Translate

Minggu, 13 Januari 2013

Penegakan Hukum lingkungan Hidup


Penerapan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia
Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun 2009 melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan (pasal 84 ayat 1).Pada bagian kedua tentang penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup diluar pengadilan,dikatakan pada pasal 85 (1) bahwa Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan  mengenai :
  1. Bentuk dan besarnya ganti rugi;
  2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
  3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
  4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Bentuk-bentuk penyelesaian lingkungan hidup diluar pengadilan ini menganut konsep Alternative Dispute Resolution (ADR),yang dilakukan dalam wujud mediasi ataupun arbritasi.Dan pada bagian inilah peran Polri dapat masuk dan ikut serta menjadi seorang mediator dalam pelaksanaan mediasi.Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa ini memang memperkenankan untuk hadirnya orang ketiga sebagai penengah dan bukan penentu kebijakan.
Sedangkan penyelesaian sengketa melalui peradilan diatur pada bagian ketiga UU No 32 Tahun 2009 dan terdiri dari :                      
  1. Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
  2. Tanggung Jawab Mutlak
  3. Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah
  4. Hak Gugat Masyarakat
  5. Hak gugat Organisasi Lingkungan Hidup
  6. Gugatan Administratif 


Akan tetapi dibalik ini semua,UU No 32 Tahun 2009 mengenal apa yang dinamakan asas Ultimum Remedium,yakni mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil.Yang mana penerapan asas ini,hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu,yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah,emisi,dan gangguan.
Jika dilihat dari penerapan hukum secara perdata,Hak gugat pemerintah dan pemerintah daerah,hak gugat masyarakat dan hak gugat organisasi lingkungan hidup merupakan bentuk-bentuk pengamalan konsep axio popularis,class action dan legal standing.Konsep-konsep ini merupakan terobosan hukum yang sangat baik dalam penerapannya.Penerapan hukum perdata ini juga diikuti engan berbagai persyaratan  seperti pelaksanaan hak gugat oleh pemerintah bisa dilakukan oleh Kejaksaan,pelaksanaan clas action yang dapat dilakukan oleh orang atau sekelompok orang dan pelaksanaan hak gugat oleh organisasi Lingkungan yang harus memenuhi persyaratan organisasi sesuai dengan apa yang diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 ini.
Ancaman hukuman yang ditawarkan oleh UU No 32 Tahun 2009 ini juga cukup komprehensif,misalkan mengenai pasal-pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana dan perdata yang mengancam setiap pelanggaran peraturan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,baik perseorangan,korporasi,maupun pejabat.Contoh yang paling konkret adalah porsi yang diberikan pada masalah AMDAL.Sekurangnya terdapat 23 pasal yang mengatur mengenai AMDAL,tetapi pengertian dari AMDAL itu sendiri berbeda antara UU No 32/2009 dengan UU No 23/1997,yakni hilangnya ”dampak besar”.Hal-hal baru mengenai AMDAL yang termuat pada undang-undang terbaru ini antara lain:
  1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
  2. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
  3. Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
  4. AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan;
  5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,Gubenur,Bupati/Walokota sesuai kewenangannya.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas,ada pengaturan yang tegas dan tercantum dalam UU No 32 Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana dan sanksi perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL.Hal-hal yang terkait dengan sanksi tersebut berupa : 
  1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
  2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
  3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UPL/UKL
 Proses Penegakan Hukum Lingkungan melalui Prosedur Perdata
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
A. Ganti Rugi
Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
B. Tanggung Jawab Mutlak
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan oleh:
  • adanya bencana alam atau peperangan; atau
  • adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
  • adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya
  • pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi.
C. Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun

D. Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup untuk Mengajukan Gugatan
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Hak mengajukan gugatan tersebut terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:
  • berbentuk badan hukum atau yayasan;
  • dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
  • telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku




Proses Penegakan Hukum Lingkungan melalui Prosedur Pidana
1. Penyidikan
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tersebut  berwenang:
  • melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
  • melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
  • meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
  • melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
  • melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
  • meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang lingkungan hidup.
2.Pembuktian
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas :
a.       keterangan saksi;
b.      keterangan ahli;
c.       surat;
d.      petunjuk;
e.       keterangan terdakwa; dan /atau
f.       alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tersebut memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tersebut menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Proses Penegakan Hukum Lingkungan melalui Prosedur Administrasi
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan UU nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
  • perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
  • penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau
  • perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
  • mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
  • meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
  • menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
Tindak pidana yang diperkenalkan dalam UUPPLH juga dibagi dalam delik formil dan delik materil. Menurut Sukanda Husin (2009: 122) delik materil  dan delik formil dapat didefensikan sebagai berikut:
1.      Dellik materil  (generic crime) adalah perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau  perusakan lingkungan hidup yang tidak perlu memerlukan pembuktian pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti izin.
2.      Delik formil (specific crime) adalah perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukum administrasi, jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi cukup dengan membuktikan pelanggaran hukum administrasi.


Pendekatan hukum lingkungan dari sudut pidana ini ditentukan padanestapa atau sanksi pidana yang yang dijatuhkan oleh negara kepada warganegara yang menjadi tersangka, dan yang diduga telah melakukan tindak  pidana pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, karena rumusan dalam ketentuan pasal-pasal pidana dalam Undang-Undang Nomor .32 Tahun 2009 mengakibatkan timbulnya kerusakan dan tercemarnya lingkungan hidup secara keseluruhannya..Dengan demikian, unsur-unsur perbuatan pidana terhadap lingkunganhidup dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.Barang siapa yang secara nyata melawan hukum.
2.Karena sengaja atau karena kealpaannya.
3.Ketentuan  perundang-undangan  yang  berlaku.
4.Perbuatan yang menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup.
5.Perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup.
6.Mengakibatkan orang mati atau luka berat (membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain).
7.Diancam dengan   pidana.Perbuatan pidana terhadap lingkungan hidup dapat dijatuhkan  pidana  apabila syarat esensial yang berupa kesalahan, dan kesalahan itu dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, sehingga merupakan suatu perbuatan pidana. Di samping syarat esensial, unsur-unsur perbuatan pidana juga harusterpenuhi, sehingga dapatlah dijatuhi pidana. Adapun pertanggungjawabkan pidana dalam pasal-pasal tersebut dapat dikenakan kepada siapa saja baik  perorangan, masyarakat maupun badan hukum yang telah memenuhi unsur  perbuatan pidana tadi
Mengenai ketentuan Pidana yang terdapat dalam UU no 32 tahun 2009 telah diatur dalam Bab xv Pasal 97 – Pasal 118 UUPLH mengenai sanksi dan denda dendanya .



1 komentar: