Translate

Minggu, 12 Mei 2013

Status Hukum internasional Indoneisa


Hukum Internasional
Mengenai bagaimana kedudukan Hukum Internasional Indonesia saya akan membahasnya disini , Apapun paham yang merepresentasikan wajah sistem hukum Indonesia, sebenarnya para ahli Hukum Internasional ketika pada awalnya meneliti hal ini tidak mempertimbangkan konteks hukum nasional  negara per negara dalam menentukan apakah Hukum Internasional dan hukum nasional itu adalah satu sistem hukum atau dua. Mereka tidak mempertimbangkan apakah tiap negara dengan kontekstualitas masing-masing itu menganut dualisme ataupun monisme karena dalam pemikiran mereka hanya ada satu paham yang benar untuk semua negara. Ini karena paham mengenai monisme dan dualisme adalah paham yang filosofis dan tidak harus memiliki konsekuensi praksis karena toh tiap negara berdaulat memegang kedaulatannya masing-masing dan Hukum Internasional itu diakui dunia terlepas dari ada atau tidak adanya paham yang disebut sebagai monisme dan dualisme.
Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia.
Sistem hukum di Indonesia sayangnya belum mengindikasikan apakah menganut monisme, dualisme atau kombinasi keduanya. Akan tetapi menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja secara jelas membacanya bahwa Indonesia mengarah pada monisme primat hukum internasional
UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yang diharapkan serta dapat memberi pandangan tentang hukum internasional ini ternyata tidak terlalu tegas menjawab pernyataan tentang status perjanjian internasional dalam hukum nasional. Ketidaktegasan ini disebabkan oleh beberapa factor yang mewarnai proses penyusunan UU, yaitu:
1. Perumus UU ini dipengaruhi oleh pemikiran yang berkembang saat ini melalui pandangan Prof. Mochtar Kusumaatmajaya yang mengindikasikan bahwa Indonesia menganut aliran monism primat hukum internasional.
2. UU ini hanya merupakan kodifikasi dari praktik Negara RI tentang pembuatan perjanjian Internasional yang sebelumnya dilandaskan pada Surat Presiden RI No. 1826/HK/1960 kepada DPR tentang pembuatan perjanjian dengan Negara lain.
3.  Dunia akademis pada waktu itu tidak atau belummenyediakan jawaban/doktrin tentang hubungan internasional maupun nasional.
4. Juriprudensi Indonesia belum member kontribusi untuk teridentifikasikan persoalan ini sehingga nyaris bukan merupakan persoalan juridis yang perlu perhatian perumus UU ini.
Dalam praktik Indonesia, sekalipun suatu perjanjian internasional telah diratifikasikan dengan UU, masih dibutuhkan adanya UU lain untuk mengimplementasikan pada domain hukum nasional, misalnya UNCLOS 1982 yang diratifikasikan oleh UU No.17/1985 tetap membutuhkan adanya UU No.6/1996 tentang perairan. Dalam hal ini sistem hukum Indonesia tidak terlalu mengkonstruksikan secara tegas tentang perbedaan antara ratifikasi dalam dimensi hukum internasional dengan ratifikasi dalam dimensi hukum nasional. Sedangakan  dalam UU No.24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional awalnya disusun untuk mengatur secara terperinci soal posisi perjanjian internasional dalam sistem hukum Indonesia. Akan tetapi, lagi-lagi politik hukum yang diambil juga belum jelas. Ada sisi monisme dan dualisme dalam UU tersebut. Terkait soal pengesahan (ratifikasi) misalnya, Pasal 9 menyebutkan bahwa: “Pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah RI dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut (ayat 1); Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. (ayat 2).”
Dengan memperhatikan hal diatas, saya kira pada kenyataannya negara-negara pasti menerima prinsip-prinsip fundamental Hukum Internasional seperti kedaulatan dan pacta sunt servanda karena ini adalah prasyarat agar mereka dapat diterima untuk bergaul di dunia internasional. Namun, terhadap norma-norma Hukum Internasional yang baru dan terhadap perjanjian internasional, terserah mereka untuk menerima atau menolaknya. 
Walaupun suatu negara menganut monisme tetap saja ada filter transformasi hukum yang mereka berlakukan sehingga tidak dapat otomatis suatu aturan Hukum Internasionl dianggap berlaku begitu saja. Alasannya paling tidak ada dua, pertama karena tiap-tiap negara memiliki kedaulatan sehingga tiap-tiap norma baru dalam Hukum Internasional dapat mereka tolak atau mereka terima melalui pengakuan atasnya jadi untuk itu menurut pendapat saya bahwa Indonesia menganut paham dualisme dalam perkembangannya cendrung menuju paham monisme dengan primat hukum inetrnasional serat pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.

Rabu, 01 Mei 2013

Hukum Acara Perdata

HUKUM ACARA PERDATA
Pengertian Hukum Acara Perdata
Prof. Dr. Sudikno mertokusumo, SH
Hukum Acara Perdata adalah peraturan Hukum yang mengatur bagaimana cara ditaatinya Hukum perdata materiil dengan peraturan hakim. Lebih kongkrit dikatakan bahwa Hukum Acara Perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa, memutuskan, dan pelaksanaan daripada putusannya.
Retnowulan
Hukum Acara Perdata Hukum Perdata Formil adalah kesemuanya kaidah Hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam Hukum Perata Materiil.
R. Soesilo
Hukum Acara Perdata /Hukum Perdata Formal yaitu kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang menetapkan cara memelihara Hukum perdata material karena pelanggaran hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari Hukum perdata material itu, atau dengan perkataan lain kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada melangsungkan persengketaan dimuka hakim perdata, supaya memperoleh suatu keputusan daripadanya, dan selanjutnya yang menentukan cara pelaksaan putusan hakim itu.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
1.      HAKIM BERSIFAT PASIF/MENUNGGU
2.      MENDENGARKAN KEDUA BELAH PIHAK
3.      TIDAK BOLEH MEMIHAK
4.      PERADILAN CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN
5.      PERADILAN YANG BEBAS DARI INTERVENSI
6.      TERBUKANYA PERSIDANGAN
7.      BERACARA DIKENAKAN BIAYA
8.      TIDAK ADA KEHARUSAN UNTUK MEWAKILKAN
SUMBER HUKUM
  1. UUD 1945
  2. HIR (Stb 1941 No. 44), Rbg (Stb 1927 No. 227)
  3. KUH PERDATA (BW)
  4. UU No. 5/2004 Tentang MA
  5. UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
  6. UU No. 8/2004 Tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan UU No. 49/2009
  1. UU No. 9/2004 Tentang PTUN sebagaimana telah diubah dengan UU No. 51/2009;
  2. UU No. 7/1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan UU No. 50/2009;
  3. UU No. 1/1974 Tentang Perkawinan;
  4. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak;
  5. UU No. 23/2004 tentang PKDRT;
  6.  Yurisprudensi;
  7.  SEMA Tentang Surat Kuasa Khusus No. 2/1959 Jts No. 5/1962, No. 10/1964, 01/1971
-         SEMA No. 2/1962 tentang cara pelaksanaan sita atas barang-barang tidak bergerak.
-         SEMA No. 2/1964 Jo No. 4/1975 tentang Penghapusan Sandera (Gijzeling)
-        SEMA No. 9/1964 tentang Putusan Verstek
-        SEMA No. 4/2001 tentang Putusan Serta Merta dan Putusan Provisionil
-        SEMA No. 3/2002 tentang Penanganan perkara yang berkaitan dengan  Nebis In Idem
-        PerMA No. 1/2000 tentang Lembaga Paksa Badan
-        PerMA No. 1/1980 tentang PK
-        PerMA No. 1/2001 tentang Kasasi Perkara Perdata yang tidak memenuhi persyaratan formil.

Untuk mengetahui perbedaan  yang jelas antara keduanya dpat dilihat dari beberapa segi yaitu:
·         Pihak yang berperkara
·         Aktivitas pengadilan yang memeriksa perkara.
·         Kebebasan pengadilan
·         Kekuatan mengikat putusan pengadilan.
Pada dasarnya setiap orang yang merasa mempunyai hak dan ingin menuntutnya/mempertahankannya /ingin membelanya baik selaku penggugat maupun tergugat.
PROSES GUGATAN
A.Isi dari suatu gugatan:
1.      Identitas para pihak
2.      Fundamentum petendi
a.uraian peristiwanya
b.alasan –alasan hukum
3.Petitum(tuntuan)
B.Pihak-piahak ynag berperkara sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yaitu:
·         Pihak pengugat
·         Pihak tergugat
Suatu gugatan di pengadilan akan berhasil dengan baik bila memenuhi syarat :
a)      Mempunyai hak
b)      Beralsan
c)      Ada kepentingan
Pengadialan dapat saja tidak mengabulkan gugatan jika:
a)      Gugatan tidak sesuai hukum
b)      Pengugat menuntut kerugian tetapi kenyataanya tidak
Suatu gugatan ada kemungkinan dinyatakan tidak dapat diterima (NO) karena Error In Persona apabila :
1.      Diskulifikasi in persona yaitu orang yang belum dewasa, dibawah pengampuan
2.      Genis aanhoedaning heid yaitu orang yang dijadiakn tergugat ternyata keliru
3.      Plurium litis consortium yaitu yang dijadikan tergugat tidak lenkap.
Obscuur Libel yaitu gugatan tidak jelas atau kabur, hal ini terjadi karena :
1.      Fundamentum Petendi (Posita) tidak menjelaskan dasar hukum dan fakta-fakta yang menjadi dasar gugatan.
2.      Objek yang disengketakan tidak jelas.
3.      Penggabungan beberapa gugatan yang sebenarnya berdiri sendiri.
4.      Saling bertentangan antara posita dan petitum.
5.      Petitum tidak terinci.
Nebis In Idem atau Execeptio Rei Judicatae :
  1. Apa yang digugat sudah pernah diperkarakan.
  2. Sudah ada putusan yang In Kracht yang sifatnya positif yaitu menolak atau mengabulkan gugatan.
  3. Objek perkara sama
  4. Subjek perkara sama
  5. Materi pokok perkara sama.
Gugat Prematur
Gugatan belum dapat diajukan karena ada faktor-faktor yang menangguhkannya. Contoh : gugatan wan prestasi belum bisa diajukan karena utang belum jatuh tempo.
Rei Judicata Deductae
Gugatan tidak dapat dilakukan karena ada kaitannya dengan pemeriksaan pengadilan lain misal :
  1. Perkara yang diajukan sudah pernah diajukan tetapi belum diputus
  2. Proses masih berlangsung di tingkat banding atau kasasi
Gugatan perwakilan  (class action)
  1. UU No. 32Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
  2. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  3. UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup (Ps. 37  ayat (1) UU No. 23/1997)
Ps. 46 ayat (1) UU No. 8/1999
Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh :
  1. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan .
  2. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
  3. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Ps. 71 UU No. 41/1999 menyebutkan:
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.
PERMA No. 1 Tahun 2002  tentang acara gugatan perwakilan kelompok
MA mendefinisikan gugatan perwakilan kelompok sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta dan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Keuntungan :
  1. Putusan hakim yang saling bertentangan dapat dihindari.
  2. Pelaku pelanggaran akan semakin hati-hati  karena berhadapan dengan banyak orang.
  3. Proses jauh lebih murah dan mudah.
Pengecualian asas Actor Sequitur Forum Rei
·         Gugatan diajukan pada pengadilan negeri tempat kediaman penggugat, apabila tempat tinggal  tergugat tidak diketahui;
·         Apabila tergugat terdiri dari 2 orang atau lebih gugatan diajukan pada tempat tinggal salah seorang dari para tergugat, terserah dari pilihan penggugat, jadi penggugat yang menentukan dimana ia akan mengajukan gugatannya;
·         Akan tetapi dalam ad 2 di atas, apabila pihak tergugat ada 2 orang, yaitu yang seorang adalah yang berhutang dan yang lain penjaminnya, maka gugatan harus diajukan ke pengadilan negeri pihak yang berhutang;
·         Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tidak dikenal, gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tingal penggugat atau salah seorang dari penggugat;
·         Dalam ad 4 di atas apabila gugatan mengenai benda tetap, dapat juga diajukan kepada ketua pengadilan negeri dimana benda tetap itu terletak. Gugatan harus mengenai benda tetap, artinya untuk mendapatkan benda tetap tersebut bukan gugatan mengenai pembayaran uang sewa dari benda tetap tersebut;
·         Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal yang dipilih dalam akta tersebut. Pemilihan domisili ini hanya merupakan hak istimewa yang diberikan kepada penggugat. Apabila penggugat mau ia dapat mengajukan gugatan di tempat tinggal tergugat.
INTERVENSI
Pasal 279 s/d 282 Rv                 voging/menyertai         
                                                          Menengahi        syarat              kepentingan hukum

Pencabutan dan Perubahan Gugatan
GUGATAN              blum diketahui tergugat                                                                 
                                     Sudah diketahui tergugat                 kepentingsn hukum
 Apakah penggugat boleh mengadakan perubahan gugatan?
Menurut pasal 127 Rv perubahan daripada gugatan dibolehkan sepanjang pemeriksaan perkara asal saja tidak mengubah atau menambah “het onderwerp van den eisch” (petitum, pokok tuntutan)  pengertian “het onderwerp van den eisch” ini dalam praktek meliputi juga dasar daripada tuntutan, termasuk peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar tuntutan. Jadi yang tidak boleh diubah termasuk menambah adalah dasar tuntutan.
Dengan demikian pengertian mengubah surat gugatan yang dibolehkan itu adalah jika tuntutan yang dimohonkan pengubahan itu tetap berdasarkan hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan semula. Jadi pengubahan yang dimaksud tidak mengubah kejadian materil yang menjadi dasar gugatan.
Contoh perubahan gugatan yang dibolehkan :
Penggugat dalam gugatannya menuntut agar memutuskan perjanjian antara kedua belah pihak dengan disertai ganti rugi atas dasar tergugat wanprestasi. Kemudian diubah oleh penggugat agar tergugat memenuhi perjanjian ditambah ganti rugi, dalam hal ini baik sebelum maupun sesudah diubah dasar gugatan tetap sama yaitu wanprestasi
Contoh perubahan gugatan yang dilarang
Penggugat menuntut dalam gugatannya agar tergugat diperintahkan mengembalikan uang pembelian yang sudah dibayar dengan mengembalikan barang yang sudah dibeli kepada tergugat atas dasar barangnya terdapat kerusakan yang tersembunyi. Kemudian penggugat mengubah gugatannya sehingga penggugat menuntut agar barang tetap berada ditangannya dan tergugat diperintahkan mengembalikan sebagian uang pembelian yang telah dibayarkan kepadanya oleh penggugat atas dasar barangnya terdapat kerusakan tersembunyi.
Jawaban


Konpensi          eksepsi          rekonpesi


Prsesuiul (menyangkut acara)                  materil
Rekonpensi tidak dapat diajukan dalam hal :
  1. Jika penggugat konpensi bertindak karena suatu kualitas (kedudukan) misal sbg wali, sedangkan tuntutan rekonpensi justru mengenai diri penggugat konpensi bukan dalam kedudukan sbg wali atau sebaliknya,
  2. Jika pengadilan negeri yang memeriksa tuntutan konpensi dari penggugat asli tidak berwenang memeriksa tuntutan rekonpensi itu
  3. Dalam perkara perselisihan tentang eksekusi.
  4. Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugat balasan, maka dalam tingkat banding tidak boleh pula diajukan gugat balas (rekonpensi).
-        Putusan Gugur (Ps. 126 HIR)
-        Putusan serta merta Ps. 180 ayat (1) HIRSEMA No. 4/2001
-        Putusan Verstek Ps. 125 HIR & SEMA No. 9/1964
Syarat Uit voerbaar bij vooraad :
  1. Adanya surat autentik yang menurut UU bernilai bukti
  2. Adanya putusan yang sudah inkrach van gewijde.
  3. Adanya tuntutan provisionil yang dikabulkan.
  4. Sengketa mengenai hak milik
Contoh tuntutan provisionil
  1. Dalam perkara sengketa merk dagang
  2. Dalam perkara penggusuran lahan/pekarangan
  3. Dalam perkara perceraian.
Syara tputusan verstek Ps. 125 ayat (1) HIR
  1. Tergugat atau para tergugat tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan;
  2. Tergugat atau para tergugat tidak mengirimkan wakilnya/kuasanya yang syah untuk menghadap;
  3. Tergugat atau para tergugat telah dipanggil secara patut;
  4. Petitum tidak melawan hak;
  5. Petitum beralasan;
Apabila  syarat 1,2,3 dipenuhi akan tetapi petitumnya ternyata melawan hak atau tidak beralasan, maka meskipun perkara diputus dengan verstek, gugatan ditolak. Tetapi apabila syarat 1,2,3 dipenuhi akan tetapi ternyata ada kesalahan formil dalam gugatan, maka gugatan dinyatakan tidak diterima (NO = Niet Ontvankelijk verklaard). Gugatan dinyatakan NO apabila gugatan tidak bersandarkan hukum yaitu jika peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan (diluar pokok perkara). Gugatan ditolak jika gugatan itu tidak beralasan yaitu apabila tidak diajukan peristiwa-peristiwa yang membenarkan tuntutan (mengenai pokok perkara).


Upaya menjamin hak

                                           Penyitaan                  tujuanya


Conservatoir beslag          revindivatoir beslag
Penggugat dijamin haknya dan putusan tersebut dapat dilaksanakan (Eksecutabel
Akibat hukum penyitaan (Ps. 199 HIR)
Terhitung sejak sita dilaksanakan, di daftar, diumumkan, maka sejak saat itu tersita tidak dapat lagi :
v  memindahkan barang tersita pada orang lain
v  Membebankan
v  Menyewakan
Perjanjian yang bertentangan dengan larangan tersebut tidak dapat dijadikan dasar perlawanan dalam penyitaan.