Translate

Rabu, 07 Mei 2014

POLITIK HUKUM

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum merupakan kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan atau telah dilaksanakan pemerintah secara nasional. Hal ini mencakup pula pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pemuatan dan penegakan hukum. Hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai pasal – pasal  yang bersifat imperatif atau keharusan – keharusan yang bersifat das sollen, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal – pasalnya maupun dalm implemntasiya dan penegakannya.
            “hukum adalah produk politik” karena sebenarnya lahirnya sebuah UU berasal dari lembaga politik (DPR) dimana pasal-pasal yang tertuang di dalamnya merupakan kompromi atau kesepakatan-kesepakan diantara kekuatan- kekuatan politik parpol yang mempunyai kursi di parlemen.
Konfigurasi politik menjadi dua kutub yang berbeda yaitu:
Konfigurasi politik demokratis yang diartikan sebagai susunan sistem politik yang membuka kesempatan (peluang) bagi partisipasi masyarakat secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanaan umum.
            Pada konfigurasi politik demokratis, karakter produk hukumnya adalah responsif/populistik yang diartikan sebagai produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atau individu-individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.
            Konfigurasi politik otoriter diartikan sebagai susunan sistem politik yang lebih memungkinkan negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijakan negara.
            Konfigurasi politik otoriter akan melahirkan produk hukum konservatif/ortodoks/elitis yaitu produk hukum yang isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik, lebih mencerminkan keinginan pemerintah, bersifat positivis-instrumentalis, yakni menjadi alat pelaksana ideologi dan program negara. Berlawanan dengan hukum responsif, hukum ortodoks lebih tertutup terhadap tuntutan-tuntutan kelompok maupun individu-individu di dalam masyarakat. Dalam pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat relatif kecil.
            Periode demokrasi liberal adalah adanya perubahan sistem ketatanegaraan yang tidak melalui amandemen terhadap UUD. Perubahan dimaksud adalah beralih fungsinya KNIP yang semula sebagai pembantu Presiden, dikarenakan desakan beberapa pihak yang menuntut segera dibentuknya MPR dimana sebelum MPR terbentuk agar KNIP diberikan fungsi dan kewenangan yang sama dengan MPR. Oleh karena itu berdasarkan Maklumat Presiden No. X tahun 1945 fungsi legislatif dialihkan kepada KNIP dan dibentuk BP-KNIP.
            Pada periode ini lahir Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang pada pokonya berisi harapan pemerintah agar aliran-aliran dalam masyarakat segera membentuk parpolnya sebelum dilangsungkan pemilu pada bulan Januari 1946. Maklumat inilah yang menjadi dasar sistem banyak partai atau pluralisme. Tidak ada yang membantah bahwa pada masa ini Indonesia benar-benar menerapkan konfigurasi politik yang sangat demokratis karena selain partai politik diberikan kebebasan untuk berkembang, kebebasan pers pun memperoleh pengakuan dari pemerintah. Saking demokratisnya pada era ini kekuatan eksekutif begitu lemah sehingga menyebabkan jatuh bangunnya kabinet dan terjadi instabilitas politik. Orang banyak menyebut kondisi ini sebagai demokrasi yang liberal.
Pada masa demokrasi liberal ini lahir UU No. 7 tahun 1953 tentang Pemilu. UU ini dapat diidentifikasi sebagai UU yang sangat responsif. UU tersebut dapat mengatur secara sangat rinci sistem pemilu (electoral laws) dan pokok-pokok proses pemilunya (electoral processes), sehingga tidak memberi ruang yang terlalu luas kepada eksekutif untuk menafsirkan sendiri dengan peraturan perundang-undangan delegatif.
            Dibidang Pemerintahan Daerah, pemerintah berhasil mengeluarkan UU No. 1 tahun 1945 yang masih sangat sederhana karena hanya berisi 6 pasal. UU ini menganut dualisme pemerintahan di daerah karena mendudukkan kepala daerah sebagai organ daerah otonom sekaligus alat pusat di daerah. Atas kelemahan ini kemudian diadakan penyempurnaan dengan menerbitkan UU No. 22 tahun 1948. Namun begitu UU inipun belum menghapus sifat dualisme dari UU sebelumnya dan bahkan UU ini tidak dapat diberlakukan diseluruh Indonesia karena pergulatan melawan penjajahan Belanda.
            UU No. 1 tahun 1957 kemudian tampil sebagai pengganti atas UU No. 22 tahun 1948 tersebut. UU ini sudah lebih responsif dari dua UU sebelumnya yang mengatur hal yang sama. Watak responsif atau populistik tersebut dari sudut materi dapat dilihat dari adanya muatan tentang keleluasaan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri di bawah asas otonomi yang seluas-luasnya, penekanan DPRD sebagai pelaksana medebewind, serta mikanisme penentuan kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat meskipun sebelum adanya UU pemilihan, kepala daerah dipilih oleh DPR. Menurut UU No 1 tahun 1957, kepala daerah bukan alat pusat dan kedudukannya tidak tergantung pada pusat. Disini tampak bahwa unsur sentralistik sangat diminimalkan.
            Ada dua hal yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal keagrariaan yang sangat responsif yaitu mengeluarkan peraturan perundang-undangan secara parsial dan menyiapkan rancangan UU agrarian nasional yang baru. Dalam hal penyiapan rancangan undang-undang agrarian tersebut Presiden membentuk sebuah panitia di Yogyakarta melalui Penpres No. 16 tahun 1948 dan menghasilkan beberapa saran kepada DPR diantaranya adalah penghapusan dualisme, pemberian tanah kepada petani, pengembalian tanah perkebunan kepada negara, penghapusan perkebunan swasta yang berstatus hak milik, pembebasan orang desa dari beban warisan feodalisme, pengaturan pembelian hasil panen yang dapat melindungi petani kecil dan koordinasi pengairan oleh negara. Ketika ibukota Indonesia berpindah kembali ke Jakarta, pemerintah dengan Kepres No. 36 tahun 1951 melakukan pembaharuan terhadap kepanitiaan agraria nasional ini dengan tetap diketuai oleh ketua panitia yang sama dengan di Yogyakarta yaitu Sarimin Reksodihardjo. Inilah conto corak/karakter tiga produk hukum yang ada pada masa demokrasi liberal yang kesemuanya bersifat demokratis sesuai dengan konfigurasi politiknya pada saat itu yang juga demokratis.
            Pada periode kedua yaitu Demokrasi terpimpin, berlandaskan pada adanya instabilitas pemerintahan pada periode sebelumnya yaitu demokrasi liberal, akhirnya Presiden mengeluarkan Dekrit Tanggal 5 Juli 1959 yang pada pokoknya membubarkan konstituante yang dianggap gagal melaksanakan tugasnya “ membentuk UUD” dan memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Inilah era baru yang dinamakan demokrasi terpimpin oleh Soekarno.
            Seiring dengan adanya Dekrit Presiden tersebut kemudian politik liberal demokratis yang diterapkan sebelumnya kemudian mengalami perubahan kearah politik yang otoriter. Hal ini mengundang banyak kritikan dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Moeljarto Tjokrowinoto yang mengatakan bahwa demokrasi terpimpin ternyata lebih menekankan pada aspek “terpimpin” nya sehingga menjurus kepada disguised autocracy.
            Tidak terselenggara pemilu pada periode ini sehingga UU yang mengatur tentang Pemilu juga secara otomatis tidak dilahirkan. UU pemerintahan daerahpun mengalami revisi yang sebelumnya diatur dengan UU No. 1 tahun 1957 diganti dengan Penpres No. 6 tahun 1959 yang intinya menggariskan kebijakan politik untuk mengembalikan dan memperkuat kedudukan kepala daerah sebagai alat pemerintah pusat yang kemudian diganti lagi dengan UU No. 18 tahun 1965 yang juga bersifat sentralistik.
            Berbeda dengan dua corak karakter hukum pemilu dan pemerintahan daerah di atas, produk hukum di bidang agraria yang dihasilkan pada masa ini berhasil mengeluarkan UU No. 5 tahun 1960 yang substansi isinya sangat aspiratif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Berakhirnya masa demokrasi terpimpin kemudian digantikan dengan rezim Orde Baru. Belajar dari pengalaman orde sebelumnya (orde lama), orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto menitik beratkan program pemerintahannya terhadap pembangunan dan pemulihan ekonomi yang pada jaman orde lama kurang mendapat perhatian sehingga sejarah mencatat inflasi ekonomi Indonesia pernah mencapai angka 600%.
            Prioritas kebijakan yang menitik tekankan pada pertumbuhan ekonomi ini menuntut adanya stabilitas politik, pemerintahan dan kepemimpinan yang kuat. Jalan yang ditempuh untuk mensukseskan obsesi Soeharto yang didukung penuh oleh kekuatan Angkatan Darat (AD) itu kemudian mengambil cara membatasi pluralisme parpol yang dijaman Soekarno dianggap menjadi penyebab terjadinya instabilitas politik.
            Pada era ini pilar-pilar demokrasi tidak bisa berjalan secara baik dan efektif. Parpol dan parlemen berada pada posisi yang tidak berdaya bahkan hanya menjadi alat legitimatimasi bagi kebijakan-kebijan pemerintah, eksekutif sangat powerful karena bisa mengontrol semua kebijakan negara sesuai dengan apa yang dikehendakinya serta kebebasan pers terpasung dan dikebiri dengan diberlakukannya Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dimana kebijakan ini terbukti sangat ampuh dijadikan sebagai amunisi oleh pemerintah untuk membungkap kebebasan dan independensi pers. Jika ada pers yang terlalu vokal mengkritik pemerintah dan dianggap mengganggu proses pembangunan maka pers yang bersangkutan akan dibredel dengan cara dicabut SIUPP nya.
            Memang pada awal-awal pemerintahannya, orde baru sempat menampilkan politik yang agak liberal demokratis dengan memberikan ruang kepada pers dan parpol untuk melakukan koreksi atau kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Namun kebijakan ini hanya untuk sementara dan merupakan strategi awal pemerintah orde baru sampai ditetapkannya format politik baru yang terbukti kemudian sangat Otoriter.
            Konfigurasi politik otoriter yang ditampilkan oleh kekuasaan orde baru kemudian paralel dengan produk hukum yang dihasilkannya yaitu karakter hukum yang konservatif/ortodoks/elitis. UU pemilu yang lahir pada masa orde baru ini adalah UU No. 15 tahun 1969 yang hanya memuat 37 pasal. Sangat singkatnya pasal-pasal yang ada dalam UU ini membuat pemerintah sesuai dengan keinginan politiknya bisa menginterpretasikan semaunya sendiri ke dalam peraturan-peraturan yang lebih teknis. Di lain pihak UU ini memungkin adanya pengangkatan sebagian dari anggota MPR dan DPR dari ABRI yang tentu saja orang-orang yang diangkat oleh pemerintahpun adalah mereka yang mendukung visi dan kebijakan eksekutif.
            Khusus mengenai agraria hampir tidak ada perubahan yang signifikan dalam periode ini disbandingkan dengan periode sebelumnya. UUPA yang sudah ada sejak masa demokrasi terpimpin tetap diberlakukan dan tidak diganti. Sehingga praktis dalam bidang keagrariaan walaupun watak politik orde baru adalah otoriter namun pengaturannya demokratis.
Periode 1945 – 1959 (Demokrasi Liberal)
Konfigurasi Politik : Demokratis
Kecenderungan Karakter Produk Hukum :
1.    Pemilu : Responsif
2.    Pemda : Responsif
3.    Agraria : Responsif
Periode 1959 – 1966 (Demokrasi Terpimpin)
Konfigurasi Politik : Otoriter
Kecenderungan Karakter Produk Hukum :
1.      Pemilu :
2.      Pemda : Ortodoks / Konservatif / elitis
3.      Agraria : Responsif (dengan alasan tertentu)
Periode 1966 – 1998 (orde baru)
Konfigurasi Politik : Otoriter
Kecenderungan Karakter Produk Hukum :
1.  Pemilu : Ortodoks / Konservatif / elitis
2.  Pemda : Ortodoks / Konservatif / elitis
3.  Agraria : Ortodoks / Konservatif / elitis(parsial)
Periode 1998 – sampai sekarang (orde Reformasi)
Konfigurasi Politik : Demokratis
Kecenderungan Karakter Produk Hukum :
  1. Pemilu : Responsif
  2.   Pemda : Respoonsif
  3.   Agraria : Responsif

Konfigurasi politik yang demo-kratis tersebut antara lain:
1.    Demokrasi liberal ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan tindakan peme-rintah untuk memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok-kelompok, dengan menyusun pergantian pemimpin secara berkala, tertib dan damai, melalui alat-alat perwakilan rakyat yang bekerja efektif.
2.    Memberikan toleransi terhadap sikap ber-lawanan, menuntut keluwesan dan kese-diaan untuk bereksperimen.
3.    Pencalonan dan pemilihan anggota lem-baga-lembaga perwakilan politik berlang-sung fair.
4.    Lembaga-lembaga itu mendapat kesem-patan yang luas untuk membahas persoal-an-persoalan, mengkritik dan mengkris-talisasikan pendapat umum.
5.    Adanya sikap menghargai hak-hak mino-ritas dan perorangan, lebih mengutama-kan diskusi dibanding paksaan dalam me-nyelesaikan perselisihan, sikap menerima legitimasi sistem pemerintahan yang berlaku dan penggunaan metode eksperi-men.
            Jika konfigurasi politik demokratis ma-ka akan melahirkan karakter hukum yang res-ponsif.  Konfigurasi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijak-sanaan umum, partisipasi ini dapat ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang di-dasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjadinya ke-bebasan politik.
            Begitupun jika konfigurasi politik otori-ter akan melahirkan karakter hukum yang konservatif atau ortodoks. Konfigurasi politik otoriter adalah susunan sistem politik yang lebih memungkinkan negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijakan negara. Konfi-gurasi ini ditandai oleh dorongan elit kekua-saan untuk memaksakan persatuan, pengha-pusan oposisi terbuka, dominasi pimpinan negara untuk menentukan kebijaksanaan negara dan dominasi kekuasaan politik oleh elit politik.




SISTEM POLITIK

Pengertian Sistem Politik Menurut Para Ahli
Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang.
Menurut Gabriel A. Almond, sistem politik merupakan organisasi melalui mana masyarakat merumuskan dan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama mereka.
Pada dasarnya ideologi terbagi dua bagian, yaitu Ideologi Tertutup dan Ideologi Terbuka. Ideologi Tertutup merupakan suatu pemikiran tertutup. Sedangkan Ideologi Terbuka merupakan suatu sistem pemikiran terbuka. Ideologi tertutup dapat dikenali dari beberapa ciri khasnya. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat melainkan merupakan cita-cita suatu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbarui masyarakat. Sedangkan Ideologi Terbuka memiliki ciri khas yaitu nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat sendiri. Ideologi terbuka diciptakan oleh Negara melainkan digali dan ditemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, Ideologi terbuka merupakan milik semua masyarakat dalam menemukan ‘dirinya’ dan ‘kepribadiannya’ dalam Ideologi tersebut.
IDEOLOGI ADALAH MERUPAKAN GAGASAN ATAU PEMIKIRAN DALAM SUATU SISTEM DALAM PANDANGAN HIDUP MASYRAKAT
Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana cara yang tepat, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.
Istilah ideologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata, yaitu idea dan logi. Ideaberarti melihat(idean), sedangkan logi berasal dari kata logos yang berarti pengetahuan atau teori. Jadi, ideologi dapat diartikan hasil penemuan dalam pikiran yang berupa pengetahuan atau teori. Ideologi dapat juga diartikan suatu kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas, pendapat (kejadian) yang memberikan arah tujuan untuk kelangsungan hidup.
Ideologi liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Ketika itu masyarakat ditandai dengan dua karakteristik berikut. Anggota masyarakat terikat satu sama lain dalam suatu sistem dominasi kompleks dan kukuh, dan pola hubungan dalam system ini bersifat statis dan sukar berubah.
Ideologi Komunisme
Komunisme adalah sebuah ideologi. Penganut paham ini berasal dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah manifesto politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848 teori mengenai komunis sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik.
Ciri-ciri:
1.    Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia
2.    Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan
3.    Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata.
4.    Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya
5.    komunisme juga disebut anti liberalisme.
6.    komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Ideologi Pancasila
Ideologi Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali (kristalisasi) dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia. Kelima sila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung didalamnya.
Demokrasi adalah system pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam berlangsungnya pemerintahan atau Pemerintahan dari rakyat ,oleh rakyat dan untuk rakyat.
Hubungan Demokrasi ,Ham,Negara Hukum
Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Jelas bahwa Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945). Dengan demikian HAM pula harus diatur degan hukum. Jadi hukum yang digunakan sebagai instrumen dalam penegakan HAM yang digunakan sebagai ukuran bagaimana demokrasi dilaksanakan.
Selain itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Sesuai dengan konsep HAM yakni penghormatan sebagai insane manusia, dalam suatu Negara warga Negara adalah individu manusia yang memiliki hak.
Esensi negara hukum :
1.    Ham
2.    Kekusaan Negara dalam trias Politikal
3.    Adanya asas legalitas
4.    Adanya PTUN
Esensi Demokrasi :
1.    Tersedianya ruang persaingan terbuka untuk menduduki jabatan politik
2.    Adanya ruang partisipasi warga dalam politik.
Esensi dari sistem Politik :
1.    Sistem interaksi
2.    Pengalokasian Nilai nilai kepada masyrakat
3.    Bersifat paksaan fisik yang sedikit paksaan yang besifat sah
Dihubungkan dengan Negara hukum :
1.       Adanya pemilihan Demokratis
2.      Hak hak partisipasi politik
3.      Kebebasan sipil
4.      Control kekuasaan secara Horizontal
5.      Adanya pemerintahan yang efektif
Demokrasi langsung
Demokrasi langsung berarti paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan umum atau undang-undang.
Demokrasi tidak langsung
Demokrasi tidak langsung berarti paham demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem perwakilan. Penerapan demokrasi seperti ini berkaitan dengan kenyataan suatu negara yang jumlah penduduknya semakin banyak, wilayahnya semakin luas, dan permasalahan yang dihadapinya semakin rumit dan kompleks.
Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan biasanya dilaksanakan melalui pemilihan umum.

Fungsi Input Sistem Politik Indonesia meliputi :
a.      Sosialisasi Politik
b.      Rekruitmen Politik
c.       Artikulasi Kepentingan
d.      Agregasi Kepentingan
e.       Komunikasi Politik

1.    Sosialisasi Politik
Sosialisasi Politik dalam hal ini dapat diartikan sebagai sebuah proses dimana seseorang dapat menentukan sikap dan orientasi terhadap fenomena-fenomena politik yang berlaku pada masyarakat tempatnya berada saat ini.Pada tahap ini terjadi proses penanaman nilai-nilai kebijakan bermasyarakat atau prinsip kebijakan menjadi warga negara yang efektif. Agen-agen sosialisasi politik terdiri dari 6 agen yakni : keluarga,kelompok bermain atau bergaul,sekolah,pekerjaan,media massa dan kontak-kontak politik secara langsung.
2.    Rekruitmen Politik
Rekruitmen politik dalam hal ini merupakan sebuah proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan,pertemuan,dan partisipasi dari warga negara dalam memilih atau menentukan orang yang kan melakukan aktifitas politik dan duduk mewakilinya dalam kantor pemerintahan.
Partai politik dalam hal ini melakukan proses pencarian anggota baru yang berbakat dan mengajak mereka untuk ikut berpartisipasi dalam proses politik.Elit dalam masyarakat merupakan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk dapat mempengaruhi masyarakat agar ikut bergabung dalam partai politik.
3.    Artikulasi Kepentingan
Artikulasi kepentingan merupakan sebuah usaha yang dilakukan seseorang atau kelompok masyarakat agar kepentingan serta segala keinginannya dapat dipenuhi secara memuaskan.Cara yang biasa dilakukan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka adalah dengan cara mengartikulasikan semua kepentingannya kepada badan politik pemerintah yang memiliki wewenang untuk membuat keputusan atau kebijakan,biasanya kepentingan itu disampaikan melalui wakil-wakil partai politik yang duduk dalam Dewan Perwakilan yang dapat menyampaikan dan memperjuangkan kepentingan massa pendukungnya.
4.    Agregasi Kepentingan
Agregasi Kepentingan merupakan sebuah proses mengagregasikan kepentingan-kepentingan yang telah diartikulasikan oleh kelompok kepentingan,lembaga-lembaga atau organisasi-prganisasi lainnya.Agregasi kepentingan dalam sistem politik di Indonesia berlangsung dalam diskusi lembaga legislatif .DPR dan Presiden memiliki hak untuk mengesahkan Undang-Undang sebab kedudukan DPR dan Presiden dalam agregasi kepentingan adalah sama yakni kedua lembaga ini berhak untuk menolak RUU.DPR berupaya merumuskan semua tuntutan dan kepentingan-kepentingan masyarakat yang diwakilinya.
5.    Komunikasi Politik
Komunikasi politik mengacu pada bagaimana suatu sistem meyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui berbagai struktur yang menyusun sistem politik.Komunikasi politik terjadi antar pemerintah dan masyarakat jika ada kebijakan pemerintah yang perlu disampaikan atau disosialisasikan kepada masyarakat dengan tujuan kebijakan itu nantinya akan mendapat dukungan dari masyarakat.Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk tatap muka atau melalui media massa.Yang juga berrperan penting dalam komunikasi politik adalah media massa, dimana media massa berfungsi menyuarakan suara pembangunan dan program-program kerja pemerintah,serta menyuarakan ide-ide politik
Fungsi Output Sistem Politik, meliputi :
a.      Pembuatan Kebijakan
b.      Penerapan Kebijakan
c.       Ajudikasi/pengawasan Kebijakan
1.    Fungsi Pembuatan Kebijakan
Pembuatan kebijakan dalam hal ini terbentuk berdasarkan tuntutan dan dukungan serta beraneka pengaruh lingkungan yang ada.Pembuatan kebijakan meliputi pengkonversian rancangan undang-undang menjadi undang-undang atau peraturan lain yang sifatnya mengikat yang menjadi kebijakan umum.Pembuatan kebijakan ini dilaksanakan oleh lembaga legislatif yang meliputi DPR,DPRD I,DPRD II,dan DPD sebagai lembaga yang mewakili aspisari daerah.
2.    Fungsi Penerapan Kebijakan
Penerapan kebijakan dalam hal ini merupakan penerapan aturan umum undang-undang dan peraturan lain ke tingkat warganegara.Hal ini dimaksudkan bagaimana sebuah lembaga melakukan tindakan administrasi guna mengimplementasikan peraturan yang telah dibuat ke ranah publik.Fungsi penerapan kebijakan dilaksanakan oleh badan Eksekutif yang meliputi dari pemerintah pusat sampai ke pemerintah daerah
3.    Fungsi Ajudikasi Kebijakan

Ajudikasi kebijakan dalam hal ini merupakan pengawasan jalannya penerapan undang-undang di kalangan warganegara.Dalam hal ini ada lembaga khusus yang melakukan pengawasan dan menyelesaikan persengketaan dalam hal pembuatan dan pelaksanaan peraturan.Fungsi ajudikasi kebijakan dilaksanakan oleh badan peradilan yang ,meliputi MA,MK,Komisi Yudisial serta badan-badan kehakiman.

Selasa, 06 Mei 2014

HUKUM ASURANSI

ASURANSI (INSURANCE)
Hukum Pengangkutan dan Asuransi
ASURANSI ?
ISTILAH :
Bhs. Belanda    = Assurantie / Varzekering
Bhs. Inggris      = Assurance / Insurance
Bhs. Indonesia = Pertanggungan / Asuransi
Pasal 246 KUHD :
“Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang Penanggung mengikatkan diri kepada seorang Tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan di deritanya karena suatu peristiwa yang taktertentu”
Pasal 1 angka (1) UU No.2 Tahun 1992 tentang Perusahaan Peransurasian
“Asuransi atau pertanggungan a/ perjanjian antara 2 (dua) pihak / lebih, dengan mana Penanggung mengikatkan diri kepada Tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada Tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak kedua yang mungkin akan diderita Tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Pasal 246 KUHD : Lebih menekankan pada asuransi kerugian tidak termasuk asuansi jiwa dan asuransi sosial
UU No.2 / 1992 : Lingkupnya lebih luas, meliputi Asuransi Kerugian (Loss Insurance), Asuransi Jiwa (life Insurance) dan Asuransi Sosial (Social Security Insurance)
Asuransi Kerugian
1.      Perilindungan terhadap harta kekayaan sesseorang / B.H.
2.      Benda Asuransi
3.      Risiko Yang Ditanggung
4.      Premi Asuransi
5.      Ganti Kerugian
Asuransi Jiwa
1.    Perlindungan terhadap keselamatan seseorang
2.    Jiwa Seseorang
3.    Risiko Yang Ditanggung
4.    Premi Asuransi
5.    Santunan sejumlah uang
6.    Pengembalian (refund)
Asuransi Sosial
1.    Perlindungan terhadap keselamatan seseorang
2.    Jiwa dan Raga Seseorang
3.    Risiko Yang Ditanggung
4.    Iuran Asuransi
5.    Santunan sejumlah uang
SUBJEK ASURANSI :
·         Penanggung (Insurer) ; Perusahaan asuransi yang berbentuk badan hukum PT / Persero / Koperasi.
·         Tertanggung (The Insured) ; Manusia perseorangan / Badan Hukum
OBYEK ASURANSI :
·         Asuransi Kerugian ; Harta kekayaan dan kepentingan yang melekat atas harta kekayaan.
·         Asuransi Jiwa ; Jiwa manusia yang menyatu pada badannya.
·         Asuransi Sosial ; Jiwa dan raga manusia.
·         Termasuk ; Premi / Iuran asuransi, jumlah uang ganti kerugian / santunan yang dibayarkan kepada Tertanggung
PRINSIP-PRINSIP ASURANSI

  1.     .   Prinsip Kepentingan (Insurable Interest)
  2.     .  Prinsip Jaminan (Indemnity)
  3.       . Prinsip Kepercayaan (Trustfull)
  4.    ..    Prinsip Itikad Baik (Good Faith)
Prinsip Jaminan (Indemnity)
Ø  Follow-up dari prinsip kepentingan yg legal menimbulkan jaminan dari Penanggung
Ø  Jaminan ada bila ada kerugian
Ø  Tertanggung hanya akan memperoleh ganti rugi maksimal sebesar kerugian yg dideritanya untuk mengembalikan ke kedudukannya semula sebelum ditimpa bahaya
Ø  Jika terdapat kesulitan dalam menetapkan nilai pertanggungan maka menggunakan harga persetujuan (Agreed Value)
Prinsip Kepentingan (Insurable Interest)
1.      Tertanggung memiliki kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan
2.      Kepentingan dapat dipertanggungkan
3.      Kepentingan harus legal (dibuktikan dengan surat-surat resmi)
Prinsip Kepercayaan (Trustfull)
l  Kepercayaan atas keterangan yg diberikan oleh Tertanggung perihal seluk beluk barang yg akan ditutup asuransinya.
l  Pemberitahuan seluk beluk barang dituliskan oleh Tertanggung di dalam formulir surat permintaan penutupan asuransi yg disediakan oleh Penanggung.
Prinsip Itikad Baik (Good Faith)  Melindungi kepentingan Penanggung dari Penyimpangan Trustfull

  •       Penanggung dapat membatalkan polis sekalipun premi telah dibayarkan, bahkan sekalipun barang telah menderita kerugian
  •        Itikad baik harus juga ada di pihak P, dgn memberitahukan dan menjelaskan luas jaminan dan hak-hak pihak T.
Pasal 251 Semua pemberitahuan yg keliru / tidak benar, / semua penyembunyian keadaan yg diketahui oleh T, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yg sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, / tidak diadakan dgn syarat2 yg sama, bila P mengetahui keadaan yg sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal
PENGATURAN HUKUM ASURANSI
SEGI HUKUM PERDATA :
Sumber Hukum Perdata yang mendasari Asuransi :
l  Asas Kebebasan Berkontrak
 Dibuat tertulis dalam bentuk akta (Polis)     
l  Perundang-undangan bidang hukum Perdata
1.      KUHPdt (Pasal 1320; syarat sahnya perjanjian)
2.      KUHD (Pasal 251; syarat pemberitahuan)
3.      UU No.9/1969 tentang BUMN & P.Pel.
4.      UU No.1/1995 tentang PT & P.Pel.
5.      UU No.5/1960 tentang Ketentuan2 Pokok Agraria & P.Pel.
6.      UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen & P.Pel.
SEGI HUKUM PUBLIK
Perundang-Undangan Asuransi :
l  UU No.2/1992 dan PP No.73/1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
l  UU No.2/1999 tentang Asuransi Sosial
l  UU No.33/1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang jo. PP No.18/1965
l  UU No.3/1992 tentang Jamsostek jo. PP No.18/1990
l  PP No.69/1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya.
Perundang-Undangan Administrasi Negara :
l  UU No.3/1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
l  UU No.12/1985, UU No.7/1991, UU No.8/1991 tentang Perpajakan
l  UU No.7/1992 jo. UU No.10/1998 tentang Perbankan
l  UU No.8/1997 tentang Dokumen Perusahaan.
l  Aspek Pidana Hukum Asuransi
l  Pasal 381 KUHP
            Barang siapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan sehingga disetujui perjanjian, hal mana tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya tidak dengan syarat-syarat yang demikian, jika diketahuinya keadaan-keadaan sebenarnya diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
l  Pasal 382 KUHP
            Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. atas kerugian penanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah. menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu barang yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran, atau mengaramkan. mendamparkan. menghancurkan, merusakkan. atau membikin tak dapat dipakai. kapal yang dipertanggungkan atau yang muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, ataupun yang atasnya telah diterima uang bode- merij diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
l  *bodemerij = pertanggungan barang
Pasal 21 UU No.2/1992 tentang Usaha Perasuransian
1)        Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan kegiatan usaha perasuransian tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
2)        Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3)        Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak, kekayaan Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
4)        Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan, atau menjual kembali kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang-barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
5)        Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 23 UU No.2/1992
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 adalah kejahatan.
Pasal 24 UU No.2/1992
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan oleh atau atas nama suatau badan hukum atau badan usaha yang bukan merupakan badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan terhadap badan tersebut atau terhadap mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana itu maupun terhadap kedua-duanya.
KLASIFIKASI ASURANSI
Menurut Sifat Perikatan :
n Asuransi Sukarela (Voluntary) à Perjanjian
n Asuransi Wajib (Compulsary) à UU
Menurut Jenis Usaha : (diatur dalam UU Asuransi)
§ Asuransi Kerugian (Loss Insurance)
§ Asuransi Jiwa (Life Insurance)
§ Reasuransi (Reinsurance)
§ Asuransi Sosial (Social Security Insurance
Menurut Jenis Risiko :
  • Asuransi risiko perseorangan (personal lines)
  • Asuransi risiko usaha (commercial lines)
Antara Penanggung dan Tertanggung harus ada perikatan, baik karena perjanjian maupun karena undang-undang.
Karena Perjanjian ; sifatnya sukarela (voluntary), terdapat pada Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.
Karena Undang-Undang ; sifatnya wajib (compulasary), terdapat pada Asuransi Sosial.
TUJUAN ASURANSI :
1.      Secara umum bertujuan memberikan perlindungan (protection) terhadap harta kekayaan, jiwa dan/atau raga manusia dari ancaman bahaya atau peristiwa yang tidak pasti dan sebelumnya tidak dapat diketahui akan terjadi.
2.      Perlindungan tersebut berupa pengalihan resiko
RISIKO
EVENEMEN ;
Peristiwa tidak pasti, yang menurut pengalaman manusia normal tidak dapat dipastikan terjadi, atau walaupun sudah pasti terjadi, saat terjadinya itu tidak dapat ditentukan dan juga tidak diharapkan akan terjadi
Jenis Evenemen :
n  Evenemen Ekonomi
n  Evenemen Alam
n  Evenemen Manusiawi
RISIKO (Risk) ;
Ancaman bahaya atau peristiwa yang tidak pasti terjadi terhadap objek asuransi milik Tertanggung.
n  Risiko Murni (pure risk)
n  Dalam hubungannya dengan kerugian, istilah “murni” berarti hanya memberi peluang kerugian bukan peluang keuntungan. Apabila terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian, maka risiko murni sungguh-sungguh menjadi kerugian. Tetapi apabila tidak terjadi evenemen tidak menimbulkan kerugian dan tidak pula memberikan keuntungan.
n  Risiko Spekulatif (speculative risk)
n  Dalam hubugan dengan kerugian istilah “spekulatif” menunjukkan 2 kemungkinan peluang yaitu peluang mengalami kerugian dan peluang memperoleh keuntungan.
n  Risiko Perseorangan (individual risk)
Risiko perseorangan banyak dialami seseorang dalam kehidupan sehari-hari dlm hubungannya dengan hak milik, kemampuan kerja, kegiatan bisnis, pemeliharaan kesehatan, dll.
n  Risiko Pribadi adalah risiko yg mengurangi atau menghilangkan kemampuan diri seseorang untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan.
n  Risiko Harta
            Harta yang dimiliki seseorang dapat hilang, rusak, hancur karena bahaya atau peristiwa tidak pasti (evenemen).
n  Kerugian harta dapat terjadi secara langsung (direct losses) dan tidak langsung (indirect losses).
n  Kerugian langsung a/ kerugian karena hilang atau lenyapnya nilai uang yg diinvestasikan pada harta tersebut dan biaya yang digunakan untuk menggantinya. disebut juga kerugian asal (original loss)
n  Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang timbul akibat terjadinya kerugian asal.
n  Risiko tanggung gugat timbul karena tanggung jawab terhadap kerugian pihak lain. Artinya jika pihak lain menderita kerugian akibat perbuatan seseorang, maka orang tersebut wajib membayar ganti kerugian yang timbul akibat perbuatannya itu.
Risiko yg bagaimana yg dapat diasuransikan? kriteria sbb : (Robert Mehr)
n  Dapat dinilai dengan uang;
n  Harus risiko murni;
n  Kerugian timbul akibat bahaya atau peristiwa tidak pasti;
n  Tertanggung harus memiliki insurable interest;
n  Premi yang ditetapkan cukup wajar;
n  Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
PREMI ASURANSI
  Premi merupakan kewajiban pokok yang wajib dipenuhi oleh Tertanggung kepada Penanggung
  Premi tidak dibayar, asuransi dapat dibatalkan (voidable) / asuransi tidak berjalan
  Premi dibayar, risiko atas obyek asuransi beralih kepada Penanggung
  Premi merupakan kunci perjanjian asuransi
  Besarnya jumlah premi ditentukan berdasarkan : penilaian risiko yang dipikul oleh Penanggung atau kesepakatan bersama
  Premi dapat dituntut pengembaliannya, jika asuransi gugur atau batal (Pasal 281 KUHD) à sesuai Asas keseimbangan (idemnity) dan rasa keadilan.
  Premi Restono : Premi yang dikembalikan Penanggung
GANTI KERUGIAN
Untuk menentukan ada ganti kerugian, perlu diperhatikan terlebih dahulu :
n  apakah evenemen yg telah terjadi itu adalah evenemen yg ditanggung oleh Penanggung dan dicantumkan dalam polis.
n  apakah kerugian yg timbul itu justru akibat evenemen yg telah terjadi dan tercantum dalam polis.
Antara evenemen yg terjadi dan kerugian yg timbul ada hubungan kausal (sebab-akibat).
Jika timbul kerugian karena terjadi beberapa evenemen, yang sebagian evenemen tersebut termasuk beban Penanggung  dan sebagian lagi bukan beban Penanggung, bagaimana cara memecahkan masalah tersebut ?
Menurut hukum asuransi Indonesia :
  1. Berdasarkan ketentuan pasal2 tertentu dlm KUHD yg mengatur masing2 jenis asuransi.
  2. Menentukan satu demi satu evenemen yg menjadi beban Penanggung di dalam polis.
  3. Dengan janji khusus yang disebut klausula all risks yang dicantumkan dengan tegas di dalam polis.
Menurut hukum asuransi di Inggris :
yg dijadikan pegangan a/ evenemen yg paling dekat dengan kerugian yang timbul (proximate cause).
Pasal 55 Marine Insurance Act 1906 : “He is not liable of any loss which is not proximately caused by a peril insured against”.
(evenemen yang menjadi sebab timbulnya kerugian adalah evenemen yang langsung menimbulkan kerugian itu.
Contoh :
n  Sebuah kapal nelayan Inggris diasuransikan terhadap bahaya pembajakan di laut.
n  Kapal nelayan tersebut menangkap ikan diperairan perbatasan dgn Belanda. Karena dikejar oleh bajak laut kapal tersebut lari memasuki parairan Belanda guna menyelamatkan diri dari pembajakan.
n  Kemudian kapal nelayan itu ditangkap dan dirampas oleh penguasa Belanda.
n  Asuransi di Inggris menentukan, yang menjadi sebab terdekat dengan kerugian (proximate cause) adalah perampasan kapal oleh penguasa Belanda, bukan perbuatan bajak laut yang mengejar kapal itu, dan bukan pula perbuatan nahkoda yang mengubah arah ke perairan Belanda. Oleh karena itu, Penanggung tidak bertanggung jawab membayar klaim Tertanggung.
n  Asas keseimbangan (indemnity principle) mempunyai arti penting apabila terjadi evenemen yg menimbulkan kerugian.
n  Kerugian yg harus diganti seimbang dgn risiko yang ditanggung oleh Penanggung.
n  Jika risiko atas benda asuransi hanya sebagian dialihkan kpd Penanggung, maka Penaggung wajib membayar ganti kerugian hanya sebagian pula dari kerugian yg timbul.
n  Yg menjadi pedoman dlm perhitungan adalah perbandingan antara jml risiko yg dialihkan dan jumlah risiko yg tidak dialihkan dikalikan dengan kerugian sesungguhnya.
Contoh :
benda asuransi bernilai Rp.100 juta, diasuransikan Rp.80 juta, terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian     Rp.50 juta.
Berapakah kerugian beban Penanggung dan Tertanggung ?
         Perbandiangannya = 80:20
         Jumlah perbandingan = 100
         Jumlah kerugian beban Penanggung = 80/100 x Rp 50 juta = Rp 40 juta
      Jumlah kerugian beban Tertanggung karena tidak diasuransikan = 20/100 x Rp 50 juta = Rp 10 juta
Ø  Dalam asuransi kerugian, sobrogasi penting untuk diperhatikan.
Ø  Subrogasi bertujuan untuk mencegah memperoleh keuntungan berlipat ganda yang bertentangan dengan asas keseimbangan, atau memperkaya diri tanpa hak,
Ø  Apabila Tertanggung telah mendapat ganti kerugian dari Penanggung, dia tidak boleh lagi mendapatkan hak dari pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian itu.
Ø  Atau dalam asuransi dengan nilai penuh, Tertanggung yang telah memperoleh penggantian tidak berhak lagi atas objek asuransi yang masih ada.

apakah kerugian beban Penanggung dan Tertanggung ?
Contoh :
n  Indonesia mengasuransikan Satelit Palapa B2P 75 (tujuh puluh lima juta) dollar AS yang diluncurkan ke ruang angkasa agar masuk garis orbitnya.
n  Setelah diluncurkan, Palapa B2P tidak measuk garis orbit sehingga mengapung saja di ruang angkasa.
n  Indonesia mengklaim Perusahaan Asuransi yg bersangkutan dan klaim dibayar penuh. Tetapi Palapa B2P menjadi milik Perusahaan
n  Asuransi berdasarkan hak subrogasi, yang kemudian dapat ditarik lagi ke bumi.
n  Kerusakan barang dapat merupakan kerusakan sebagian (partial loss) atau kerusakan seluruhnya (total loss)
n  Total Loss dapat dibedakan ke dalam :
            1. Actual total loss
            2. Constructive total loss, dan
            3. Presumed total loss (dianggap hilang)
n  Kasus :
n  Mobil terbakar musnah dan tinggal kerangkanya saja, kapal udara jatuh hingga pecah berkeping-keping, semen dalam kantong kertas basah kuyup oleh hujan hingga membantu, gula dalam karung jatuh ke sungai hingga larut menjadi air.
n  Mobil menabrak benda keras hingga mengalami rusak berat, tetapi masih ada harganya, lalu mobil itu ditarik ke bengkel dan diresparasi.
n  Barang jatuh ke laut dan tenggelam kemudian tidak ditemukan lagi
n  Kapal udara melakukan pendaratan darurat yang menyebabkan rodanya patah (rusak)
n  Pengalihan & Pelepasan Hak
n       Pengalihan Hak (Subrogasi)
n  Terjadi bila T telah memperolah ganti rugi dari P atas kerugian yg diderita o/ barangnya yg diasuransikan.
n  Hak yg dialihkan a/ hak untuk menuntut pihak ke3 yg mungkin menyebabkan kerugian atau yg bertanggung jawab atas kerugian yg diderita oleh P
n  Diwujudkan secara tertulis (surat subrogasi) sehingga P mempunyai kekuatan hukum untuk menuntut pihak ketiga
n  Terjadi dalam peristiwa Partial Loss dan Total Loss
Pelepasan Hak (Abandonmen)
n  T melepaskan hak atas sisa barang yg diasuransikan (bila masih ada sisanya), atau melepaskan hak atas barang yg hilang kepada P bila P telah membayar ganti rugi kepada T sebesar maksimal harga pertanggungan yg tercantum dalam polis
n  Terjadi dalam peristiwa Total Loss
n  Atas barang yg di abandonmen o/ T kepada P, maka P berhak mencari barang yg hilang itu, bila ditemukan, maka P berhak menjualnya untuk menutup ganti rugi yg telah dibayarnya kepada T
n  Penemuan Kembali (Recovery) Barang yg Hilang
n  Syarat harga pertanggungan : 1) Insured value dan 2) Agreed value
n  Insured value : ganti rugi yang dibayar o/ P kepada T sesuai dengan kerugian yang sebenarnya (harga barang yang sebenarnya) diderita oleh tertanggung
n  Agreed value : ganti rugi yang dibayar o/ P kepada T sebesar harga pertanggungan tanpa mengindahkan apakah kerugian yang sebenarnya diderita oleh tertanggung lebih besar atau lebih kecil dari harga pertanggungan.
n  Jika harga jual barang yang ditemukan oleh P lebih besar dari ganti rugi dan biaya-biaya menemukannya, maka kelebihannya itu diatur menurut syarat harga pertanggugan (Insured value atau Agreed value).
n  Insured Value
            Kelebihan harga jual harus diserahkan o/ P kepada T karena yg boleh ditahan o/ P maksimal sebesar ganti rugi yang telah dibayarnya kepada T ditambah dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menemukan barang yang hilang tersebut.
n  Agreed Value
            Kedua belah pihak berhak atas recovery menurut perbandingan penyertaannya masing-masing dalam pertanggungan.
n  Kondisi Pertanggungan
n  Kondisi Pertanggungan merupakan ketentuan2 yg harus dipenuhi o/ pihak-pihak yg terlibat dalam perjanjian asuransi.
n  Kondisi pertanggungan terdiri dari :
            1) Imlied Condition
            2) Express Condition
n  Implied Condition, merupakan prasyarat supaya perjanjian asuransi sah (250 KUHD), yg merupakan prinsip utama dalam asuransi (insurable interest (kepentingan), idemnity (jaminan), trustfull (kepercayaan), goodfaith (itikad baik))
            Implied condition tidak dicantumkan dalam polis tetapi harus dipenuhi lebih dahulu
n  Express Condition, merupakan kondisi2 pertanggungan yg disepakati o/ kedua belah pihak dan dicantumkan dalam polis.
n  Meliputi :
1.      data dan keterangan serta fakta interest yg diberitahukan oleh T
2.      risiko-risiko yang ditanggung oleh polis dan risiko-risiko yang dikecualikan (tidak ditanggung)

3.      jangka waktu pertanggungan berlaku, dsb.