Translate

Selasa, 08 Januari 2013

Hapusnya Pidana dan Hapusnya wewenang Penuntutan


BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
                  Saat ini kita bisa melihat dan mendengarkan bahwa ada beberapa   kasus_ kasus hukum yang terjadi di masyarakat bahwa pelakunya dibebaskan dan tidak dapat dituntut serata tidak dapat dihukum karena beberap hal dan istilah yang sering serta dikenal di masyarkat yaitu gugurnya hak penuntutan serta hapusnya pemidanaan,di zaman sekarang ini dengan era keterbukaan dan transparansi dalam proses hukum.Dalam beberapa kasus-kasus hukum pelaku perbuatan pidana bisa dibebaskan atau gugurnya hak penuntutan,sebenarnya bagaiman itu bisa terjadi dan bagaiman proses-proses serta alasan alasan apa yang bisa menyebabkan pelaku tersebut bisa bebas
                  Pengerrtian penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negri yang berwenang dalam hal dan menuntut , yang bertugas menuntut adalah penuntut umum, ada beberpa wewenang  Penuntut umum dan dapat ditafsirkan bahwa hapusnya wewenang penuntutan juga salah satu diantara yang terdapat dalam wewenang penuntut umum. Pelaku perbuatan pidana dapat lolos atau di gugurkan pemidanannya dan gugurnya wewenang penuntutan sehingga timbulah persepsi di masyarakat bahwa siPelaku pidana dibebaskan oleh penegak hukum padahal belum tentu juga bahwa penegak hukum tersebut membaskannya, karena sudah ada ketentuannya yang menggatur hal tersebut, didalam ketentuan undang-undang.
                   Oleh undang-undang telah jelas ditentukaan bahwa  hak penuntutan hanya ada pada penuntut umum atau yang disebut jaksa penuntut umum yang diberi wewenang oleh undang-undang tersebut .

                Dalam keadaan tersebutlah yang pada akhirnya membuat penuntut umum tidak bisa melakukan penututan terhadap seorang pelaku, dasar dasar yang menghilngkan penuntutan disebut “vervolgingsuitsluitingsgroden”serta keadaan yang membuta hakim tidak dapat menggadili serta menjatuhkan hukuman kepada pelaku yaitu dasar-dasar hapusnya pemidanaan atau meniadakan hukuman “strafuitsluitingsgroden”. keadaan inilah yang masih di perdebatkan dan dipertanyakan di masyarakat . Apa yang menjadi alasan serta dasar sebagai pengambilan keputusan tersebut yang harus di ketahui di kalangan masyarakat,oleh sebab itu makalah ini saya buat.
B.Permasalahan
       Dari latar belakang masalah diatas , maka dapat dikembangkan lagi dan ditarik beberapa permasalahan yang dapat di bahas dalam makalah ini , antara lain sebagai berikut:
1.      Bagaiman penerapan alasan penghapusan pidana dan hapusnya wewenang penuntutan  dan perbedaannya dalam era sekarang ini?
2.      Apa yang dapat dilakukan masyarakat tidak terjebak oleh gugurnya hak penuntutan kepada pelaku pidana?
   
