari yang lain.
2.
Tak mungkin ada pertentangan antara kedua sistem hukum
tersebut. Yang mungkin hanya penunjukan (renvoi).
3.
Agar dapat berlaku dalam lingkungan hukum nasional,
hukum internasional harus ditransformasikan ke dalam hukum nasional.
Paham monoisme menyatakan bahwa
hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan yang saling
terkait dari satu bentuk sistem hukum yang lebih besar. Menurut penganut teori monisme,
semua hukum merupakan satu kesatuan tunggal yang Ada pihak yang
menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum internasional. Paham ini dalam
teori monisme disebut sebagai paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham
lain beranggapan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham
ini disebut dengan paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini
dimungkinkan dalam teori monisme.
Monisme dengan primat
hukum nasional, hukum internasional merupakan kepanjangan tangan atau lanjutan
dari hukum nasional atau dapat dikatakan bahwa hukum internasional hanya
sebagai hukum nasional untuk urusan luar negeri. Paham ini melihat bahwa
kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum internasional
bersumber dari hukum nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut:
- tidak adanya suatu
organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara;
- dasar hukum internasional
dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk
mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang
diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.
Monisme dengan primat
hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional bersumber dari
hukum internasional. Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum
internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada
pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
Pada kenyataannya
kedua teori ini dipakai oleh negara-negara dalam menentukan keberlakuan dari
hukum internasional di negara-negara. Indonesia sendiri menganut teori dualisme
dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya.
Negara yang
memberikan pengakuan karena alasan-alasan politik dapat menimbulkan, tidak saja
akibatpolitik tetapi juga menimbulkan akibat hukum yaitu:
a. Akibat politik:
Negara baru dapat mengadakan hubungan diplomatic dan;
b. Akibat
hukum:
1.
Pengakuan
merupakan bukti terhadap keadaan yang sebenarnya (evidence of factual
situation);
2.
Pengakuan
menimbulkan akibat-akibat tertentu dalam mengembalikan tingkat hubungan
diplomatic antar Negara yang mengakui dan diakui;
3. Pengakuan memperkokoh status
hukum Negara yang diakui dihadapan pengadilan Negara yang mengakui disamping
alasan politis. Dalam prakteknya, Inggris member pengakuan apabila suatu
Negara telah memenuhi syarat-syarat politis.
TEORI-TEORI PENGAKUAN
1. Teori
Konstitutif
Menurut teori ini, pengakuan
merupakan hal yang bersifat mutlak. Keberadaan suatu Negara harus melalui suatu
pengakuan. Tanpa adanya pengakuan, maka suatu Negara tidak dapat dianggap
sebagai suubjek hukum internasional. Akibatnya, Negara yang bersangkutan tidak
dapat menjalin hubungan internasional dengan Negara lain.
2. Teori Deklaratif
Menurut teori ini pengakuan
merupakan suatu pernyataan, artinya, ada tidaknya suatu pengakuan bukan
merupakan syarat penting. Secara hukum, tidak ada suatu ketentuan yang
mengharuskan suatu Negara atau pemerintahan memperoleh pengakuan dari Negara
lain
Cara pemberian
pengakuan terhadap Negara lain ada 4 yaitu :
1)
Pengakuan
yang tegas yaitu apabila suatu Negara mengakuia melalui pernyataan yang terang
–terangan terhadap suatu pemerintahaan/Negara baru merdeka.
2)
Pengakuan
secara diam –diam, yaitu apababila tidak ada suatu pernyataan formal oleh suatu
Negara,tetapi dilakuan secara diam –diam dengan beberapa cara /ucapan selamat
kepda Negara lain.
3)
Pengakuan
defacto yaitu pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara kepada Negara lain
tanpa ragu ragu
4) Pengakuan
dejure mengakui eksistensi pemerintahaan suatu Negara baru.
