BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Saat ini kita bisa melihat
dan mendengarkan bahwa ada beberapa
kasus_ kasus hukum yang terjadi di masyarakat bahwa pelakunya dibebaskan
dan tidak dapat dituntut serata tidak dapat dihukum karena beberap hal dan
istilah yang sering serta dikenal di masyarkat yaitu gugurnya hak penuntutan
serta hapusnya pemidanaan,di zaman sekarang ini dengan era keterbukaan dan
transparansi dalam proses hukum.Dalam beberapa kasus-kasus hukum pelaku
perbuatan pidana bisa dibebaskan atau gugurnya hak penuntutan,sebenarnya
bagaiman itu bisa terjadi dan bagaiman proses-proses serta alasan alasan apa
yang bisa menyebabkan pelaku tersebut bisa bebas
Pengerrtian penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkara pidana ke pengadilan negri yang berwenang dalam hal dan menuntut , yang
bertugas menuntut adalah penuntut umum, ada beberpa wewenang Penuntut umum dan dapat ditafsirkan bahwa
hapusnya wewenang penuntutan juga salah satu diantara yang terdapat dalam
wewenang penuntut umum. Pelaku perbuatan pidana dapat lolos atau di gugurkan
pemidanannya dan gugurnya wewenang penuntutan sehingga timbulah persepsi di
masyarakat bahwa siPelaku pidana dibebaskan oleh penegak hukum padahal belum
tentu juga bahwa penegak hukum tersebut membaskannya, karena sudah ada
ketentuannya yang menggatur hal tersebut, didalam ketentuan undang-undang.
Oleh undang-undang telah
jelas ditentukaan bahwa hak penuntutan
hanya ada pada penuntut umum atau yang disebut jaksa penuntut umum yang diberi
wewenang oleh undang-undang tersebut .
Dalam keadaan tersebutlah yang
pada akhirnya membuat penuntut umum tidak bisa melakukan penututan terhadap
seorang pelaku, dasar dasar yang menghilngkan penuntutan disebut
“vervolgingsuitsluitingsgroden”serta keadaan yang membuta hakim tidak dapat
menggadili serta menjatuhkan hukuman kepada pelaku yaitu dasar-dasar hapusnya
pemidanaan atau meniadakan hukuman “strafuitsluitingsgroden”. keadaan inilah
yang masih di perdebatkan dan dipertanyakan di masyarakat . Apa yang menjadi
alasan serta dasar sebagai pengambilan keputusan tersebut yang harus di ketahui
di kalangan masyarakat,oleh sebab itu makalah ini saya buat.
B.Permasalahan
Dari latar belakang masalah diatas ,
maka dapat dikembangkan lagi dan ditarik beberapa permasalahan yang dapat di
bahas dalam makalah ini , antara lain sebagai berikut:
1.
Bagaiman penerapan alasan penghapusan
pidana dan hapusnya wewenang penuntutan dan perbedaannya dalam era sekarang ini?
2.
Apa yang dapat dilakukan masyarakat
tidak terjebak oleh gugurnya hak penuntutan kepada pelaku pidana?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembentukan undang-undang (wetgever) mentukan pengecualain dengan
batasan tertentu bagi suatu perbutan tidak dapat diterapkan peraturan hukum
pidana sehingga terdapat alasan penghapusan pidana[1]
Dasar
peniadaaan pidana (strafuitluitingsgronden) harus dibedakan dengan dasar
penghapusan penuntutan (verval van recht tot
strafvordering). Yang pertama ditetapkan hakim dengan menyatakan sifat melawan hukumnya perbuatan hapus atau kesalahan
pembuat hapus, karena adanya ketentuan undang-undang dan hukum yang membenarkan
perbuatan atau yang memaafkan pembuat. Dalam hal ini hak menuntut jaksa tetap
ada, namun terdakwa tidak dijatuhi pidana.
Dasar penghapusan pidana harus dibedakan dan dipisahkan dari dasar
penghapusan penuntutan pidana menghapuskan hak menuntut jaksa karena adanya
ketentuan undang-undang.[ [2]]
Alasan-alasan penghapusan pidana
adalah alasan-alasan yang memungkinkan orang tersebut melakuakan perbuatan yang
melanggar aturan pidana dan dijatuhi
pidana.
Pertama dilihat dari segi
sumbernya, maka dasar peniadaan pidana dibagi atas dua kelompok, yaitu
yang tecantum di dalam undang-undang dan yang lain
terdapat di luar undang-undang diperkenalkan
oleh yurisprudensi dan doktrin.
Sebab-sebab alasan penghapusan
pidana ada antara lain yaitu:
a.
Rechtvaardigingsgronden (Alasan Pembenar)
Yang tercantum di dalam undang-undang
dapat dibagi lagi atas yang umum
(terdapat di dalam ketentuan umum buku I KUHP) dan berlaku atas semua
rumusan delik. Yang khusus,
tercantum di dalam pasal tertentu yang berlaku utuk rumusan-rumusan delik itu
saja. [3]
Rincian yang umum terdapat di dalam:
1.
Pasal 44: tidak dapat
dipertanggungjawabkan. (Ontoerekeningsvatbaarheid)
2.
Pasal 48: daya paksa.(Overmacht)
3.
Pasal 49: ayat (1) pemebelaan
terpaksa. (Noodweer)
4.
Pasal 49: ayat (2) pemebelaan
terpaksa yang melampaui batas.
5.
Pasal 50: menjalankan peraturan yang
sah.
6.
Pasal 51: ayat (1) menjalankan
perintah jabatan yang berwenang.
7.
Pasal 51: ayat (2) menjalankan
perintah jabatan yang tidak berwenang jika bawahan itu.
Alasan yang menghapuskan sifat
melawan hukum (wederrechtelijkheid) perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh
terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Rechtvaardigingsgronden menghapuskan suatu peristiwa pidana yaitu
kelakuan seseorang bukan suatu peristiwa pidana walaupun sesuai dengan
ketentuan yang dilarang dalam undang-undang pidana.
Yang termasuk dalam Alasan penghapusan Pidana Umum
yaitu terdapat dalam Buku Ke-1 KUHP Pasal 44,Pasal 48 sampai pasal 51 KUHP.
Dalam
peradilan dan ilmu pengetahuan juga terdapat alasan penghapusan Pidana umum
diluar Undang-undang:[4]
·
Izin;
·
Tidak
ada kesalahan sama sekali/tanpa sila(Avas)
·
Tidak
ada sifat melawan hukum materiel;
Serta dalam literature ilmiah alasan penghapusan pidana lazim dibagi dua
jenis yaitu:[5]
Yang
termasuk dalam alasan pembenar yang tertulis adalah
1) Pembelaan Darurat (Noodweer) Pasal
49 ayat(1) KUHP
2) Keadaan darurat Pasal 48 KUHP
3) Menjalankan Perintah Undang-undang
Pasal 50 KUHP
4) Melaksanakan Perintah Jabatan yang
sah Pasal 51 ayat (1) KUHP.
Sedangkan
yang termasuk dalam alasan pembenar yang tidak tertulis yaitu:
a) Ketiadaan sifat melawan hukum
materiil
b) Eksepsi Kedokteran
c) Persetujuaan.
Alasan penghapusan pidana diluar
undang-undang diantarnya adalah Izin; Norma-norma jabatan yang sudah diterima
atau sedang dijabat.
b.
TidakSchulduitsluitingsgronden
(Alasan Pemaaf / Penghapus
Kesalahan)
Alasan yang menghapuskan kesalahan
terdakwa, menghilangkan pertanggungjawaban (toerekenbaarheid) pembuat atas
peristiwa yang dilakukannya. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap
bersifat melawan hukum, tetapi tidak dapat dipidana karena tidak ada kesalahan.
Kelakuan seseorang tetap suatu peristiwa pidana tetapi tidak dapat
dipertanggungjawabkan (toegerekend) kepada pembuat.
Yang termasuk dalam alasan pemaaf
yang tertulis adalah:
a.
Tidak
mampu bertanggung jawab Pasal 44 KUHP
Dalam
memorie van Toelicting yang dimaksud tidak mampu bertanggungjawab adalah :
Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang – undang
Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menetunkan akibat perbuatannya.[6]
Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang – undang
Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menetunkan akibat perbuatannya.[6]
b.
Daya
paksa Pasal 48 KUHP.
Overmacht merupakan daya paksa
relatif ( vis compulsiva ). Seperti keadaan darurat, daya paksa juga diatur
dalam pasal 48 KUHP. Dalam KUHP tidak terdapat pengertian daya paksa, namun
dalam memorie van toelichting ( MvT ) daya paksa dilukiskan sebagai setiap
kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang tak dapat ditahan. Dalam daya paksa
orang berada dalam dwangpositie ( posisi terjepit ). Sifat dari daya paksa
datang dari luar si pembuat dan lebih kuat Dalam daya paksa.
perbuatannya tetap merupakan tindak pidana
namun ada alasan yang menghapuskan kesalahan pelakunya.[7]
c.
Pembelaan
melampaui batas Pasal 49 ayat 2 KUHP
” pembelaan terpaksa yang melampaui
batas, yang langsung dapat disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena
serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana “
d.
Menjalankan
perintah jabatan yang tidak sah Pasal 51 ayat 2 KUHP
” perintah
jabatan yang tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang
diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang,
dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya “
Melaksanakan perintah jabatan
yang tidak wenang dapat merupakan alasan pemaaf jika orang yang melaksanakan
perintah mempunyai itikad baik dan berada dalam lingkungan pekerjaannya.
Sedangkan
yang tidak tertulis yaitu Tanpa sila/ AVAS.
Pembagian alasan penghapusan pidana dalam alasan pembenar dan alasan pemaaf
sesuai dengan pemisahan antara sifat melawan hukum dan kesalahan sebagai unsur
yang dianggap harus ada dalam tiap-tiap perbuatan pidana. Apabila dalam suatu
keadaan tertentu satu unsur hilang, maka kepidanaan perbuatan itu juga hilang.
Penghapusan pidana adalah akibat penghapusan sifat melawan hukum ditambah
penghapusan kesalahan[8]
Alasan
Hapusnya pelaksanaan pidana yang tercantum di dalam KUHP yaitu:
a. Terpidana meninggal Dunia terdapat
dalam pasal 83 KUHP,tetapi ada pengecualiannya yaitu untuk tindak pidana
ekonomi yang termasuk di dalamnya adalah
tindakan korupsi dengan putusan perampasan atau penyitaan harta hasil
korupsinya.
b. Daluwarsa
Yang dimaksud dengan
daluwarsa (verjaring) adalah lewat waktu atau telah lampau masa tertentu.Bila
masa tertentu yang telah ditentukan oleh undang-undang telah melampaui maka
kewenangan jaksa untuk melaksanakan pidana yang dijatuhkan kepada terpidana
menjadi hapus karenanya .
Dasar –dasar
Hapusnya wewenang Penuntutan dalam Hukum Pidana
Menurut Van
Bemmelem bahwa keadaan-keadaan yang membuat penuntut umum tidak boleh melakukan
penuntutan terhadap terdakwa disebut peniadaan penuntutan
(Vernolgingsuitsluitingsgrounden), sedangkan keadaan yang membuat hakim tidak
dapat mengadili seseorang sehingga tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa disebut dasar-dasar yang meniadakan pidana.Sering kali sukar dibedakan
antara keduanya, karena pembuat Undang-undang di dalam rumusannya tidak terlalu
jelas.
Menurut Van Bemmelem, dengan membuat rumusan seperti yang
dapat dibuat dalam rumusan pasal 163 bis ayat 2 KUHP itu, sebenarnya pembentuk
Undang-undang telah bermaksud untuk menciptakan suatu dasar yang meniadakan
pidana dan bukan dasar peniadaan penuntutan. Dasar-dasar yang meniadakan
penuntutan dapat dijumpai dalam KUHP antara lain :[9]
Suatu rumusan Undang-undang
kadang-kadang dapat diartikan sebagai ketentuan pidana yang tidak dapat
diberlakukan dalam keadaan-keadaan yang telah disebutkan dalam rumusan
tersebut, dalam arti bahwa penuntut umum tidak dapat diberlakukannya penuntutan terhadap terdakwa
1.
Buku
I Bab V, yaitu dalam pasal 61 dan 62 KUHP yang menentukan bahwa penerbit dan
pencetak itu tidak dapat dituntut apabila pada benda-benda yang dicetak dan
diterbitkan itu telah mereka cantumkan nama-nama serta alamat orang yang telah
menyuruh mencetak benda-benda tersebut, atau pada kesempatan pertama setelah
ditegur kemudian telah memberi julukan nama dan alamat orang tersebut.
2.
Buku
I Bab VII yaitu dalam pasal 72 KUHP dan selanjutnya, yang menambah bahwa tidak
dapat dilakukan suatu penuntutan apabila tidak ada pengaduan.
3.
Buku
I Bab VIII yaitu dalam pasal 76; 77; 78 dan pasal 82 KUHP yang mengatur tentang
hapusnya hak untuk melakukan penuntutan.
Dalam KUHP
diatur mengenai hapusnya kewenangan penuntutan yang terdapat dalam:
1. Pasal 76 KUHP tentang Nebis in Idem adalah seseoranng tidak
dapat di hukum kedua kalinya atas
perbuatan yang sama dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijzde)
2. Pasal 77 tentang Matinya terdakwa
adalah kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia dan tidak
beralih kepada ahli warisnya.
3. Pasal 82 Ayat (1) KUHP tentang
Penyelesaian di luar Sidang yaitu yang berbunyi “ kewenangan menuntut
pelanggaran yang diancam dengan denda saja menjadi hapus,kalau dengan sukarela
dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan
telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan
umum, dan dalam waktu yang telah ditetapkan olehnya.”
Dalam penerapan pasal 82 penuntut umum
wajib menyelesaikan perkara tersebut di luar sidang apabila tersangka dengan
sukarela memenuhi ketentuan – ketentuan dalam pasal 82 tersebut. Karena dengan
pernyataan tersangka akan membayar maksimum denda pada waktu dan tempat yang
ditentukan oleh penuntut umum / pejabat yang berwenang, hak penuntutan penuntut
umum telah hapus. Apabila pernyataan sukarela itu tidak dipenuhi dalam waktu
dan pada tempat yang ditentukan, jika perlu dengan perpanjangan waktu satu
kali, barulah timbul kembali hak penuntutan penuntut umum.
BAB III
PEMBAHASAAN
Dari semua yang
sudah di terangakan dalam bab yang
sebelumnya maka di bab yang ini akan menerangkan dan membahasnya lebih mendalam
lagi mengenai perbedaan dan persamaannya dalam hal hapusnya pidana dan hapusnya
hak penuntutan .
Pengertian dan Perbedaan Alasan
Penghapusan Kewenangan Pemidanaan dan Penghapusan Kewenangan Penuntutan
Suatu contoh tentang dasar peniadaan penuntutan, ialah apabila suatu
perbuatan telah lewat waktu, penuntut umum tidak dapat lagi melakukan
penuntutan: Seandainya penuntut umum tetap mengadakan penuntutan, maka akan
diitolak oleh hakim atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima (niet-ontvankelijk verklaring van het O.M).
Hal ini diatur dalam Pasal 78 KUHP sedangkan hapusnya hak menuntut karena ne
bis in idem diatur dalam Pasal 76 KUHP, Berbeda dengan
peniadaan penuntutan seperti disebut di muka, jika suatu perbuatan ternyata
berdasarkan keadaan tertentu tidak dapat dipidana, tuntutan penuntut umum tetap
dapat diterima. Dalam hal terakhir ini putusan hakim akan menjadi terdakwa
lepas dari segala tuntutan hukum (ontslagen
van alle rechtsver volging).
Menurut Van Bemmelen, kadang kala sulit
untuk membedakan apakah itu merupakan dasar peniadaan penuntutan ataukah dasar
peniadaan pidana, karena istilah yang dipakai oleh pembuat undang-undang tidak
selalu jelas.
Sering pula sulit untuk dibedakan apakah sesuatu di dalam rumusan merupakan
unsur (element) ataukah suatu dasar peniadaan pidana atau feit
d’excuse.
Kalau dasar peniadaan pidana menghilangkan “melawan hukum” maka disebut dasar
pembenar (rechtvaardigingsgronden), kalau hanya menghilangkan
pertanggungjawaban atau kesalahan disebut alasan pemaaf (Schulduitsluitingsgronden).
Jonkers memberikan tanda perbedaan, bahwa strafuitsluitingsgronden adalah
pernyataan untuk dilepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van
rechtvervolging), sedangkan pada vervolgingsuitsluitingsgronden adalah
pernyataan tuntutan tidak dapat diterima oleh badan penuntut umum.
Menurt M.v.T Paksaan itu adalah,
setiap kekuatan setiap paksaan atau tekanan yang sedemikian rupa sehingga tidak
dapat dielakkan. Menurut Jonker
Overmacht itu sendiri terbagi 3 (tiga) yaitu,
1.
Overmacht yang bersifat
Mulak/Absolut, yaitu dalam hal ini seseorang tidak mungkin berbuat lain.
Contoh : seorang yang ditusuk
perutnya disebuh tempat yang kemudian orang tersebut melawan balik dengan
tembakan sehingga pelaku penusukan mati.
2. Overmacht yang bersifat Relatif/
nisbi, yaitu dalam overmach ini pada dasarnya orang masih dapat memilih apakah
berbuat atau tidak, akan tetapi menurut perhitungan yang layak tidak mungkin
dapat dielakkan.
Contoh : seorang ibu yang mencuri roti disebuah warung untuk anaknya karena kelaparan.
Contoh : seorang ibu yang mencuri roti disebuah warung untuk anaknya karena kelaparan.
3. overmacht dalam arti noodtoestand atau
keadaan darurat Yang dimaksud dengan noodtoestand adalah, keadaan dimana suatu
kepentingan hukum dalam bahaya dan untuk menghindarkan bahaya itu, terpaksa
dilanggar kepentingan hukum yang lain.
Noodtoestan ini terjadi akrena :
a. Adanya pertentangan antara dua
kepentingan hukum
b. Adanya pertentangan antara
kepentingan dan kewajiban hukum.
c. Adanya pertentangan antara kewajiban
hukum dengan kewajiban hukum
Contoh : seseorang yang
menyelamatkan diri disebuah papan setelah kapalnya tenggelam, kemudian orang
tersebut mendorong orang lain yang ingin
naik ke papan yang dinaikinya.
Serta ada
juga kententuaan gugurnya kewenangan menuntut dan menjalankan pidana di luar
KUHP yaitu :
1. Grasi
Grasi tidak menghilangkan putusan hakim ybs. Keputusan
hakim tetap ada, tetapi pelaksanaannya dihapuskan atau dikurangi / diringankan.
Jadi grasi dari presiden,
2.
Amnesti.
Amnesti dapat didefinisikan
sebagai pernyataan umum (yang diterbitkan dalam suatu aturan
perundang-undangan) yang memuat pencabutan senua akibat pemidanaan dari suatu
delik tertentu atau satu kelompok delik tertentu, demi kepentingan semua
terpidana maupun bukan, terdakwa ataupun bukan
3. Abolisi
Perundang-undangan
mengenai abolisi tidak menjelaskan bagaimana definisi tentang abolisi. Yang
biasanya dimaksud dengan abolisi itu adalah meniadakan wewenang dari Penuntut
umum untuk menuntut hukuman.Abolisi itu diberi oleh Presiden atas kepentingan
negara.Pemberian abolisi itu diputuskan oleh Presiden sesudah mendapat nasehat
Mahkamah Agung (pasal 1).
Penerapan alasan penghapus pidana yang
diatur dalam KUHP maupun di luar KUHP dapat dilihat dalam yurisprudensi. Yang
diatur di luat KUHP dapat dilihat mulai dari Arrest Hoge Raad tentang tukang
susu tanggal 14 februari 1916 yang pada saat itu Hoge Raad sudah mulai
mengikuti asas tidak ada pidana tanpa kesalahan. Kemudian Arrest Hoge Raad
tentang dokter hewan tanggal 20 februari 1933, mulai menganut ajaran sifat
melawan hukum materiil. Di Indonesia perkembangan alasan penghapus pidana lebih
banyak melalui sifat melawan hukum materiil.
Putusan – putusan mahkamah agung yang sangat baik berkaitan dengan sifat melawan hukum materiil banyak dijadikan pedoman oleh hakim – hakim lain baik dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun dari mahkamah agung sendiri. Secara tegas diakui bahwa sifat melawan hukum materiil merupakan alasan penghapus pidana diluar undang – undang .
Putusan – putusan mahkamah agung yang sangat baik berkaitan dengan sifat melawan hukum materiil banyak dijadikan pedoman oleh hakim – hakim lain baik dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun dari mahkamah agung sendiri. Secara tegas diakui bahwa sifat melawan hukum materiil merupakan alasan penghapus pidana diluar undang – undang .
BAB
IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari
sekian banyak uraian-uraian tersebuta kami dapat menyimpulkan bahwa :
- penuntutan
adalah tindakah penuntut umum untuk melanjutkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
Undang-Undang ini dengan permintan supaya diperiksa dan diputuskan oleh
hakim disidang pengadilan.
- Hapus
hak menuntut disebabkan beberapa alasan sebagai berikut :
Berdasarkan KUHP, antara lain :
·
Telah
ada putusan hakim yang tetap mengenai tindakan yang sama
·
Terdakwa
meninggal dunia
·
Perkara
tersebut dalawarsa / lewat waktunya
·
Terjadi
penyelesaian diluar persidangan.
Sedangkan yang diluar KUHP, yang diatur dalam pasal 14 UUD
1945 :
·
Grasi
·
Amnesti
·
Abolisi
B.Saran
Perlu adanya pembaharuan dalam KUHP karena perlu mengikuti
kemajuann zaman sekarang ini.
DAFTRA PUSTAKA
·
Bambang
Poenomo: Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia
Indonesia, Yogyakarta, 1978,
·
A. Zainal Abidin Farid: Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta,
1995,
·
P.A.F Lamintang : Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia,
Sinar Baru ,Bandung 1984.
·
Andi Hamzah : Azas –asas Hukum
Pidana, PT Reineke Cipta ,Jakarta 2008.
·
E.Sahetapy : Hukum Pidana ,
Liberty,Yogyakarta 1995.
[1] Bambang
Poenomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,
Yogyakarta, 1978, Hal.191
[3] Andi Hamzah,Asas-Asas Hukum Pidana,PT Rineke
Cipta,Jakarta 2008 hal
[4]J.E.Sahetapy, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta,
1995, Hal. 55
[5] Utrecht, Op.Cit, Hal.345., J.E.Sahetapy, Op.Cit, Hal.56
[6] Sudarto, 1987 : 951
[8] J.E.Sahetapy, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta,
1995, Hal.150
era sekarang benar benar sudah kacau hukum dinegara kita gan,,,antara das sein dengan das solen tidak ada kesamaan ... alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana memang dapat disalah gunakan dengan semakin majunya TI
BalasHapus