 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
                  
         Pembentukan undang-undang (wetgever) mentukan pengecualain dengan batasan tertentu bagi suatu perbutan tidak dapat diterapkan peraturan hukum pidana sehingga terdapat alasan penghapusan pidana[1]
         Dasar peniadaaan pidana (strafuitluitingsgronden) harus dibedakan dengan dasar penghapusan penuntutan (verval van recht tot strafvordering). Yang pertama ditetapkan hakim dengan menyatakan sifat melawan hukumnya perbuatan hapus atau kesalahan pembuat hapus, karena adanya ketentuan undang-undang dan hukum yang membenarkan perbuatan atau yang memaafkan pembuat. Dalam hal ini hak menuntut jaksa tetap ada, namun terdakwa tidak dijatuhi pidana.  Dasar penghapusan pidana harus dibedakan dan dipisahkan dari dasar penghapusan penuntutan pidana menghapuskan hak menuntut jaksa karena adanya ketentuan undang-undang.[ [2]]
              Alasan-alasan penghapusan pidana adalah alasan-alasan yang memungkinkan orang tersebut melakuakan perbuatan yang melanggar aturan pidana  dan dijatuhi pidana.
       Pertama dilihat dari segi sumbernya, maka dasar peniadaan pidana dibagi atas dua kelompok, yaitu yang tecantum di dalam undang-undang dan yang lain terdapat di luar undang-undang diperkenalkan oleh yurisprudensi dan doktrin.
             Sebab-sebab alasan penghapusan pidana ada antara lain yaitu:
a.      Rechtvaardigingsgronden (Alasan Pembenar) 
            Yang tercantum di dalam undang-undang dapat dibagi lagi atas yang umum (terdapat di dalam ketentuan umum buku I KUHP) dan berlaku atas semua rumusan delik. Yang khusus, tercantum di dalam pasal tertentu yang berlaku utuk rumusan-rumusan delik itu saja. [3]
Rincian yang umum terdapat di dalam:
1.       Pasal 44: tidak dapat dipertanggungjawabkan. (Ontoerekeningsvatbaarheid)
2.       Pasal 48: daya paksa.(Overmacht)
3.       Pasal 49: ayat (1) pemebelaan terpaksa. (Noodweer)
4.       Pasal 49: ayat (2) pemebelaan terpaksa yang melampaui batas.
5.       Pasal 50: menjalankan peraturan yang sah.
6.       Pasal 51: ayat (1) menjalankan perintah jabatan yang berwenang.
7.       Pasal 51: ayat (2) menjalankan perintah jabatan yang tidak berwenang jika bawahan itu.
Alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Rechtvaardigingsgronden menghapuskan suatu peristiwa pidana yaitu kelakuan seseorang bukan suatu peristiwa pidana walaupun sesuai dengan ketentuan yang dilarang dalam undang-undang pidana.


Yang  termasuk dalam Alasan penghapusan Pidana Umum yaitu terdapat dalam Buku Ke-1 KUHP Pasal 44,Pasal 48 sampai pasal 51 KUHP.
Dalam peradilan dan ilmu pengetahuan juga terdapat alasan penghapusan Pidana umum diluar Undang-undang:[4]
·        Izin;
·        Tidak ada kesalahan sama sekali/tanpa sila(Avas)
·        Tidak ada sifat melawan hukum materiel;
             
     Serta dalam literature ilmiah alasan penghapusan pidana lazim dibagi dua jenis yaitu:[5]
Yang termasuk dalam alasan pembenar yang tertulis adalah
1)      Pembelaan Darurat (Noodweer) Pasal 49 ayat(1) KUHP
2)      Keadaan darurat Pasal 48 KUHP
3)      Menjalankan Perintah Undang-undang Pasal 50 KUHP
4)      Melaksanakan Perintah Jabatan yang sah Pasal 51 ayat (1) KUHP.
Sedangkan yang termasuk dalam alasan pembenar yang tidak tertulis yaitu:
a)      Ketiadaan sifat melawan hukum materiil
b)      Eksepsi Kedokteran
c)      Persetujuaan.
Alasan penghapusan pidana diluar undang-undang diantarnya adalah Izin; Norma-norma jabatan yang sudah diterima atau sedang dijabat.

b.      TidakSchulduitsluitingsgronden (Alasan Pemaaf / Penghapus Kesalahan)
Alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, menghilangkan pertanggungjawaban (toerekenbaarheid) pembuat atas peristiwa yang dilakukannya. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, tetapi tidak dapat dipidana karena tidak ada kesalahan. Kelakuan seseorang tetap suatu peristiwa pidana tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan (toegerekend) kepada pembuat.
Yang termasuk dalam alasan pemaaf yang tertulis adalah:
a.       Tidak mampu bertanggung jawab Pasal 44 KUHP
      Dalam memorie van Toelicting yang dimaksud tidak mampu bertanggungjawab adalah :
Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang – undang
Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menetunkan akibat perbuatannya.[6]
b.      Daya paksa Pasal 48 KUHP.
Overmacht merupakan daya paksa relatif ( vis compulsiva ). Seperti keadaan darurat, daya paksa juga diatur dalam pasal 48 KUHP. Dalam KUHP tidak terdapat pengertian daya paksa, namun dalam memorie van toelichting ( MvT ) daya paksa dilukiskan sebagai setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang tak dapat ditahan. Dalam daya paksa orang berada dalam dwangpositie ( posisi terjepit ). Sifat dari daya paksa datang dari luar si pembuat dan lebih kuat Dalam daya paksa.
 perbuatannya tetap merupakan tindak pidana namun ada alasan yang menghapuskan kesalahan pelakunya.[7]
c.       Pembelaan melampaui batas Pasal 49 ayat 2 KUHP
” pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung dapat disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana “
d.      Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah Pasal 51 ayat 2 KUHP
” perintah jabatan yang tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya “
Melaksanakan perintah jabatan yang tidak wenang dapat merupakan alasan pemaaf jika orang yang melaksanakan perintah mempunyai itikad baik dan berada dalam lingkungan pekerjaannya.
Sedangkan yang tidak tertulis yaitu Tanpa sila/ AVAS.
            Pembagian alasan penghapusan pidana dalam alasan pembenar dan alasan pemaaf sesuai dengan pemisahan antara sifat melawan hukum dan kesalahan sebagai unsur yang dianggap harus ada dalam tiap-tiap perbuatan pidana. Apabila dalam suatu keadaan tertentu satu unsur hilang, maka kepidanaan perbuatan itu juga hilang. Penghapusan pidana adalah akibat penghapusan sifat melawan hukum ditambah penghapusan kesalahan[8]
Alasan Hapusnya pelaksanaan pidana yang tercantum di dalam KUHP yaitu:
a.       Terpidana meninggal Dunia terdapat dalam pasal 83 KUHP,tetapi ada pengecualiannya yaitu untuk tindak pidana ekonomi yang termasuk di dalamnya  adalah tindakan korupsi dengan putusan perampasan atau penyitaan harta hasil korupsinya.
b.      Daluwarsa
                  Yang dimaksud dengan daluwarsa (verjaring) adalah lewat waktu atau telah lampau masa tertentu.Bila masa tertentu yang telah ditentukan oleh undang-undang telah melampaui maka kewenangan jaksa untuk melaksanakan pidana yang dijatuhkan kepada terpidana menjadi hapus karenanya .
 Dasar –dasar  Hapusnya wewenang Penuntutan dalam Hukum Pidana
             Menurut Van Bemmelem bahwa keadaan-keadaan yang membuat penuntut umum tidak boleh melakukan penuntutan terhadap terdakwa disebut peniadaan penuntutan (Vernolgingsuitsluitingsgrounden), sedangkan keadaan yang membuat hakim tidak dapat mengadili seseorang sehingga tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa disebut dasar-dasar yang meniadakan pidana.Sering kali sukar dibedakan antara keduanya, karena pembuat Undang-undang di dalam rumusannya tidak terlalu jelas.
Menurut Van Bemmelem, dengan membuat rumusan seperti yang dapat dibuat dalam rumusan pasal 163 bis ayat 2 KUHP itu, sebenarnya pembentuk Undang-undang telah bermaksud untuk menciptakan suatu dasar yang meniadakan pidana dan bukan dasar peniadaan penuntutan. Dasar-dasar yang meniadakan penuntutan dapat dijumpai dalam KUHP antara lain :[9]
Suatu rumusan Undang-undang kadang-kadang dapat diartikan sebagai ketentuan pidana yang tidak dapat diberlakukan dalam keadaan-keadaan yang telah disebutkan dalam rumusan tersebut, dalam arti bahwa penuntut umum tidak dapat  diberlakukannya penuntutan terhadap terdakwa
1.      Buku I Bab V, yaitu dalam pasal 61 dan 62 KUHP yang menentukan bahwa penerbit dan pencetak itu tidak dapat dituntut apabila pada benda-benda yang dicetak dan diterbitkan itu telah mereka cantumkan nama-nama serta alamat orang yang telah menyuruh mencetak benda-benda tersebut, atau pada kesempatan pertama setelah ditegur kemudian telah memberi julukan nama dan alamat orang tersebut.
2.      Buku I Bab VII yaitu dalam pasal 72 KUHP dan selanjutnya, yang menambah bahwa tidak dapat dilakukan suatu penuntutan apabila tidak ada pengaduan.
3.   Buku I Bab VIII yaitu dalam pasal 76; 77; 78 dan pasal 82 KUHP yang mengatur tentang hapusnya hak untuk melakukan penuntutan.

       Dalam KUHP diatur mengenai hapusnya kewenangan penuntutan yang terdapat dalam:
1.      Pasal 76 KUHP tentang Nebis in Idem adalah seseoranng tidak dapat di hukum kedua kalinya  atas perbuatan yang sama dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijzde)
2.      Pasal 77 tentang Matinya terdakwa adalah kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia dan tidak beralih kepada ahli warisnya.
3.      Pasal 82 Ayat (1) KUHP tentang Penyelesaian di luar Sidang yaitu yang berbunyi “ kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan denda saja menjadi hapus,kalau dengan sukarela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang telah ditetapkan olehnya.”
        Dalam penerapan pasal 82 penuntut umum wajib menyelesaikan perkara tersebut di luar sidang apabila tersangka dengan sukarela memenuhi ketentuan – ketentuan dalam pasal 82 tersebut. Karena dengan pernyataan tersangka akan membayar maksimum denda pada waktu dan tempat yang ditentukan oleh penuntut umum / pejabat yang berwenang, hak penuntutan penuntut umum telah hapus. Apabila pernyataan sukarela itu tidak dipenuhi dalam waktu dan pada tempat yang ditentukan, jika perlu dengan perpanjangan waktu satu kali, barulah timbul kembali hak penuntutan penuntut umum.

BAB III
PEMBAHASAAN
      Dari semua yang sudah di terangakan  dalam bab yang sebelumnya maka di bab yang ini akan menerangkan dan membahasnya lebih mendalam lagi mengenai perbedaan dan persamaannya dalam hal hapusnya pidana dan hapusnya hak penuntutan .
Pengertian dan Perbedaan Alasan Penghapusan Kewenangan Pemidanaan dan Penghapusan Kewenangan Penuntutan
  Suatu contoh tentang dasar peniadaan penuntutan, ialah apabila suatu perbuatan telah lewat waktu, penuntut umum tidak dapat lagi melakukan penuntutan: Seandainya penuntut umum tetap mengadakan penuntutan, maka akan diitolak oleh hakim atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima (niet-ontvankelijk verklaring van het O.M). Hal ini diatur dalam Pasal 78 KUHP sedangkan hapusnya hak menuntut karena ne bis in idem diatur dalam Pasal 76 KUHP, Berbeda dengan peniadaan penuntutan seperti disebut di muka, jika suatu perbuatan ternyata berdasarkan keadaan tertentu tidak dapat dipidana, tuntutan penuntut umum tetap dapat diterima. Dalam hal terakhir ini putusan hakim akan menjadi terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum (ontslagen van alle rechtsver volging).
    Menurut Van Bemmelen, kadang kala sulit untuk membedakan apakah itu merupakan dasar peniadaan penuntutan ataukah dasar peniadaan pidana, karena istilah yang dipakai oleh pembuat undang-undang tidak selalu jelas.
            Sering pula sulit untuk dibedakan apakah sesuatu di dalam rumusan merupakan unsur (element) ataukah suatu dasar peniadaan pidana atau feit d’excuse.
            Kalau dasar peniadaan pidana menghilangkan “melawan hukum” maka disebut dasar pembenar (rechtvaardigingsgronden), kalau hanya menghilangkan pertanggungjawaban atau kesalahan disebut alasan pemaaf (Schulduitsluitingsgronden).
            Jonkers memberikan tanda perbedaan, bahwa strafuitsluitingsgronden adalah pernyataan untuk dilepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging), sedangkan pada vervolgingsuitsluitingsgronden adalah pernyataan tuntutan tidak dapat diterima oleh badan penuntut umum.
  Menurt M.v.T Paksaan itu adalah, setiap kekuatan setiap paksaan atau tekanan yang sedemikian rupa sehingga tidak dapat dielakkan. Menurut Jonker Overmacht itu sendiri terbagi 3 (tiga) yaitu,
1.      Overmacht yang bersifat Mulak/Absolut, yaitu dalam hal ini seseorang tidak mungkin berbuat lain.
Contoh : seorang yang ditusuk perutnya disebuh tempat yang kemudian orang tersebut melawan balik dengan tembakan sehingga pelaku penusukan mati.
2.      Overmacht yang bersifat Relatif/ nisbi, yaitu dalam overmach ini pada dasarnya orang masih dapat memilih apakah berbuat atau tidak, akan tetapi menurut perhitungan yang layak tidak mungkin dapat dielakkan.
Contoh : seorang ibu yang mencuri roti disebuah warung untuk anaknya karena kelaparan.
3.      overmacht dalam arti noodtoestand atau keadaan darurat Yang dimaksud dengan noodtoestand adalah, keadaan dimana suatu kepentingan hukum dalam bahaya dan untuk menghindarkan bahaya itu, terpaksa dilanggar kepentingan hukum yang lain.
Noodtoestan ini terjadi akrena :
a.       Adanya pertentangan antara dua kepentingan hukum
b.      Adanya pertentangan antara kepentingan dan kewajiban hukum.
c.       Adanya pertentangan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum
Contoh : seseorang yang menyelamatkan diri disebuah papan setelah kapalnya tenggelam, kemudian orang tersebut  mendorong orang lain yang ingin naik ke papan yang dinaikinya.
Serta ada juga kententuaan gugurnya kewenangan menuntut dan menjalankan pidana di luar KUHP yaitu :
1.      Grasi
Grasi tidak menghilangkan putusan hakim ybs. Keputusan hakim tetap ada, tetapi pelaksanaannya dihapuskan atau dikurangi / diringankan. Jadi grasi dari presiden,
2.      Amnesti.
Amnesti dapat didefinisikan sebagai pernyataan umum (yang diterbitkan dalam suatu aturan perundang-undangan) yang memuat pencabutan senua akibat pemidanaan dari suatu delik tertentu atau satu kelompok delik tertentu, demi kepentingan semua terpidana maupun bukan, terdakwa ataupun bukan
3.      Abolisi
Perundang-undangan mengenai abolisi tidak menjelaskan bagaimana definisi tentang abolisi. Yang biasanya dimaksud dengan abolisi itu adalah meniadakan wewenang dari Penuntut umum untuk menuntut hukuman.Abolisi itu diberi oleh Presiden atas kepentingan negara.Pemberian abolisi itu diputuskan oleh Presiden sesudah mendapat nasehat Mahkamah Agung (pasal 1).
        Penerapan alasan penghapus pidana yang diatur dalam KUHP maupun di luar KUHP dapat dilihat dalam yurisprudensi. Yang diatur di luat KUHP dapat dilihat mulai dari Arrest Hoge Raad tentang tukang susu tanggal 14 februari 1916 yang pada saat itu Hoge Raad sudah mulai mengikuti asas tidak ada pidana tanpa kesalahan. Kemudian Arrest Hoge Raad tentang dokter hewan tanggal 20 februari 1933, mulai menganut ajaran sifat melawan hukum materiil. Di Indonesia perkembangan alasan penghapus pidana lebih banyak melalui sifat melawan hukum materiil.      
         Putusan – putusan mahkamah agung yang sangat baik berkaitan dengan sifat melawan hukum materiil banyak dijadikan pedoman oleh hakim – hakim lain baik dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun dari mahkamah agung sendiri. Secara tegas diakui bahwa sifat melawan hukum materiil merupakan alasan penghapus pidana diluar undang – undang .


BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan                                                                                                                                     Dari sekian banyak uraian-uraian tersebuta kami dapat menyimpulkan bahwa :
  1. penuntutan adalah tindakah penuntut umum untuk melanjutkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintan supaya diperiksa dan diputuskan oleh hakim disidang pengadilan.
  2. Hapus hak menuntut disebabkan beberapa alasan sebagai berikut :
Berdasarkan KUHP, antara lain :
·         Telah ada putusan hakim yang tetap mengenai tindakan yang sama
·         Terdakwa meninggal dunia
·         Perkara tersebut dalawarsa / lewat waktunya
·         Terjadi penyelesaian diluar persidangan.
Sedangkan yang diluar KUHP, yang diatur dalam pasal 14 UUD 1945 :
·         Grasi
·         Amnesti
·         Abolisi
B.Saran
Perlu adanya pembaharuan dalam KUHP karena perlu mengikuti kemajuann zaman sekarang ini.
DAFTRA PUSTAKA
·        Bambang Poenomo: Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1978,

·        A. Zainal Abidin Farid: Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 1995,

·        P.A.F Lamintang : Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru ,Bandung 1984.

·        Andi Hamzah : Azas –asas Hukum Pidana, PT Reineke Cipta ,Jakarta 2008.

·        E.Sahetapy : Hukum Pidana , Liberty,Yogyakarta 1995.


 




   


[1] Bambang Poenomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1978,   Hal.191

     [2]  A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, Hal. 189

[3] Andi Hamzah,Asas-Asas Hukum Pidana,PT Rineke Cipta,Jakarta 2008 hal
[4]J.E.Sahetapy, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995, Hal. 55

[5] Utrecht, Op.Cit, Hal.345., J.E.Sahetapy, Op.Cit, Hal.56
[6]  Sudarto, 1987 : 951
[7]ibid _142
[8] J.E.Sahetapy, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995, Hal.150
[9]P.A.F.Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984,hal 370

1 komentar:

  1. era sekarang benar benar sudah kacau hukum dinegara kita gan,,,antara das sein dengan das solen tidak ada kesamaan ... alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana memang dapat disalah gunakan dengan semakin majunya TI

    BalasHapus