Penyelesaian
sengketa internasionl Secara
umum cara menyelesiakan sengketa internasional ada dua cara, yaitu melalui
jalan damai dan melalui cara paksa ataupun kekerasan. Berikut uraiannya :
1. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai
Penyelesaian sengketa internasional secara damai
merupakan hal yang harus diutamakan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi.
Karena dengan penyelesaian secara damai tidak akan menimbulkan kekerasan
ataupun korban jiwa bagi negara yang saling bersengketa. Beberapa cara penyelesaian sengketa internasional secara damai
adalah sebagai berikut :
1)
Melalui pengadilan
(adjudicatory)
a.
Arbitrase =>
dilaksanakan oleh arbitrator. Misalnya : dalam menyelesaikan sengketa wilayah.
b.
Pengadilan- pengadilan
lain => Misalnya saja Pengadilan WTO yang berkaitan dengan perjanjian-
perjanjian perdagangan dengan menggunakan konsultasi- konsultasi antarpihak,
mediasi, dan konsiliasi. Contoh yang lain adalah Pengadilan yang didirikan atas
dasar konvensi hukum laut 1982 yang menangani masalah- masalah yang timbul
akibat hukum laut yang baru.
2).
Diluar pengadilan.
Cara diplomasi ada 5 macam, yaitu :
a.
Negosiasi
b.
Mediasi
c.
Jasa Baik (Good Office)
d.
Inquiry= Penyelesaian
sengketa internasional dalam suatu komisi untuk mencari fakta.
e.
Konsiliasi
2. Penyelesaian Sengketa
Internasional Secara Paksa atau Kekerasan
Penyelesaian sengketa
internasional secara paksa atau kekerasan biasanya dilakukan setelah jalan
damai tidak menemui kata sepakat. Beberapa cara dalam menyelesaiakan sengketa
internasional secara paksa atau kekerasan adalah sebagai berikut.
ü
Retorsi
ü
Reprisal
ü
Blokade
ü Intervensi
ü
Peran
Pengertian
Perjanjian Internasional
Secara
umum, Perjanjian
Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat
oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian
multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara.
Perjanjian Internasional menurut para ahli:
a. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M
Perjanjian internasional sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.
Perjanjian internasional sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.
b. Konferensi Wina 1969
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu yang harus dipatuhi oleh setiap negara berdasarkan hukum internasional yang berlaku.
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu yang harus dipatuhi oleh setiap negara berdasarkan hukum internasional yang berlaku.
c. Oppenheimer
Dalam bukunya yang berjudul International Law, Oppenheimes mendefinisikan perjanjian internasional sebagai “international treaties are states, creating legal rights and obligations between the parties” atau perjanjian internasional melibatkan negara-negara yang menciptakan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Dalam bukunya yang berjudul International Law, Oppenheimes mendefinisikan perjanjian internasional sebagai “international treaties are states, creating legal rights and obligations between the parties” atau perjanjian internasional melibatkan negara-negara yang menciptakan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Syarat – syarat untuk membuat perjanjian Internasional:
1.
Negara – negara yang tergabung dalam organisasi
2. Bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu
3. Kata sepakat untuk melakukan sesuatu
4. Bersedia menanggung akibat – akibat hukum yang terjadi.
Macam – Macam Perjanjian Internasional
Ditinjau dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat
digolongkan ke dalam 4 (empat) segi, yaitu:
1. Perjanjian Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya
a. Perjanjian
Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta
atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum
internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb).
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional.
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional.
2. Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukum yang
dilahirkannya
a. Treaty Contract. Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan saja.
a. Treaty Contract. Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan saja.
b. Law Making Treaty. Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan
perjanjian- perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang
dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula
tidak ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut.
Asas perjanjian internasional:
a. Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan bangsa
b. Bonafides, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik
c. Reciprositas, yaitu asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal
d. Egality Rights, yaitu asas yang menyatakan bahwa pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama
e. Rebus sic Stantibus,yaitu asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu
f. Pacta sunt Servada, yaitu asas yang menyatakan bahwasetiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati.
a. Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan bangsa
b. Bonafides, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik
c. Reciprositas, yaitu asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal
d. Egality Rights, yaitu asas yang menyatakan bahwa pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama
e. Rebus sic Stantibus,yaitu asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu
f. Pacta sunt Servada, yaitu asas yang menyatakan bahwasetiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati.
Tahap-tahap
perjanjian internasional
Dalam Konvensi Wina tahun 1969
tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan bahwa dalam pembuatan
perjanjian, baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Perundingan
(negotiation), merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang
objek tertentu. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh
pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers
b. Penandatanganan
(signature), yaitu penandatanganan hasil perundingan yang dituangkan dalam
naskah perundingan yang dilakukan wakil-wakil negara peserta yang hadir. Dalam
perjanjian bilateral, penandatanganan dilakukan oleh kedua wakil negara yang
telah melakukan perundingan sehingga penerimaan hasil perundingan secara bulat
dan penuh, mutlak sangat diperlukan oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, dalam
perjanjian multilateral penandatanganan naskah hasil perundingan dapat
dilakukan jika disetujui 2/3 dan semua peserta yang hadir dalam perundingan,
kecuali jika ditentukan lain.
c. Pengesahan
(ratification), di mana suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian
dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya.
Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih hams
dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan yang disebut ratifikasi.
Perjanjian internasional dapat
berakhir jika :
1) Tujuannya
sudah tercapai
2) Jangka
waktunya habis
3) Hilang
atau musnahnya salah satu pihak atau obyek
4) Kesepakatan
para pihak untuk mengakhiri perjanjian
5) Para
pihak membuat perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian yang lama
6) Syarat-syarat
terpenuhi
7)
Salah satu
pihak mengakhiri dan disetujui oleh pihak lain
Penundaan
perjanjian internasional :
a)
Pelanggaran
salah satu pihak
b)
Keadaan memaksa
(force majeur)
c) Ketidakmungkinan
berjalannya/pelaksanaannya (impossibility of performe)
d) Perubahan
keadaan yang sangan mendasar ( rebussic stantibus)
Tahap-tahap
perjanjian internasional
Dalam Konvensi Wina tahun 1969
tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan bahwa dalam pembuatan
perjanjian, baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Perundingan
(negotiation), merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang
objek tertentu. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh
pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers
b. Penandatanganan
(signature), yaitu penandatanganan hasil perundingan yang dituangkan dalam
naskah perundingan yang dilakukan wakil-wakil negara peserta yang hadir. Dalam
perjanjian bilateral, penandatanganan dilakukan oleh kedua wakil negara yang
telah melakukan perundingan sehingga penerimaan hasil perundingan secara bulat
dan penuh, mutlak sangat diperlukan oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, dalam
perjanjian multilateral penandatanganan naskah hasil perundingan dapat
dilakukan jika disetujui 2/3 dan semua peserta yang hadir dalam perundingan,
kecuali jika ditentukan lain.
c. Pengesahan
(ratification), di mana suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian
dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya.
Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih hams
dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan yang disebut ratifikasi.
Perjanjian internasional dapat
berakhir jika :
1) Tujuannya
sudah tercapai
2) Jangka
waktunya habis
3) Hilang
atau musnahnya salah satu pihak atau obyek
4) Kesepakatan
para pihak untuk mengakhiri perjanjian
5) Para
pihak membuat perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian yang lama
6) Syarat-syarat
terpenuhi
7)
Salah satu
pihak mengakhiri dan disetujui oleh pihak lain
Penundaan
perjanjian internasional :
a)
Pelanggaran
salah satu pihak
b)
Keadaan memaksa
(force majeur)
c) Ketidakmungkinan
berjalannya/pelaksanaannya (impossibility of performe)
d) Perubahan
keadaan yang sangan mendasar ( rebussic stantibus)
Tahapan perkembangan yang dilaksanakan dlam lingkup PBB ahli
hukum internasional membaginya menjadi tiga kurun waktu (T.O.Elias) :
1.
1945 – 1960 di sebut tahap formatif
di karenakan dalam tahap ini masing masing organisasi PBB dalam tahap pembentukan pondasi/merancang
program program
2.
1960 – 1969 terjadi perubahan besar dengan kelahiran
sejumlah negara besar baru,dan seputar menentukan nasib sendiri dari bangsa –
bangsa untuk melawan diskriminasi rasial
3.
1970an disebut sebagai dasawarsa
pembangunan dan pertumbuhan ekonomo ,social masyarakat dunia ketiga .
Pada tahap awal ini PBB telah
melakukan beberapa hal yaitu :
a.
Deklarasi HAM
b.
Dalam bidang hukum humaniter dengan
adanya perjanjian internasional antara lain perlindungan atas hak – hak ekonomi
dan social budaya (ICESCR),konvesi
mengenai perlindungan dari segala bnetuk diskriminasi rasial.
c.
Terjadi era globalisasi sebagai
suatu kondisi saling ketergantungan tanpa perbedaan wkatu dan ruang dan di
tandai dengan berakhirnya perang dingin
d.
Tumbuhnya pasar bebas mengandung
pengertian bahwa dimana arus barang dan modal semakin kencang melewati batas –
batas suatu Negara
Hukum yang mengatur perdagangan
internasional lahir adan tumbuh dengan empat factor (lex mercatoria) :
1.
Lahirnya aturan yang timbul dari kebiasan dalam berbagai pecan raya
2.
Lahirnya kebiasan – kebiasaan dari
hukum laut
3.
Lahirnya kebiasaan – kebiasaan dari
praktik penyelesaian sengketa peradagangan.
4.
Berperannya notaris
Aturan bersama yang berupa persetujuan
internasional yang diadakan 1947 dikenal dengan istilah General Agreements on
Tarrifs and Trade (GATT) dengan sasaran untuk meningkatakan standar hidup
,menjamin lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuahn akebutuhan
hidup. Dan GATT melbur menjadi WTO pada 1 januari 1995 .
Indonesia
telah meratifikasi pembentukan WTO melalui UU No 7 1994 , Persetujuan yang ada
pada WTO bertujuan untuk menciptakan system perdagangan dunia agar lebih
bersaing secara terbuka .
Hukum
Pidana Internasional adalah hukum yang menentukan hukum
pidana internasional yang akan diterpakan terhadap kejahatan yang nyata – nyata
telah di lakukan bilamana terdapat unsur- unsur internasional di dalamnya
(Rolling ,ahli hukum Belanda).
Dan
dibentuklah Mahkamah pidan internasional di Đenhag (ICC) dan hanya menuntut dan
mengadili individu yang beertangung jawab atas kejahatan berat.
Pasal
5 statuta Mahkama internasional yuridikasinya :
1.
Genosida
2. Tindak
pidana terhadap kemanusian
3. Kejahatan
perang
4.
Agresi
Prinsip-
prinsip dasar mukadimah mahkmah pidana internasional:
a.
Prinsip komplementer
b. Prinsip
pẻnerimaan
c. Prinsip
Ôtmatis
d. Prinsip
Ration Tempori (Negara yang sebelumnya sudah merarifikasi)
e. Prinsip
Nullum Crimen Sine Lege
f. Prinsip
Nebis idem
g. Prinsip
Yuridiksi Territoriale
h. Tanggung
jawab pidana secara individual
i.
Prinsip praduag tak bersalah
j.
Veto DK PBB.
Posisi
Indonesia terhadap pembentukan mahkamah inetransioanal ini dimana kita belum
merasa perlu untuk meratifikasi statute roma karena masih membutuhkan waktu
yang lama untuk mengkaji secara seksama dan harus sesuia dengan kepentingan
nasioanal dan Negara kita masih memiliki UU HAM dan memiliki Pengadilan HAM
sendiri serta memiliki KOMNAS HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar