ETIKA PROFESI dalam
Struktur Kurikulum Pendidikan Tinggi pada Fakultas Hukum Universitas Wiralodra
Indramayu
Nomenklatur ETIKA PROFESI dalam Struktur Kurikulum Fakultas
Hukum Universitas Wiralodra Indramayu dengan nama ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB
PROFESI HUKUM.
Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum termasuk ke dalam
Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) yaitu kelompok bahan kajian dan
pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia menjadi Sarjana Hukum yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Diharapkan dengan MPK ini fakultas hukum UNWIR dapat
menjadikan Sarjana-sarjana Hukum UNWIR yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta memiliki etika & tanggung jawab pengabdian kpd masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia dalam profesinya masing-masing.
PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari kata Yunani Ethos yaitu adat kebiasaan,
adat istiadat, akhlak yang baik.
Dalam Kamus Bahasa Inggris ethos diartikan sebagai jiwa khas
suatu bangsa.
ETIKA adalah pola pikir
dan sikap perilaku yang dinyatakan secara tegas mana yang baik dan benar, mana
yang benar dan salah, mana yang kontribusi dan korupsi, mana yang sopan dan
tidak sopan, mana yang patut dan tidak patut.
ETIKA adalah bersumber
dari nilai-nilai ajaran agama yang bersifat universal, dan nilai-nilai yang
tercermin dari kepribadian dan budaya bangsa yang tercakup di dalam Pancasila.
Etika dipergunakan Aristoteles (384-322 BC) untuk menunjukkan
Filsafat Moral
Dengan demikian, Ethos yang artinya dorongan dari dalam jiwa atau
semangat untuk menjadi lebih baik atau sebaliknya. Ethos dari bahasa Yunani
artinya adat istiadat atau kebiasaan yang baik.
Etiket diartikan sebagai aturan (pakai), sopan santun,
tatakrama.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia etos diartikan sebagai pandangan
hidup yang khas suatu golongan sosial di dalam masyarakat.
Sedangkan Etika dalam Kamus Bahasa Indonesia (1988) dirumuskan
dengan 3 arti, yaitu
1.
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
2.
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3.
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
Menurut Bertens tiga
arti Etika tersedut di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam hidup
manusia orang Jawa, Etika agama Budha.
2.
Etika dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai moral.
3.
Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti Etika
di sini sama dengan filsafat moral.
Dihubungkan dengan
Etika Profesi Hukum, Etika dalam arti pertama dan kedua adalah relevan, karena
kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang atau kelompok profesi
hukum.
Dihubungkan dengan arti
yang kedua, Etika Profesi Hukum berarti Kode Etik Profesi Hukum.
PENGERTIAN ETIKA
PROFESI HUKUM
1. ETIKA adalah pola pikir dan sikap perilaku
yang dinyatakan secara tegas mana yang baik dan benar, mana yang benar dan
salah, mana yang kontribusi dan korupsi, mana yang sopan dan tidak sopan, mana
yang patut dan tidak patut.
2. PROFESI adalah suatu pekerjaan tetap yang
dilakukan dengan menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan dihayatinya
sebagai panggilan hidup yang terikat, baik pada etika yang umum maupun pada
etika yang khusus (etika profesi).
3. HUKUM adalah seperangkat norma/kaidah yang
merupakan petunjuk atau pedoman tentang bagaimana seseorang melakukan kegiatan
atau berbuat dan bertingka laku di dalam
pergaulan hidup bersama.
Etika Profesi Hukum
adalah Pola atau Pedoman perilaku yang digunakan seseorang dalam peranannya di
dalam pekerjaannya, bertanggung jawab membantu mewujudkan nilai-nilai hidup
dalam tingkah laku sehari-hari di dalam masyarakat terutama di lingkungan
pekerjaannya.
Soren Kierkegaard (1954), seorang filsuf Denmark pelopor ajaran “eksistensialisme” memandang
eksistensi manusia dalam kehidupan secara konkret adalah makhluk alamiah yang
terikat dengan lingkungannya, memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada
hukum alamiah pula.
Keterikatan dengan lingkungannya tercermin pada kehidupan
sosial (daya rasa sosial) dan perilaku etis (daya rasa etis).
Melalui dimensi budaya manusia berjuang untuk maju merubah
hidupnya dengan meningkatkan kualitas hidupnya.
Tuhan tidak akan merubah nasib suatu bangsa jika bangsa itu
tidak merubah nasibnya sendiri, dengan kata lain, bangsa tersebut tidak
berkehendak adanya suatu perubahan.
Manusia seutuhnya adalah manusia kodrati yang di dalam dirinya berfungsi
ketiga unsur budaya, yaitu akal, rasa dan karsa.
Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan moral yang dilandasi ketiga
unsur budaya tersebut.
Perbuatan moral menuntun manusia menuju kebahagiaan, ketertiban,
kestabilan dan kemajuan.
Ciri norma moral adalah
mengandalkan kesadaran manusia, artinya tidak boleh berbuat semaunya. Yang
termasuk norma moral adalah norma kesusilaan, norma hukum dan norma agama.
Keseluruhan norma moral adalah hukum moral, yaitu tuntunan perilaku
manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani untuk
mencapai kebahagiaan.
Ciri utama hukum moral adalah pada keberlakuannya yang tidak dipaksakan
dan bersifat universal. Contohnya: manusia
memenuhi perjanjian, anak menghormati orangtua, murid menghormati guru,
memelihara kerukunan hidup bertetangga, profesional menghargai profesi
keilmuannya, larangan meludah di ruang pertemuan, menghargai pendapat orang
lain, larangan membunuh manusia, larangan mencuri barang orang ain.
Hukum moral terdiri
atas 3 jenis, yaitu hukum kodrat, hukum wahyu dan hukum manusia. Ketiganya
dapat berupa norma moral dan norma hukum.
Hukum Kodrat sebagai norma yang ditetapkan oleh Tuhan berupa
gejala alam yang bersifat konkret dan gejala yang menguasai kodrat manusia dan
berada dalam diri manusia yang bersifat abstrak.
Hukum kodrat dalam diri manusia berfungsi sebagai aturan
hidup yang diwujudkan melalui perbuatan.
Tujuan hukum kodrat adalah kebaikan tertinggi dari Tuhan.
Tujuan hukum kodrat adalah kebaikan tertinggi dari Tuhan.
Untuk
mencapai tujuan tersebut setiap manusia berbuat baik.
Agar manusia berbuat sesuai dengan fungsi hukum kodrat, maka penguasa (pembentuk undang-undang) menjelmakan hukum kodrat ke dalam bentuk hukum positif. Hukum Positif dibuat bertujuan agar setiap warga negara berkelakuan baik, sehingga dapat dicapai kebaikan tertinggi dai Tuhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka setiap warga negara harus menaati hukum positif dan untuk menjamin ketaatan tersebut, penguasa melengkapinya dengan sanksi yang keras bagi pelanggarnya.
Agar manusia berbuat sesuai dengan fungsi hukum kodrat, maka penguasa (pembentuk undang-undang) menjelmakan hukum kodrat ke dalam bentuk hukum positif. Hukum Positif dibuat bertujuan agar setiap warga negara berkelakuan baik, sehingga dapat dicapai kebaikan tertinggi dai Tuhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka setiap warga negara harus menaati hukum positif dan untuk menjamin ketaatan tersebut, penguasa melengkapinya dengan sanksi yang keras bagi pelanggarnya.
Sanksi yang keras ini merupakan ciri keunggulan hukum positif
buatan penguasa.
Immanuel Kant (1724 – 1804) menjelaskan tentang hubungan
antara norma moral dan norma hukum. Hubungan tersebut terdapat pada penyesuaian
sikap. Pada norma moral yang dihadapi adalah sikap moralitas, yaitu penyesuaian
diri dengan kewajiban moral, dalam hal ini hati nurani (kesadaran) manusia itu sendiri yang menjadi
motivasi sebenarnya dari perbuatan. Sedangkan pada norma hukum, yang dihadapi
adalah sikap legalitas, yaitu penyesuaian diri dengan ketentuan undang-undang
(hukum positif) dalam hal ini, undang-undang (hukum positif) yang menjadi
motivasi perbuatan. Dalam filsafat hukum Kant melakukan penelitian sistematis
terhadap fungsi akal manusia sesuai dengan 3 fungsi kesadaran manusia, yaitu
berfikir, berkehendak dan merasakan dalam karyanya yang pertama: Kritik atas
Akal Murni berhubungan dengan Persepsi, yang kedua: Kritik atas Akal Praktis
mengenai Moralitas. Dan yang ketiga: Kritik atas Kemampuan Menilai mengenai
Estetika.
Hukum menurut Kant adalah ketentuan-k etentuan yang menjamin
kehendak pribadi sesuai dengan kehendak pribadi lain menurut norma umum kebebasan. Tata hukum diartikan
sebagai sikap moral manusia.
A. Reinach (1883 – 1917) mengatakan bahwa norma moral berlaku
karena suara hati nurani.
Norma hukum adalah norma buatan manusia yang diperlukan untuk
merealisasikan norma moral (hukum kodrat dan hukum wahyu) ke dalam kehidupan
manusia. Dengan kata lain, norma moral merupakan sumber hukum positif.
Hukum positif adalah bagian dari hukum buatan manusia yang
dibentuk oleh penguasa negara atau kelompok masyarakat untuk menjamin
berlakunya hukum moral dalam kehidupan manusia.
Berlakunya hukum positif selain karena kesadaran juga
dipaksakan manusia, sedangkan norma hukum berlaku atas dasar perjanjian. Atas dasar inilah hak moral tidak pernah
hilang dan tidak dapat beralih kepada pihak lain, sedangkan hak hukum dapat
hilang dan beralih sesuai dengan perjanjian. Norma moral mengatur kehidupan
batiniah dan lahiriah, sedangkan norma hukum mengatur kehidupan lahiriah.
Sarana pemaksaan itu berupa sanksi hukum.
Moralitas perbuatan itu ditentukan oleh motivasi, tujuan
akhir, dan lingkungan perbuatan.
HAKEKAT MANUSIA SEBAGAI
MAHKLUK HIDUP
Manusia adalah makhluk
ciptaan Tuhan yang paling sempurna, karena dilengkapi oleh Penciptanya
dengan akal, perasaan, dan kehendak.
Akal adalah
alat berpikir sebagai sumber ilmu dan teknologi untuk menilai mana yang benar
dan mana yang salah.
Perasaan
adalah alat untuk menyatakan dan menilai mana yang indah (estetis) dan mana
yang jelek sebagai sumber keindahan.
Kehendak
adalah alat untuk menyatakan pilihan mana yang baik dan mana yang buruk sebagai
sumber kebaikan. Dengan kehendak manusia menilai mana yang baik dan yang buruk
sebagai sumber nilai moral.
Masyarakat
adalah sekumpulan orang dari berbagai golongan atau kelompok manusia yang
mempunyai sifat dan perilaku yang berbeda.
HAKEKAT MANUSIA SEBAGAI
MAKHLUK BUDAYA
Budaya asal kata dari bahasa Sanskerta buddhayah bentuk jamak
dari buddhi yang artinya budi atau akal. Budaya juga merupakan kata majemuk
dari budi-daya yang artinya daya (kekuatan) dari budi, kekuatan dari akal.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah culture atau cultuur
(Belanda) yang berasal dari bahasa latin colere yang artinya mengolah,
mengerjakan, terutama berkaitan dengan mengolah tanah atau bertani. Dari
pengertian tersebut berkembang menjadi culture yang artinya segala daya dan
usaha manusia untuk merubah alam (sesuai kehendaknya/alam dan manusia).
Oleh karena
itu, Manusia disebut juga sebagai MAKHLUK BUDAYA yang berbudi dan berakal
(berdaya).
Melalui
dimensi budaya manusia berjuang dan berkarya untuk maju dan meningkatkan
kualitas hidupnya sebagai cerminan mutu dan martabatnya sebagai manusia yang
berbudaya.
HAKEKAT KEBUTUHAN DASAR MANUSIA SEBAGAI
INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL
Manusia di dalam Masyarakat membutuhkan perlindungan bagi
kepentingannya baik kepentingan individu dan/atau kelompok.
Masyarakat merupakan kelompok atau kumpulan manusia yang
terdiri dari Individu-individu dengan berbagai kepentingan dan berbagai
kebutuhan.
Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam 4 jenis,
yaitu :
1. Kebutuhan Ekonomi yang bersifat
material untuk kepentingan pribadinya bagi kesehatan dan keselamatan jasmaninya, seperti pakaian,
makanan, perumahan.
2. Kebutuhan Psikis yang bersifat immaterial untuk
kepentingan pribadinya bagi kesehatan
dan keselamatan rohaninya, seperti pendidikan, hiburan, penghargaan dan
agamanya.
3. Kebutuhan Biologis yang bersifat seksual untuk kepentinga pribadinya membentuk keluarga dan
kelangsungan hidup generasinya secara turun temurun, seperti perkawinan dan berumah
tangga
4. Kebutuhan Pekerjaan yang bersifat praktis untuk mewujudkan
ketiga jenis kebutuhan di atas, seperti perusahaan, profesi.
Keempat kebutuhan di atas biasa disebut sebagai Kebutuhan
Dasar, yaitu:
a.
Pakaian (sandang)
b.
Makanan (pangan)
c.
Perumahan (papan)
d.
Pendidikan (keahlian)
e.
Hiburan (rekreasi)
f.
Perkawinan (rumah tangga)
g.
Pekerjaan (perusahaan, profesi).
DIMENSI BUDAYA MANUSIA
DENGAN LINGKUNGAN HIDUPNYA
Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut dapat dipenuhi dengan baik
dan sempurna apabila manusia individual itu berhubungan dengan lingkungan alam
dan lingkungan sosial (masyarakat) serta lingkungan buatan (manusia) itu
sendiri dan didukung oleh faktor-faktor : 1. kemauan kerja keras (nilai moral);
2. Kemampuan intelektual (nilai kebenaran); 3. Sarana penunjang (nilai
kegunaan).
Bekerja merupakan Kodrat Manusia, sebagai Kewajiban Dasar. Manusia
dikatakan mempunyai martabat apabila dia mampu bekerja keras. Pekerjaan
diklasifikasikan ke dalam 3 jenis :1. Pekerjaan dalam arti umum (apa saja yang
mengutamakan kemampuan fisik, baik sementara atau tetap dengan tujuan
untukmendapat upah); 2. Pekerjaan dalam arti tertentu (yang mengutamakan
kemampuan fisik/intelektual, baik sementara atau tetap dengan tujuan
pengabdian. 3. Pekerjaan dalam arti khusus (yang berkaitan dengan bidang
tertentu, mengutamakan kemampuan fisik dan Intelektual, bersifat tetap dengan
tujuan memperoleh pendapatan.
Kebutuhan tersebut
hanya dapat dipenuhi dengan sempurna apabila berhubungan dengan manusia
lain dalam masyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat ialah terpeliharanya
ketertiban, kestabilan dan kebahagiaan berdasarkan hukum kebiasaan. Karena pada
hakekatnya manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar, yang
indah, dan yang baik itu adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan
kebutuhan psikhis yang menyenangkan, membahagiakan, menenteramkan, dan
memuaskan manusia.
Hubungan tersebut dilandasi oleh ikatan moral yang mewajibkan
pihak-pihak mematuhinya. Berdasarkan ikatan moral tersebut pihak-pihak memenuhi
apa yang seharusnya dilakukan (kewajiban) dan memperoleh apa yang seharusnya
didapati (hak) dalam keadaan seimbang.
MANUSIA DAN SISTEM
NILAI
Sistem Nilai yang dianut masyarakat itu menjadi tolok ukur
kebenaran dan kebaikan cita-cita dan tujuan yang hendak dicapai dalam
kehidupan. Sistem Nilai tersebut berfungsi sebagai kerangka acuan untuk menata kehidupan pribadi dan menata
hubungan antara manusia dan manusia
serta alam di sekitarnya.
Individu sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan manusia lainnya. Penataan hubungan manusia dengan manusia lainnya itu diperlukan aturan yang merupakan cerminan sistem nilai.
Individu sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan manusia lainnya. Penataan hubungan manusia dengan manusia lainnya itu diperlukan aturan yang merupakan cerminan sistem nilai.
Sistem Nilai menjadi dasar kesadaran masyarakat untuk
mematuhi norma hukum yang diciptakan yang terdiri atas HAK dan KEWAJIBAN.
Aturan dalam bentuk konkret yang bersumber pada sistem nilai
disebut NORMA HUKUM. NORMA HUKUM tersebut
berupa HUKUM POSITIF.
Theo Huijbers (1995) membedakan 2 jenis Hak yang terdapat
pada manusia, yaitu: 1. Hak
Manusia (human rights)
2. Hak
Undang-undang atau Hak Hukum (legal rights)
MANUSIA dan HAK ASASI
Hak Manusia adalah hak yang dianggap melekat pada setiap
Manusia sejak lahir, sebab berkaitan dengan realitas hidup manusia sendiri. Hak
tersebut dinamakan “hak manusia” sebab manusia harus dinilai menurut martabatnya.
Hak tersebut tidak dapat direbut atau dicabut, sebab sudah ada sejak manusia
itu ada, tidak bergantung dari persetujuan orang, merupakan bagian dari
eksistensi manusia di dunia.
Jadi hak manusia mempunyai sifat dasar, asasi, sehingga
disebut juga sebagai Hak Asasi Manusia (human rights). Diantara rumusan yang
terpenting ada di dalam:
a. Magna Charta : manusia berhak menghadap pengadilan (1215)
b. The Virginia Bill of Rights: manusia berhak atas life,
liberty,
the
pursuit of happiness (1776)
c. Declaration des droits de
l’homme et du citoyen. Manusia
berhak atas
egalite, fraternity, liberty (1791)
HAK ASASI MANUSIA terdiri dari :
1. Hak Asasi Individual, dan
2. Hak Sosial
1. Hak Asasi Individual, dan
2. Hak Sosial
Hak asasi yang melekat pada pribadi manusia secara individual
adalah hak hidup dan perkembangannya sejak di dalam kandungan sampai
dilahirkan, sejak kecil sampai dewasa, yaitu :
(a)
kebebasan batin
(b)
kebebasan beragama
(c)
kebebasan hidup pribadi (privacy)
(d) nama
baik
(e)
melakukan pernikahan
(f) emansipasi
wanita
Hak asasi yang melekat pada pribadi manusia sebagai makhluk
sosial terdiri atas: hak ekonomi, sosial, politik dan kultural. Hak-hak ini
adalah hak-hak yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia, yaitu
pangan, sandang, perumahan, kesehatan, kerja, pendidikan.
Di negara sosialis, hak-hak sosial lebih diutamakan daripada
hak-hak individual, sebaliknya di negara liberalis, setiap manusia individual
lebih bebas memperjuangkan hak-haknya.
Hak Undang-undang adalah hak yang melekat pada manusia karena
diberikan oleh Undang-undang.
Hak undang-undang tersebut tidak langsung berhubungan dengan
martabat manusia, melainkan karena tertampung dalam undang-undang (yang dibuat
oleh manusia). Jadi adanya hak undang-undang ini bukan sebagai bagian dari eksistensi
manusia. Karena hak ini diberikan oleh undang-undang, maka pelanggaran hak ini
dapat dituntut di depan Pengadilan berdasarkan undang-undang.
Hak yang diberikan undang-undang itu antara lain:
menjadi PNS,
memilih dan dipilih dalam Pemilu
pensiun hari tua
santunan asuransi kecelakaan
Upah layak dalam hubungan kerja.
Pemenuhan hak dan kewajiban yang seimbang ini menyenangkan,
membahagiakan, menenteramkan, dan memuaskan pihak-pihak. Karena inilah yang
menjadi tujuan hidup manusia dalam hidup bermasyarakat, yaitu terpenuhinya
kebutuhan jasmani dan rohani secara seimbang.
Selama nilai moral keseimbangan itu ada, maka selama itu pula
manusia hidup bahagia dan damai.
Untuk menyempurnakan hidupnya manusia harus bekerja keras dan
berkarya sebagai kebutuhan dan sekaligus bukti kualitas dan martabat manusia.
Apabila dihubungkan dengan kegiatan profesi hukum, maka
kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup
dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi nilai moral dan nilai
kebenaran. Atas dasar inilah, maka beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk
memberikan layanan bantuan hukum yang sebaik-baiknya kepada klien yang
membutuhkannya. Hak untuk memperoleh layanan dan kewajiban memberikan layanan
dibenarkan oleh dimensi budaya manusia.
Akan tetapi kenyataannya, manusia menyimpang dari dimensi
budaya tersebut, sehingga perilaku yang ditunjukkannya justru melanggar nilai
moral dan nilai kebenaran yang
seharusnya dia junjung tinggi. Mengapa hal ini terjadi?
Dalam kehidupan manusia disadari bahwa yang benar, yang indah
dan yang baik itu menyenangkan, membahagiakan, menentramkan, dan memuaskan
manusia.
Sebaliknya, yang salah, yang jelek, dan yang buruk itu
menyengsarakan, menyusahkan, menggelisahkan, dan membosankan manusia.
Dari dua sisi pandang yang bertolak belakang di atas, manusia
adalah sumber penentu yang menimbang, menilai, memutuskan untuk memilih yang
paling menguntungkan (nilai moral).
Kehendak manusia ini merupakan faktor sentral yang memberikan
ciri pada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak
manusia ini bisa menerima dan mengangkat kebiasaan sehari-hari sebagai norma
hukum, tetapi ia juga bisa menolaknya. Di sinilah kita melihat kemandirian dari
hukum berhadapan dengan ideal & kenyataan itu. Kemandirian adalah suatu
posisi yang mampu mengambil jarak antara ideal dan kenyataan, tidak dimiliki
oleh tatanan kebiasaan dan tatanan kesusilaan.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja: “manusia memiliki kapasitas
dan kapabelitas yang dapat diukur sebagai indikator kekuasaan yang didasarkan
pada sumber-sumber kekuatan yang dimilikinya, selain kekuatan (force) fisik,
kekuatan materi (uang atau kekayaan), dan kekuatan intelektual, juga kekuatan
(power) moral yang didasarkan pada kesadaran hukum yang memiliki nilai-nilai
transenden sebagai sumber daya atau sumber kekuatan berlakunya hukum baik
secara tradisional menurut hukum alam maupun menurut hukum modern yang
didasarkan pada perkembangan berlakunya hukum positif. Dengan kata lain, kapasitas dan kapabelitas
manusia merupakan nilai-nilai indikator yang dapat diukur sebagai sumber
legalitas hukum dalam perkembangan hukum baik secara obyektif maupun secara
subyektif. kekuasaan sering bersumber pada bentuk wewenang formal (formal
authority) yang memberi wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau suatu
fihak dalam suatu bidang tertentu dengan batas-batas yang ditentukan menurut
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku yang mengatur pemberian wewenang
tersebut dengan tujuan-tujuan yang represif dan memaksa.
Pada kenyataannya bentuk pelaksanaan wewenang kekuasaan yang
berbentuk formal tersebut di atas acapkali memerlukan sumber kekuatan
non-formal berdasarkan kaidah sosial yang juga mengenal bentuk-bentuk paksaan,
sebagai suatu kekuatan yang sangat mendasar diwujudkan melalui sikap dan
tingkah laku seorang penguasa sehari-harinya berupa kejujuran, moral yang
tinggi, dan pengetahuan sering lebih berkuasa dari kekuasaan yang dimiliki
dalam bentuk kekuatan material sebagai kekuatan ekonomi (uang/kekayaan) atau
pun kekuatan militer (senjata) sebagai kekuatan fisik ataupun kekuatan moral
spiritual (agama) seperti yang dimiliki oleh seorang ulama yang diikuti oleh
umatnya. Jika keduanya secara konvensional diterima dan didukung, maka kekuatan
atau kekuasaan yang demikian disebut wibawa. ia tidak banyak memerlukan paksaan
(kekuatan) dalam penggunaan politik kekuasaannya, karena kekuatan itu sendiri
diperoleh dari dukungan yang dikuasainya dalam segala bentuk konfigurasi
kekuasaan politiknya.
Sumber kekuasaan itu menurut Plato bukan berasal dari
pangkat, kedudukan, atau jabatan melainkan dari pengetahuan. Kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, kekuasaan itu kemampuan untuk
menetapkan sesuatu sehingga orang lain mentaati apa yang ditetapkan itu.
kekuasaan dalam bahasa Yunani yaitu "peithein" yang berarti persuasi
yang sering digunakan untuk menangani urusan dalam negeri dan "bia"
yang berarti paksaan atau kekerasan yang sering digunakan untuk menangani
urusan luar negeri.
Menurut Plato, kekuasaan adalah kesanggupan untuk meyakinkan
(persuasi) orang lain agar orang yang telah diyakinkan itu melakukan apa yang
telah diyakininya sesuai dengan kehendak orang yang melakukan persuasi itu.
Kekuasaan di sini diartikan sebagai kemampuan atau kekuatan memaksakan
kehendaknya terhadap pihak lain untuk menghormati dan menaatinya.
Bertrand Russel :“Power tend to corrupt”
Kekuatan politik harus meliputi penyatuan beberapa kelompok/
keluarga sebagai anggota masyarakat. Sedangkan kekuatan perorangan tidak dapat
disatukan tanpa gabungan kehendak mereka seluruhnya, dan gabungan kehendak itu
adalah apa yang kita sebut sebagai negara sipil.
Kekuasaan negara yang menjelma dalam pemerintah sebagai
lembaga politik selalu diselenggarakan oleh manusia sebagai kekuatan perorangan
yang dipersatukan.
Selanjutnya dikatakan bahwa tidak ada satu masyarakat pun
yang dapat terus bertahan hidup tanpa suatu bentuk pemerintahan.
Pemerintah yang paling sesuai adalah pemerintah yang paling
cocok dengan keadaan pikiran, suasana hati dan watak, dan kecenderungan rakyat
untuk siapa pemerintahan itu didirikan
URGENSI ETIKA
Sejak zaman Aristoteles, urgensi etika mendapat tempat dalam
pembahasan utama, terbukti dalam tulisannya tentang “Ethika Nicomachela”.
Beliau berpendapat tentang tata pergaulan dan penghargaan seorang manusia, yang
tidak didasarkan pada egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan
pada hal-hal yang altruistik, yaitu memperhatikan orang lain. (Suhrawardi K.
Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994).
Pandangan Aristoteles jelas bahwa urgensi etika berkaitan
dengan kepedulian dan tuntutan memerhatikan kehidupan orang lain. Dengan
berpegang pada etika, manusia tidak terseret pada pola hidup yang mementingkan
kepentinganpribadinya, ego-ego dan ambisi-ambisinya, tetapi dapat hidup sebagai
“zoon politicon”. Dengan beretika, kehidupan manusia menjadi bermakna, jauh
dari keinginan untuk melakukan perusakan dan kekacauan-kekacauan. (Abdul Wahid dan Moh. Muhibbin, Etika Profesi
Hukum, Rekonstruksi Citra Peradilan di Indonesia)
Napoleon Bonaparte mengingatkan bahwa di tengah masyarakat
yang serba kacau, hanya kaum bajinganlah yang bisa memperoleh keuntungan
besar. Menurut Paul Scholten: moral
(etika) itu pengaturan perbuatan manusia sebagai manusia, ditinjau dari segi
baik buruknya, dipandang dari hubungannya dengan tujuan akhir hidup manusia
berdasrkan hukum kodrati. (Bambang S., makalah
dalam Seminar Regional “Etika Hidup berbangsa, Sesulit mencari Jarum
dalam Lautan”, Malang, 12 Mei 2006, hal. 2).
HUBUNGAN ANTARA ETIKA DAN HUKUM
• Pendapat Scholten di atas menunjukkan
bahwa titik temu antara etika dan hukum terletak pada muatan substansinya yang
mengatur tentang perilaku manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu mendapat
koreksi dari ketentuan hukum dan etika yang menentukannya. Ada keharusan,
perintah dan larangan, serta sanksinya.
• Von Savigny dalam madzhab sejarah
secara tidak langsung menunjukkan keterkaitan antara hukum dengan etika. Beliau
mengatakan, bahwa hukum itu harus dipandang sebagai suatu penjelmaan dari jiwa
atau rohani suatu bangsa. Selalu ada suatu hubungan yang erat antara hukum
dengan kepribadian suatu bangsa. Apa yang dinilai dan dijadikan ideologi sauatu
bangsa sebagai pandangan, tata aturan atau kaidah-kaidah kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, maka hal itu dapat disebut sebagai bagian dari
“jiwa bangsa”.
DESKRIPSI ETIKA DAN
TANGGUNG JAWAB PROFESI
ETIKA adalah pola pikir dan sikap perilaku yang dinyatakan secara tegas mana yang baik dan benar, mana yang benar dan salah, mana yang kontribusi dan korupsi, mana yang sopan dan tidak sopan, mana yang patut dan tidak patut.
ETIKA adalah bersumber dari nilai-nilai ajaran agama yang bersifat universal, dan nilai-nilai yang tercermin dari kepribadian dan budaya bangsa yang tercakup di dalam Pancasila.
Menurut Imam Gozali ETIKA adalah dorongan yang bersifat psychologi dari dalam yang muncul secara spontan tanpa pemikiran lagi.
ETIKA adalah pola pikir dan sikap perilaku yang dinyatakan secara tegas mana yang baik dan benar, mana yang benar dan salah, mana yang kontribusi dan korupsi, mana yang sopan dan tidak sopan, mana yang patut dan tidak patut.
ETIKA adalah bersumber dari nilai-nilai ajaran agama yang bersifat universal, dan nilai-nilai yang tercermin dari kepribadian dan budaya bangsa yang tercakup di dalam Pancasila.
Menurut Imam Gozali ETIKA adalah dorongan yang bersifat psychologi dari dalam yang muncul secara spontan tanpa pemikiran lagi.
1. Profesi
adalah suatu vokasi atau suatu pekerjaan tetap yang dilakukan dengan menerapkan
ilmu pengetahuan yang dimiliki dan dihayatainya sebagai suatu panggilan
hidup yang terikat baik pada etika yang umum maupun pada etika yang khusus
(etika profesi).
2. Seorang
profesional (pengemban profesi) yang melakukan suatu pekerjaannya merupakan
suatu panggilan hidup yang akan memperlihatkan semangat dan keberanian
mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan sesamanya, akan memancarkan
keahlian, tanggung jawab dan kesejawatannya.
3. Panggilan
hidup seseorang pada hakekatnya adalah etika pemenuhan kebutuhan hidupnya
sebagai individu maupun sebagai anggota mayarakat untuk meningkatkan taraf
hidup/martabatnya dan lingkungan masyarkaatnya.
4. Oleh
karena itu, hidup setiap manusia selalu menyangkut hubungan antara kebutuhan
dirinya dengan kebutuhan manusia lainnya sebagai bagian integral dari
nilai-nilai yang melekat atas kehadiran dirinya yang mempengaruhi pikiran,
perasaan, dan tingkah lakunya. Sehingga nilai-nilai itu berlaku terhadap
dirinya dan menuntut dirinya untuk menghormati nilai-nilai tersebut dan nilai
lain yang melekat pada setiap hak yang dapat memenuhi kebutuhannya.
a.
Setiap individu yang menginginkan suatu keahlian
memerlukan perubahan untuk menuju suatu kemampuan tertentu dan sudah tentu
perubahan tersebut tidak dapat sekaligus diperoleh, akan tetapi diperlukan
suatu proses yang memakan waktu. Seperti halnya bahwa untuk menjadi manusia
diperlukan pendidikan dan pengajaran. Oleh karenanya pendidikan dan pengajaran
termasuk upaya memanusiakan manusia. Sehingga Kurikulum yang dibuat harus
mencerminkan kemampuan dan kompetensi.
b.
Keahlian adalah suatu
nilai yang melekat sebagai tanda/ciri manusia yang memiliki kemampuan memenuhi
kebutuhan jasmani sekaligus kebutuhan rohaninya. Nilai terebut tidak secara
otomatis melekat pada dirinya, akan tetapi merupakan hasil belajar. Seperti
lazimnya seorang sarjana merupakan hasil dari pendidikan tinggi yang memiliki
prasyarat tertentu sebelum mengikuti pendidikan tinggi di perguruan tinggi
tertentu.
Oleh karena itu, Kurikulum
diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi untuk lebih meningkatkan
kemampuan kompetensi (pendidikan) yang terdiri dari:
1)
penguasaan kompetensi: merupakan model
pengembangan kurikulum yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau
kompetensi mahasiswa dalam menyelesaikan beban studi yang ditetapkan dan
kemampuan menguasai kemahiran pada bidang tertentu sesuai dengan minatnya yang
berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat
2)
penguasaan kemampuan memecahkan masalah
sosial: diarahkan pada terciptanya masyarakat yang lebih baik, pengembangan kurikulumnya
menekankan pada kemampuan memecahkan masalah-masalah penting dan mendesak yang
ada di masyarakat
3)
pembentukan pribadi: menekankan pada
pengembangan atau pembentukan aspek-aspek kepribadian secara utuh, baik
pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. dalam pelaksanaannya para
pengembang kurikulum iti banyak memberikan perhatian terhadap aspek-aspek sosial-emosional.
TUJUAN PENDIDIKAN TINGGI HUKUM
Tujuan pendidikan tinggi hukum
sebagaimana tercantum di dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa adalah untuk menghasilkan sarjana hukum yang
memiliki kualifikasi sebagai berikut :
a.
menguasai dasar-dasar ilmiah dan ketrampilan dalam
bidang keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan
merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di dalam kawasan keahliannya;
b.
mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang dimilikinya sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan produktif dan
pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata
kehidupan bersama;
c.
mampu bersikap dan berperilaku dalam membawakan
diri berkarya di bidang keahliannya maupun dalam berkehidupan bersama di
masyarakat;
d.
mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau kesenian yang merupakan keahliannya.
KEDUDUKAN DAN FUNGSI MK.
ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM
ETIKA PROFESI dalam Struktur Kurikulum
MataKuliah Etika Profesi Hukum merupakan
matakuliah perilaku berkarya (MPB) yaitu matakuliah yang termasuk kelompok
bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku
yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan
dasar ilmu dan keterampilan yang dikuasai. Oleh karenanya matakuliah ini
memiliki prasyarat kelulusan matakuliah maksimum sebanyak 100 sks. Terutama matakuliah yang termasuk Kelompok
matakuliah pengembangan kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan
pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap,
dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan,
yaitu matakuliah Pendidikan Agama (2 sks) dan Pendidikan Pancasila (2 sks)
serta Pendidikan Kewarganegaraan (2 sks). Matakuliah ini juga harus didukung
oleh matakuliah Filsafat Hukum yang termasuk dalam Kelompok matakuliah
berkehidupan bermasyarakat (MBB) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran
yang diperlukan seseorang untuk dapat memahami kaidah berkehidupan
bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
a.
Berdasarkan
SK Mendiknas No. 232/U/2000, Pasal 7
Kurikulum terdiri atas :
Kurikulum terdiri atas :
b.
Kurikulum
Inti yang mencirikan kompetensi utama, dan;
c.
Kurikulum
Institusional yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan tinggi,
komplementer dengan Kurikulum Inti, disusun dengan memperhatikan keadaan dan
kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan.
d.
Kurikulum Inti merupakan penciri dari
kompetensi utama, ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat
profesi dan pengguna lulusan (SK Mendiknas No.045/U/2002).
e.
Kompetensi adalah seperangkat tindakan
cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang
pekerjaan tertentu (SK Mendiknas No. 045/U/2002, Pasal 21)
f.
Pada
SK Mendiknas No.045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut diluruskan
pemahamannya agar lebih luas dan positif melalui pengelompokkan berdasarkan
elemen kompetensinya, yaitu:
1)
landasan
kepribadian,
2)
penguasaan
ilmu dan keterampilan,
3)
kemampuan
berkarya,
4)
sikap dan
perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan
keterampilan yang dikuasai,
5)
pemahaman
kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam
berkarya.
a)
Kelompok
matakuliah pengembangan kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan
pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap,
dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b)
Kelompok
matakuliah perilaku berkarya (MPB) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran
yang bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang
dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan dasar ilmu dan ketrampilan
yang dikuasai.