Translate

Jumat, 26 April 2013

Hukum Acara Pidana


Pengertian Hukum Acara Pidana
Undang-undang tidak memberikan pengertian resmi mengenai hukum acara pidana, yang ada adalah berbagi pengertian mengenai bagian-bgian tertentu dari hukum acara pidana, misalnya penyelidikan, Penyidikan, penangkapan dan lain sebagainya.
Prof. MULYATNO
menyebutkan bahwa HAP (Hukum Acara Pidana) adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan  yang menentukan dengan cara apa dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan pidana.
intinya bahwa Hukum Acara Pidana adalah Keseluruhan aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur penyelesaian perkara pidana meliputi proses  pelaporan dan pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, putusan dan pelaksanaan putusan pidana
Hukum Acara Pidana Indonesia
ada di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981
Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana
Ø  Fungsi Represif
yaitu Fungsi Hukum acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan hukum pidana. artinya jika ada perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan pidana maka perbuatan tersebut harus diproses agar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam hukum pidana dapat diterapkan.
Ø  Fungsi Preventif
yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat dilihat ketika sistem peradilan pidana dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian hukumnya, maka orang akan  berpikir kalau akan melakukan tindak pidana.
Tujuan hukum acara pidana dalam pedoman pelaksanaan KUHAP
“ Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
jika memperhatikan rumusan di atas maka tujuan hukum pidana dapat dikatakan bahwa tujuan hukum acara pidana meliputi tiga hal yaitu:
a.       mencari dan mendapatkan kebenaran
b.      melakukan penuntutan
c.       melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan
Siapa Yang berhak mencari dan menemukan kebenaran ?
menurut hukum acara pidana yang bertugas mencari dan menemukan kebenaran adalah pihak kepolisian dalam hal ini adalah penyelidik dan penyidik. kebenaran yang dimaksudkan adalah keseluruhan fakta-fakta yang terjadi yang ada hubungannya dengan perbuatan pidana yang terjadi.
Tujuan melakukan penuntutan adalah menjadi tugas dari kejaksaan yang dilakukan oleh JPU
penuntutan harus dilakukan secermat mungkin sehingga penuntutan itu merupakan penuntutan yang tepat dan benar. sebab kesalahan penuntutan akan berakibat fatal yaitu gagalnya penuntutan yang berakibat pelaku bebas.
Asas-asas dalam Hukum Acara Pidana
Asas-asas yang berlaku dalam Hukum acara Pidana ada yang bersifat umum dan bersifat Khusus. yang bersifat umum berlaku pada seluruh kegiatan peradilan sedangkan yang bersifat khusus berlaku hanya didalam persidangan saja.
Asas-asas Umum
berlaku pada seluruh kegiatan peradilan
Asas Kebenaran Materiil
bahwa pada pemeriksaan perkara pidana lebih mementingkan kepada penemuan kebenaran materiil, yakni kebenaran yang sungguh sungguh sesuai dengan kenyataan.
prinsip ini terlihat dalam proses persidangan, bahwa walaupun pelaku sudah mengakui kesalahannya namun belum cukup dijadikan alasan untuk menjatuhkan alasan. beda dengan di amerika.


Asas Peradilan Cepat, sederhana dan biaya murah.
peradilan cepat artinya. dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselenggarakann sesederhana mungkin dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Sederhana mengandung arti bahwa agar dalam penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan cara simple singkat dan tidak berbelit-belit.
Biaya murah berarti, penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian rupa agar terjangkau bagi pencari keadilan
hal ini ada didalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman pada pasal 4 ayat (2).
Asas Praduga Tak Bersalah (Presumtion of inocene)
            Asas praduga tak bersalah ini menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana harus dianggap belum bersalah sebelum adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. pada semua tingkatan berlaku hal yang sama, implementasinya dapat ditunjukan ketika tersangka dihdirkan disidang pengadilan dilakukan dengan tidak diborgol
prinsip ini dipatuhi karena telah tertuang dalam UU No. 4 tahun 2004 pasal 8 yang mengatkan “ setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan dituntut dn dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Asas lain yang sungguh berbeda dengan asas ini adalah asas praduga bersalah (Presumtion of Qualty) asas ini menjelaskan sebaliknya.
Asas Inquisitoir dan Accusatoir
            asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. asas ini menempatkan tersangka sebagai obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali. seperti Bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya.
asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka/tersangka yang diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemerinsaan dilakukan secara terbuka untuk umum. dimana setiap orang dapat menghadirinya.
Indonesia Memakai yang Mana ?
Di Indonesia memakai asas Inquisatoir yang diperlunak atau dapat pula dikatakan Campuran. karena terdakwa masih menjadi obyek pemeriksaan namun dapt dilakukan secara terbuka dan terdakwa dapat berargumen untuk membela diri sepanjang tidak melanggar undang-undang, dan prinsip ini ada pada asas accusatoir.  
Asas Legalitas dan asas oportunitas
            asas legalitas adalah asas yang menghendaki bahwa penuntut umum wajib menuntut semua perkara pidana yang terjadi tanpa memandang siapa dan bagaimana keadaan pelakunya.
asas oportunitas adalah memberi wewenang pada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut seorang pelaku dengan alasan kepentingan umum. inilah yang dianut Indonesia contohnya seseorang yang memiliki keahlian khusus, dan hanya dia satu-satunya di negara itu maka dengan alasan ini JPU boleh memilih untuk tidak menuntut.
Asas-asas Khusus
asas khusus ini hanya berlaku didalam persidangan saja. asas-asas yang dimaksud adalah:
Asas sidang terbuka untuk umum
maksud dari asas ini adalah bahwa dalam setiap persidangan harus dilakukan dengan terbuka untuk umum artinya siapa saja bisa menyaksikan, namun dalam hal ini ada pengecualianya yaitu dalam hal kasus-kasus kesusilaan dan kasus yang terdakwanya adalah ank dibawah umur. dalam hl ini dapat dilihat dalam pasal 153 (3 dan 4) KUHAP yang mengatakan “ untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dn menytakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara  mengenai kesusilaan tau terdakwanya nk-anak”.
berdasarkan rumusan pasal-pasal yang ada dalam KUHAP maka beberapa ahli hukum acara pidana yang ditemukan dalam berbagai literatur membagi tahapan itu menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu:
a.       Tahapan pemeriksaan Pendahuluan,
b.      Tahapan Penuntutan dan
c.       Tahapan pemeriksaan disidang pengadilan.
Menurut S Tanusubroto yang dimaksud dengan Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan penyidikan atau pemeriksaan sebelum dilakukan di muka persidangan pengadilan. Seperti halnya dengan yang disampaikan oleh Soedjono D. yaitu Pemeriksaan yang dilakukan apabila ada persangkaan, baik tertangkap tangan atau tidak, yang dilakukan sebelum pemeriksaan dimuka persidangan pengadilan.
Tentang Penyelidikan.
            Definisi dari Penyelidikan adalah ada di dalam ketentuan umum Pasal 1 butir 5 yang menjelaskan bahwa Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini (KUHAP).
pertanyaannya sekarang adalah siapa yang berwenang melakukan penyelidikan itu ?
jika memperhatikan pasal 4 KUHAP yang berwenang melakukan fungsi penyelidikan adalah “setiap Pejabat polisi negara Republik Indonesia”. dalam pasal ini ditegaskan hanya polisi yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan pejabt diluar kepolisian tidak diperkenankan oleh undang-undang begitu pula jaksa.
yang membedakan antara laporan dan pengaduan ?
Laporan dapat disampaikan oleh setiap orang dan merupakan kewajibannya, sementara pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang tertentu saja buka kewajibanny tapi merupakan hak.
dari segi obyeknya,
laporan obyeknya adalah setiap delik/tindak pidana yang terjadi tidak ada pengecualiannya, jadi hal ini berkenaan dengan delik biasa. sementara pengaduan, obyeknya terbatas pada delik-delik aduan saja.
Dari segi isinya,
 laporan berisi tentang pemberitahuan tanpa disertai permohonan, sedangkan pengaduan isinya pemberitahuan disertai dengan permohonan untuk segera melakukan tindakan hukum.
Dari segi Pencabutan,
 Laporan tidak dapat dicabut kembali  sementara pengaduan dapat dicabut kembali.
Apa yang dimaksud dengan Barang Bukti ?
barang bukti adalah barang yang digunakan untuk melakukan atau yang berkaitan dengan tindak pidana.


Alat bukti disebutkan dalam pasal 184 KUHAP yaitu:
a.       Keterangan saksi
b.      Keterangan ahli
c.       Surat
d.      Petunjuk
e.       keterangan terdakwa
perbedaan antara penyelidikan dan penyidikan
dilihat dari sudut pejabat yang melaksanakannya.
            penyelidikan pejabat yang melaksanakanya adalah yang terdiri dari pejabat POLRI saja, sedangkan Penyidikan, pejabat yang terdiri POLRI dan Pejabat Pegawai Negeri sipil (PPNS) tertentu.
dari segi penekanannya tugasnya
            Penyelidikan penekanannya pada “mencari dan menemukan sesuatu peristiwa” yang diduga sebagai tindakan pidana.
            sedangkan Penyidikan penekanannya pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang ditemukan menjadi terang,
dari segi pangkat pejabat polri,
            penyelidikan adalah mereka yang memiliki pangkat Letnan dua, sedangkan untuk Penyidik adalah Letnan satu keatas.
            Adapun kewenangan penyidik dalam melakukan penyidikan dapat ditemukan dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:
a.       menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang danya tindak pidana
b.      melakukan tindakan pertama pada saat ditempatkejadian TKP
c.       menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tnda pengenal diri tersangka;
d.      melakukan penangkapan,penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
e.       melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f.       mengmbil sidik jari dan memotretseseorang;
g.      mendatangkan orang ahli diperlakukan dalam hubungannya dengan pemeriksan perkara;
h.      mengadakan penghentian penyidikan
i.        mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.


Tujuan dan alasan penangkapan
tujuan penangkapan disebutkan dalam 16 KUHAP yakni untuk kepentingan penyelidikan atau untuk kepentingan penyidikan,
sementara itu alasan penangkapan ditentukan dalam pasal 17 KUHP yaitu: adanya dugaan keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
( bukti permulaan yang cukup minimal satu alat bukti dan satu barang bukti)
Syarat sahnya penangkapan
a.       dengan menunjukkan surat tugas penangkapan yang dikeluarkan oleh penyidik atau penyidik pembantu;
b.      dengan memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan serta tempat ia diperiksa;
c.       surat perintah penangkapan tersebut harus dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan didaerah hukumnya;
d.      dengan menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan itu kepada keluarga tersangka segera setelah penangkapan dilakukan
Tentang Penahanan
Alasan penahanan
Alasan penahanan dibagi dua yaitu alasan obyektif dan alasan subyektif
Alasan Obyektif
yaitu: karena undang-undang sendiri yang menentukan tindak pidana mana yang akan dikenakan penahanan; hal ini ditentukan dalam pasal 21 ayat 14 ayat (4) KUHAP yaitu:
l  perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
l  perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 335, 351 dan sebagainya.
Alasan Subyektif
yaitu: alasan yang muncul dari penilaian subyektif pejabat yang menitikberatkan pada keadaan dan keperluan penahanan itu sendiri. hal ini ditentukan dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu:
l  adanya dugaan keras bahwa tersangka terdakwa melakukan tindak pidana berdsarkan bukti permulaan yang cukup;
l  adanya keadaan yang menimbulkan kekawatiran bahwa tersangka dan terdakwa akan melarikan diri;
l  adanyakekawatiran tersangka atau terdakwa merusak dan atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Siapa yang berwenang melakukan penahanan ?
Pejabat yang berwenang melakukan penahanan adalah:
l  Penyidik
l  Penuntut umum
l  Hakim pengadilan negeri
l  Hakim pegadilan Tinggi
l  Hakim mahkamah Agung
Penagguhan Penahanan
penangguhan penahanan ini sifatnya permohonan, sehingga dikabulkan dan tidaknya sangat tergantung pada pejabat yang menahannya. penangguhan penahanan dalam undang=undang dapat dilakukan dengan jaminan maupun tidak dengan jaminan namun hampir disetiap praktek tidak pernah ada penangguhan yang tidak pakai jaminan.
KUHAP membagi jenis penahanan menjadi 3 yaitu:
a.       Penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan)
b.      Penahanan Rumah
c.       Penahanan Kota (pasal 22 ayat (1))
l  pada tahanan rumah tahanan negara  maka masa penahanan itu dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,
l  untuk tahanan kota pengurangan tersebut seperlima (1/5) dari jumlah lamanya waktu penahanan,
l  sedangkan dalam tahanan rumah dikurangkan sepertiga (1/3)


Tempat-tempat yang dikcualikan dan tidak diperkenankan untuk memasukinya adalah:
l  Ruang dimana sedang berlangsung sidang MPR dan DPR
l  tempat dimana sedang diadakan /berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;
l  ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Tentang Penyitaan
Penyitaan berbeda dengan penggeledahan walaupun sama-sama merupakan upaya paksa,
Jika penggeledahan tujuanya untuk kepentingan penyelidikan atau untuk kepentingan pemeriksaan penyidikan, sedangkan
penyitaan tujuanya untuk kepentingan pembuktian terutama ditujukan untuk barang bukti dimuka sidang.
penyitaan adalah tindakan hukum yang dilakukan pada tahap penyidikan. sesudah lewat tahap penyidikan tak dapat lagi dilakukan penyitaan untuk dan atas nama penyidik. karena pasal 38 menegaskan bahwa yang berwenang melakukan penyitaan adalah penyidik.
Bentuk-bentuk penyitaan dapat dibagi menjadi  3 yaitu:
a.       penyitaan biasa atau umum;
b.      penyitaan dalam keadaa perlu dan mendesak;
c.       penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan.
Penyitaan biasa
            penyitaan biasa adalh penyitaan yang menggunakan atau memlalui perosedur biasa yang merupakan aturan umum penyitaan.
adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk yang biasa atau umum dilakukan dengan cara:
a.       harus ada surat izin penyitaan dari pengadilan negeri;
b.      memperlihatkan atau menunjukkan tanda pengenal;
c.       memperlihatkan benda yang akan disita;
d.      penyitaan dan memperlihatkan benda sitaan harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dan dua orang saksi;
e.       membuat berita acara penyitaan
f.       membungkus benda sitaan.
Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak
cara ini sebagai pengecualian dari penyitaan biasa, pasal 38 ayt 2 memberikan pengecualian untuk memungkinkan melakukan penyitaan tanpa menggunakan prosedur baku ataudengan memperoleh surat izin dari PN, hal ini diperlukan untuk memberikan kelonggaran bagi penyidik untuk bertindak cepat sesuai dengan keadaan yang diperlukan.
dalam hal penyitaan tanpa menggunakan izin ini atau dengan kata lain penyitaan dalam keadaan perlu dan memaksa, ini hanya dilakukan terhadap benda bergerak dan untuk itu wajib segera dilaporkan kepada ketua pengadilan untuk mendapatkan persetujuan (pasal 38 ayat (2)).
Berkenaan dengan benda benda sitaan ini perlu juga memperhatikan ketentuan pasal 45 KUHAP sebagai berikut:
l  Dalam hal benda sitaan tediri dari benda yang mudah lekas rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan terlalu lama sampai adanya putusan pengadilan, sehingga dalam kondisi seperti ini sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat mengambil tindakan sebagi berikut:
l  apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebutdapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka dan kuasanya;
l  apabila perkara sudahditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat dijual oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan yang disaksikan terdakwa dan kuasanya.
l  hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti;
l  guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda;
l  benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan ini misalnya narkoba.
Copyright by Eyang Butak 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar