HUKUM KELUARGA DAN WARIS
Pengertian perkawinan dalam Undang-undang
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, secara jelas dituangkan dalam Pasal
1 yang berbunyi :
“Ikatan
lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sudah sangatlah jelas dari bunyi pasal yang dikemukakan bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir dan batin, bukan hanya ikatan lahirnya semata ataupun
sebaliknya yaitu ikatan bathin saja.
Melainkan kedua-duanya sehingga kehidupan dalam keluarga yang telah dijalin
dengan adanya ikatan suci perkawinan yang menjadi sistem yaitu satu-kesatuan
yang utuh dan tidak dapat dipisahkan
sehingga saling melengkapi diantara keduanya.
Misalkan dalam hubungan perkawinan hanya ada ikatan lahir saja yaitu suami
hanya memberikan nafkah semata kepada istri atau anak-anaknya, tanpa memberikan
kebutuhan batin kepada isteri dan anak-anakya yaitu kepada isteri lazimnya
hubungan suami-isteri dan kepada anak-anaknya memberikan kasih sayang lazimnya
seorang ayah memberikan kasih sayang kepada anaknya.
Begitupun sebaliknya suami hanya memberikan kebutuhan batin saja tanpa
memberikan kebutuhan lahir itu akan menimbulkan permasalahan yang cukup besar
yang dimungkinkan perkawinan tersebut akan berakhir dengan kata
cerai/perpisahan.
Ikatan lahir dalam perkawinan
merupakan hubungan formil yang sifatnya nyata, baik bagi yang
mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau masyarakat. Ikatan lahir ini terjadi dengan adanya upacara perkawinan
yakni akad nikah bagi yang beragama Islam.
Sebagai ikatan bathin, perkawinan merupakan pertalian jiwa yang terjalin
karena adanya kemauan yang sama dan ikhlas antara seorang pria dengan seorang
wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri. Dalam tahap permulaan, ikatan
bathin ini tercermin dari adanya kerukunan suami isteri yang bersangkutan.
Setelah adanya ikatan lahir dan bathin dalam perkawinan yang bertujuan
membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal. Tanpa mengurangi landasan idiil perkawinan
yang diatur dalam Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 yakni membentuk “keluarga bahagia
dan kekal” dan tercantum dalam Pasal 3 KHI yang mengandung ruh Islam yakni
“sakinah, mawadah, dan rahmah”
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt)
atau Burgerlijk Wet Boek (BW) :
‘’Perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya
antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud
hidup bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan
dalam undang-undang”.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W) yaitu merupakan suatu
perbuatan hukum dan akibat-akibatnya antara dua pihak. Artinya perkawinan
adalah merupakan suatu perbuatan hukum dan akan mengakibatkan suatu akibat
hukum antara kedua belah pihak yaitu calon mempelai laki-laki dan calon
mempelai wanita.
Yang dimana mempunyai tujuan untuk hidup bersama dalam waktu yang lama, artinya
tidak ada batas waktu yang ditentukan
dalam perkawinan tersebut sama halnya dengan istilah kawin kontrak. Dan
perkawinan tersebut adanya suatu peraturan yang mengaturnya sesuai
undang-undang yang berlaku.
Hukum Islam :
“Suatu akad atau perikatan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta
kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT
Artinya perkawinan merupakan
perikatan yang suci yang dilaksanakan dengan disaksikan Allah SWT, kyai yang
mengawinkanya, keluarga besar dari pihak isteri dan kedua mempelai laki-laki
dengan disaksikan oleh tokoh agama yang ditunjuk oleh kedua mempelai tersebut.
apabila janji suci perkawinan tersebut baik salah satu maupun kedua belah
pihak mengingkari janji yang telah diucapkan artinya keluar dari pengertian
beserta tujuan dari pengertian yang diuraikan menurut hukum Islam.
Yang mempunyai tujuan mewujudkan kebahagian hidup keluarga, yang diliputi
rasa ketentraman dan kasih sayang. Artinya setelah adanya perikatan suci dalam
perkawinan yang akan mewujudkan kehidupan keluarga yang bahagia sesuai dengan
ajaran Allah dan rasul-Nya.
Selain itu juga, perkawinan dalam Islam mempunyai tujuan yaitu memperluas
dan mempererat hubungan kekeluargaan, serta membangun masa depan individu,
keluarga dan masyarakat yang lebih baik
Dari ketiga pengertian menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, Burgerlijk Wet Boek (B.W) dan Islam mengenai perkawinan, sudah cukup
jelas apa itu yang dimaksud perkawinan.
Yang dimana mempunyai inti dan tujuan yang sama, yaitu perkawinan merupakan
suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang hidup bersama dalam waktu yang
lama dan mempuyai tujuan perkawinan yaitu kekal dan bahagia, sakinah, mawaddah
dan rahman (dalam Islam).
· Adapun dalam Undang-undang perkawinan telah mengariskan beberapa asas atau
prinsip perkawinan, yakni :
- Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
- Bahwa suatu perkawinan adalah sah bila dilaksanakan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya, disamping harus dicatatkan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas monogami, yakni seorang suami beristerikan satu orang, kecuali
jika dibenarkan oleh hukum agama dan Undang-undang untuk berpoligami
(berisi lebih dari seorang). Untuk berpoligami diperlukan izin dari
isteri-isteri yang sudah ada dengan keputusan pengadilan. (Lihat bab
“Poligami dan Hukumnya”)
- Bahwa calon suami-isteri harus telah masak jiwa raganya, agar dapat
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian,
disamping dapat memperoleh keturunan yang baik dan sehat jasmani serta
rohani. Untuk itu, Undang-undang menetapkan batas minimal usia kawin 19
tahun bagi laki-laki, dan 16 tahun bagi perempuan. (Lihat bab “Usia ideal
Perkawinan”).
- Karena tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang berbahagia,
kekal dan sejahtera, maka Undang-undang perkawinan menganut asas/prinsip
mempersulit terjadinya perceraian. Perceraian terjadi karena alasan-alasan
yang kuat serta dilakukan di depan sidang pengadilan.
- Hak dan kedudukan suami-isteri seimbang, baik dalam kehidupan rumah
tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga segala sesuatu yang
menyangkut kepentingan keluarga dapat diputuskan bersama oleh suami dan isteri
·
Adapun untuk jelasnya ada pasal yang
membolehkan untuk poligami, yakni Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi :
“Pengadilan
dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.
Seorang suami yang ingin
beristeri lebih dari seorang tentunya harus mempuyai alasan yang cukup kuat,
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi :
“Pengadilan
dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang
akan beristeri lebih dari seorang apabila :
- Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
- Isteri mendapat cacat badan dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
- Isteri tidak dapat melahirkan keturunan”.
- Setelah memenuhi syarat yang dimungkinkan seorang suami untuk
beristeri lebih dari seorang tentunya harus memenuhi syarat sesuai yang
telah ditetapkan dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan,
adapaun syarat yang dimaksud
tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi :
“untuk
dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ayat 1 Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
- Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
- Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anak mereka”.
- Syarat-syarat perkawinan
- Syarat-syarat perkawinan pasal 6 sampai pasal 12 UU No 1 Tahun 1974 :
- Syarat materiil ( Pasal 6 sampai dengan pasal 11 UU 1/1974 )
- Syarat formal ( Pasal 12 UU 1/1974 )
- Syarat Materiil :
- Perkawinan harus berdasarkan atas persetujuan kedua calon suami isteri
(Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Perkawinan)
- Seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapatkan izin dari
kedua orang tuanya (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Perkawinan)
- Perkawinan diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 ayat (1) Undang-undang
Perkawinan)
- Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak
dapat kawin kecuali memenuhi syarat
Pasal 3 ayat 2 ( Poligami)
- Apabila suami istri bercerai sebanyak 2 kali tidak boleh kawin dulu
dengan bekas suami /istri tersebut.
- Bagi wanita yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu (Pasal 11
Undang-undang Perkawinan), yaitu ;
a)
Apabila perkawinan putus karena kematian,
waktu tunggu ditetapkan 130 hari.
b)
Apabila perkawinan putus karena
perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 kali suci
dengan sekurang-kurangnya 90 hari, bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan
90 hari.
c)
Apabila perkawinan putus, sedang janda
dalam keadaan hamil, maka waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
d)
Apabila perkawinan putus karena
perceraian, sedangkan antara janda dan bekas suaminya belum pernah terjadi
hubungan kelamin, maka tidak ada masa tunggu.
- Syarat formal :
- Syarat-syarat formal dari formalitas-formalitas yang mendahului
perkawinan. Syarat-syarat tersebut terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu ;
- Pemberitahuan kepada Pegawai Pencatat Perkawinan.
- Penelitian syarat-syarat perkawinan dilakukan setelah ada
pemberitahuan akan perkawinan oleh Pagawai Pencatat Perkawinan. Penelitian
syarat-syarat perkawinan memeriksa apakah syarat perkawinan sudah
terpenuhi atau belum dan ada halangan perkawinan menurut Undang-undang.
- Pengumuman tentang pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan.
Tujuan diadakan pengumuman ini, yaitu untuk memberi kesempatan kapada umum
untuk mengetahui dan mengajukan keberatan-keberatan terhadap
dilangsungkanya perkawinan. Pengumuman tersebut ditanda tangani oleh
Pegawai Pencatat Perkawinan, yang memuat tentang kapan dan dimana
perkawinan itu dilangsungkan.
- Larangan Perkawinan ( Pasal 8 UU 1/1974 ) :
- Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
a.
Berhubungan darah dalam garis keturunan ke
atas atau ke bawah.
b.
Berhubungan darah dalam garis keturunan
menyamping, yaitu antara saudara, antara saudara dengan saudara, antara
seseorang dengan saudara orang tua dan seseorang dengan saudara neneknya.
c.
Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak
tiri, menantu dan ibu-bapak tiri.
d.
Berhubungan susuan, yaitu orang tua
susuan, anak susuan, bibi susuan.
e.
Berhubungan saudara dengan isteri, dalam
hal seorang suami beristeri lebih dari 1 (satu) orang.
f.
Mempunyai hubungan yang agamanya atau
peraturan lain yang berlaku sekarang .
- Rukun perkawinan dalam islam :
Adapun rukun dalam
perkawinan yang harus dipenuhi, tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) Pasal 14, yang berbunyi ;
“Untuk melaksanakan perkawinan harus ada :
- Calon suami,
- Calon isteri,
- Wali nikah,
- Dua orang saksi, dan
- Ijab dan kabul.”
- SYARAT MENJADI WALI :
1) Beragama Islam.
2) Baligh.
3) Berakal sehat.
4) Laki-laki.
5) Adil (beragama dengan baik).
- Pembagian wali untuk perkawinan itu terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
1.
Wali Nasab
2.
Wali Hakim
3.
Wali Muhakkam
Seorang suami yang ingin
beristeri lebih dari seorang tentunya harus mempuyai alasan yang cukup kuat,
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi :
“Pengadilan
dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang
akan beristeri lebih dari seorang apabila :
- Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
- Isteri mendapat cacat badan dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
- Isteri tidak dapat melahirkan keturunan”.
Setelah memenuhi syarat yang
dimungkinkan seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang tentunya harus
memenuhi syarat sesuai yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan, adapaun syarat yang dimaksud tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) yang
berbunyi :
“untuk
dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ayat 1 Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
- Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
- Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anak mereka”.
Setiap orang yang akan melangsungkan
perkawinan harus memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat
Perkawinan. Bagi yang beragama Islam adalah Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan
Rujuk, sedangkan bagi yang bukan beragama Islam ialah Kantor Catatan Sipil atau
Instansi/Penjabat yang membantunya
Maksud dari pengumuman ini adalah untuk
memberikan kesempatan kepada umum untuk mengetahui dan mengajukan keberatan-keberatan
bagi dilangsungkanya suatu perkawinan apabila diketahui bertentangan dengan
hukum agama, kepercayaan yang bersangkutan atau bertentangan dengan
perundang-undangan yang berlaku
Tujuan Pencatatan
untuk memenuhi dokemen/administrasi dalam masalah perkawinan, mempunyai
kepastian dan kekutan hukum yang tetap, diakuinya oleh negara perkawinan dan
anak yang dihasilkan, memudahkan apabila
terjadi akibat hukum dari perkawinan seperti ; hak serta kewajiban anak dan
pembagian harta warisan.
Pencatatan perkawinan bagi mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang
beragama Islam yakni di Kator Urusan Agama (KUA), sedang bagi yang beragama
Non-Islam yakni di Kantor Catatan Sipil.
Batalnya Perkawinan
Perihal yang membatalkan perkawinan dalam Undang-undang No.1 tahun 1974
diatur pada pasal 22 s/d 28, yang lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975 pada pasal 37 dan 38. Pasal
22 Undang-undang No. 1 tahun 1974 mengatakan ;
“Perkawinan
dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan”.
Pihak-pihak yang berhak untuk melakukan pembatalan perkawinan sesuai dengan
Pasal 23 UU No. 1 tahun 1974, yang berbunyi :
“Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu
:
- Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau
isteri;
- Suami atau isteri;
- Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) pasal 16 Undang-undang ini dan
setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap
perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Sedangkan Pencegahan perkawinan diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, hanya ada
penambahan penegasan berupa pencegahan atas alasan “perbedaan agama” tidak
menyangkut ini sebagai alasan pencegahan ;
- Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari perkawinan yang
dilarang islam.
- Kemudian pasal 61 menegaskan, salah satu alasan pencegahan yang
dibenarkan hukum ialah karena perbedaan agama atau Ikhtilaafuddien.
Putusnya perkawinan, menurut Pasal 38 Undang-undang No. 1 tahun 1974 adalah
;
“Perkawinan
putus karena ;
- Kematian
- Perceraian
- Keputusan pengadilan.”
1. Kematian
- Putusnya perkawinan karena kematian adalah putusnya perkawinan karenan
kematian salah satu pihak (suami atau isteri).
- Maka sejak kematian salah satu pihak itulah putusnya perkawinan
terjadi dengan sendirinya. Dengan adanya kematian, maka timbul suatu
akibat hukum yakni adanya harta waris yang ditinggal oleh si mati.
- Harta Waris/Peninggalan ialah harta sisa setelah diambil untuk
mencukupkan keperluan penyelenggaraan jenazah, sejak dari memandikan
sampai memakamkan, kemudian untuk melunasi utang-utangnya, kemudian untuk
melaksanakan wasiatnya, dalam batas sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga)
dari sisa harta setelah diambil untuk biaya penyelenggaraan jenazah dan
melunasi utang-utangnya
2. Perceraian
- Putusnya perkawinan karena perceraian adalah putusnya perkawinan
karena dinyatakan talak oleh seorang suami terhadap isterinya yang
perkawinannya dilakukan menurut agama Islam.
- Putusnya perkawinan karena perceraian ini dapat juga disebut cerai
talak. Lembaga cerai talak ini hanya diperuntukan bagi suami yang
beragama Islam yang perkawinannya dilakukan menurut agama Islam yang ingin
mencerai isterinya (Penjelasan pasal 14 Peraturan Pemerintah No.9
Tahun1975)
3. Atas
Putusan Pengadilan
- Putusnya perkawinan atas putusan pengadilan adalah putusnya perkawinan
karenan gugatan perceraian isteri terhadap suaminya yang
melangsungkan perkawinan menurut agama islam atau karena gugatan perceraian
suami atau isetri yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan
kepercayaannya bukan islam, gugatan perceraian tersebut dikabulkan
Pengadilan dengan suatu keputusan.
- Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan disebut juga dengan
istilah cerai gugat, justru karena Undang-undang Perkawinan dan
Peraturan Pelaksananya menyebutkan bahwa perceraian ini dengan gugatan.
Suami yang mengeluarkan talak, tentunya mempunyai
alasan-alasan sehingga suami melakukan
talak kepada isterinya. Disebutkan pada Pasal 39 ayat (2) Undang-undang No. 1
tahun 1974 yang sama isinya dengan PP. No. 9 tahun 1975 yaitu ;
1)
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya yang sukar diembuhkan.
2)
Salah satu pihak meninggalkan yang lain
selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain di luar dan tanpa
alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuanya;
3)
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara
5 (lima) tahun atau hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung;
4)
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganaiyaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain;
5)
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau
penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai
isteri/suami;
6)
Antara suami dan isteri terus-menerus
tejadi perselisihan atau pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun
lagi dalam rumah tangga.
Macam-macam Perceraian/Talak
Talak/Perceraian dalam Islam
terbagi menjadi 2 (dua) macam yakni;
1)
Talak Suuni
- Talak Sunni adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isteri pada saat
isteri dalam keadaan suci (tidak haid), dan selama suci itu belum
dikumpuli.
2)
Talak Bid’i
- Talak Bid’i adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isteri yang
dalam masa haid atau dalam keadaan suci tetapi sudah dikumpuli A. Zuhdi
Muhdlor. Memahami Hukum Perkawinan. Al-Bayan.
- Pada dasarnya talak hanya dapat dijatuhkan sampai tiga kali. Talak
satu dan dua masih membuka peluang bagi mantan suami-isteri itu untuk
rujuk (kembali) lagi sebelum habis masa iddahnya, atau menikah lagi jika
telah habis masa iddahnya. Sesuai dengan firman Allah SWT surat
Al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi :
“Talak
yang dapat dirujuki dua kali. Setelah boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik (QS. Al-Baqarah:229)
- Dari firman Allah SWT di atas dapat dikelompokan bentuk-bentuk talak
sebagai berikut ;
1. Talak Raj’i
2. Talak Ba’in Shugra
3. Talak Ba’in Kubra
1)
Talak Raj’i
- Talak raj’i adalah talak satu dan dua tanpa adanya penebus talak
(iwadl) dari isteri untuk suami, di mana dalam masa iddah suami dapat
merujuk kembali kepada isterinya tanpa akad.
2)
Talak Ba’in Shugra
- Talak ba’in shugra adalah talak satu, dua, baik dijatuhkan sekaligus
maupun berturut-turut, disertai dengan iwadl dari isteri untuk suami
dimana suami masih dapat kembali dengan isterinya dengan akad baru
- Ada tiga macam Talak Ba’in Shugra, yaitu ;
a. Talak yang terjadi qabla dukhuli (sebelum berhubungan seksual);
b. Talak dengan tebusan atau khuluk.
c. Talak yang dijatuhkan Pengadilan Agama
3)
Talak Ba’in Kubra
- Talak ba’in kubra adalah talak tiga kali, baik dijatuhkan sekaligus
atau berturut-turut, dimana seorang suami tidak dapat menikah lagi dengan
mantan isterinya kecuali mantan
isterinya tersebut telah kawin lagi dengan laki-laki lain kemudian bercerai
setelah melakukan hubungan kelamin, dan telah habis pula masa iddahnya
Perkawinan Campuran
dalam peraturan perundang-undangan.
1.
Menurut Staatblad 1896 N0. 158.
Pengertian Perkawinan
Campuran Masa Pemerintahan Kolonial Beslit Kerajaan
29
Desember 1896 No. 23 Staatsblad 1896/158 (Regeling op de gemengde
huwelijken",
selanjutnya disingkat GHR) memberi defenisi sebagai berikut:
Perkawinan
dari orang-orang yang di Indonesia berada di bawah hukum yang
berlainan
( Pasal 1 ). Menurut Pasal 1 GHR tersebut, maka yang masuk dalam
lingkup
perkawinan campuran yaitu:
a.
Perkawinan campuran internasional, yaitu antara warganegara dan orang asiny,
antara
orang-orang asing dengan hukum berlainan, dan perkawinan yang
dilangsungkan
di luar negeri.
b.
Perkawinan campuran antar tempat, misalnya seperti perkawinan antara
seorang
Batak dengan perempuan Sunda seorang pria Jawa dengan wanita
Lampung,
antara orang Arab dari Sumbawa dan Arab dari Medan dan
sebagainya
yang disebabkan karena perbedaan tempat.
c.
Perkawinan campuran antar golongan (intergentiel). Adanya perkawinan
campuran
antar golongan adalah disebabkan adanya pembagian golongan
penduduk
oleh Pemerintah Kolonial kepada 3 (tiga) golongan yaitu: (1)
Golongan
Eropa; (2) Golongan Timur Asing; (3) Golongan Bumi Putera
(penduduk
asli) sehingga perkawinan yang dilakukan antar mereka yang
berbeda
golongan disebut perkawinan campuran antar golongan
d.
Perkawinan Campuran Antar Agama
Perkawinan
bagi mereka yang berlainan agama disebut pula perkawinan
campuran.
Menurut Undang-Undang
No 1 tahun 1974.
a. Pengertian Perkawinan Campuran
ialah perkawinan antara dua orang yang di
Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. (pasal
57)
Berdasarkan
pasal 57 yang dimaksud perkawinan campuran adalah:
1). Perkawinan antara
dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang lain
2) Perkawinan karena
perbedaan kewarganegaraan.
3). Perkawinan karena
salah satu pihak berkewar ganegaraan Indonesia
Selanjutnya
Pasal 26 UU No.12 Tahun 2006, mengatur bahwa. PerempuanWarga Negara Indonesia
yang kawin dengan laki-laki warga Negara Asingkehilangan kewarganegaraan
Republik Indonesia jika menurut hukum Negaraasal suaminya, kewarganegaraan
istri mengikuti kewarganegaar suami sebagaiakibat perkawinan tersebut.
Laki-laki warga Negara Indonesia yang kawindengan perempuan warga Negara Asing
kehilangan kewarganegaraan RepublikIndonesia jika menurut hukum Negara asal
istrinya, kewarganegaraan suamimengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat
perkawinan tersebut. Jika ingintetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat
mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau
perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan
atau laki-laki tersebut.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
kita perlu merujuk pada ketentuan Undang-Undang kewarganegaraan RI yang berlaku
saat ini yaitu UU No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU
Kewarganegaraan”). Mengenai status kewarganegaraan dalam perkawinan campuran,
hal tersebut diatur di dalam Pasal
26 UU Kewarganegaraan,
Sedangkan
berdasarkan UU No. 12 tahun 2006, maka seorang anak yang dilahirkan berdasarkan
perkawinan campuran – dengan tidak memandang apakah ayah atau ibunya yang warga
negara asing – dengan demikian anak tersebut dapat memiliki kewarganegaraan
ganda. Namun pada saat berusia 18 tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Sedangkan
yang berkaitan dengan harta kekayaan, hal itu sangat bergantung kepada sah atau
tidaknya perkawinan campuran itu sendiri.Dalam hal perkawinan campuran dianggap
sah berdasarkan UU No. 1 tahun 1974, maka pembagian harta kekayaan (bila
terjadi perceraian) akan dilakukan berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 itu sendiri_________________________________________________________________________________
HUKUM WARIS MENURUT
HUKUM PERDATA BARAT
§
BUKU II BAB 12 DAN 16
§
Pasal 830 s.d 1130 KUHPerdata
Ps. 163 IS Stb. 1925
No.447 PENDUDUK DIBAGI MENJADI 3 GOL
1.
Gol Eropa dan yg dipersamakan, Misal Jepang
2.
Golongan Timur Asing yg terdiri dari :
a. Gol
Timur Asing Tionghoa
b. Gol
Timur Asing bukan Tionghoa misal Arab, India dsb.
c. Gol Bumiputera (Gol Pribumi)
Ps. 131 IS yg menetapkan hkm mana yg berlaku bagi
ketiga gol tsb
- Bagi Gol Eropa dan dipersamakan, berlaku Hukum Barat, Misal BW, WVK dan peraturan lain yg khusus diberlakukan baginya;
- Bagi Gol Timur Asing :
a. Gol
Timur Asing Tionghoa, berlaku Hk Barat dg beberapa pengecualian, (Stb. N0.
556/1924;
b. Gol
Timur Asing Bukan Tionghoa, diberlakukan Hk Adat negara asalnya
- Gol Bumi Putera, Hk Adatnya masing masing
Stb 1927 N0. 12 ttg UU Penundukan
diri
Dengan adanya UU ini Orang BumiPutera dimungkinkan kpdnya
menundukan diri kepada HK Barat (BW/WVK) baik untuk seluruhnya, sebagian,
terhadap sesuatu perbuatan ttt atau secara diam-diam. Apabila hal ini terjadi
maka kpdnya diberlakukan Hk Barat
PENGERTIAN WARISAN MRT WIRJONO
PRODJODIKORO
Warisan adalah soal
apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang
kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain
yang masih hidup.
MRT SUBEKTI MEWARIS
ADALAH
MENGGANTIKAN HAK DAN KEWAJIBAN SESEORANG YANG MENINGGAL. HAK DAN
KEWAJIBAN DISINI ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DLM BIDANG HUKUM KEKAYAAN ARTINYA HAK
DAN KEWAJIBAN YG DPT DINILAI DG UANG. DLM KUHPERDATA HAK DAN KEWAJIBAN TSB
DIATUR DLM BUKU II DAN BUKU III
Pilto
“Hukum waris adalah kumpulan
peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang,
yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat
dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan
antar mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak
ketiga”.
PADA UMUMNYA
PARA PENULIS HK SEPENDAPAT BAHWA :
HK
WARIS MERUPAKAN PERANGKAT KAIDAH YANG MENGATUR TENTANG CARA ATAU PROSES
PERALIHAN HARTA KEKAYAAN DARI PEWARIS KEPADA AHLI WARIS ATAU PARA AHLI WARIS
HK WARIS DLM KUHPERDATA DIATUR DLM
BUKU II
- KRN Hukum Waris adalah hk yg mengatur tentang harta benda dari orang yg sdh meninggal ( mrpkn Hak Kebendaan dr orang yg meninggal dunia)
- Pewarisan mrpkn salah satu cara untuk memperoleh hak milik, selain perlekatan, pemilikan dan daluwarsa . (Ps. 584 KUHPerdata).
TIGA UNSUR YG ADA DALAM PENGERTIAN
WARISAN
- Seorang peninggal warisan
(erflater), yg pd wafatnya meninggalkan kekayaan
- Seorang atau beberapa orang ahli
waris (erfgenaam), yg berhak menerima kekayaan yg ditinggalkan.
- Harta warisan(nalatenschap),
yaitu ujud kekayaan yg ditinggalkan.
Unsur ke 1 menimbulkan persoalan:
Bagaimana dan sampai
dimana hubungan seorang peninggal warisan dengan kekayaannya dipengaruhi oleh
sifat lingkungan kekeluargaan, dimana si peninggal warisan berada
Unsur ke 2 menimbulkan persoalan:
Bagaimana dan sampai dimana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal
warisan dan ahli waris, agar kekayaan si peninggal warisan dan ahli waris
bersama-sama berada.
Unsur ke 3 menimbulkan persoalan:
Bagaimana dan sampai dimana ujud kekayaan
yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, dimana si
peninggal warisan dan si ahliwaris bersama-sama berada.
SALAH SATU ASAS DLM HK WARIS ADALAH
SAISIN
TERDAPAT DLM PS.
833 KUHPERDATA yg berbunyi sekalian ahli waris dengan sendirinya demi hukum
memperoleh hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang dari si
meninggal. Jadi begitu seorang meninggal, maka pada detik itu juga segala hak
dan kewajibannya beralih kpd para warisnya sehingga tdk ada satu detikpun
kekosongan..
PS. 834 KUHPERDATA DIKENAL DG NAMA
HEREDITATIS PETITIO ADALAH
HAK SETIAP WARIS UNTUK MENUNTUT DARI ORANG YG
TANPA HAK MENGUASAI BARANG WARISAN, SUPAYA BARANG ITU DISERAHKAN KEPADANYA (HAK
MENUNTUT)
SALAH SATU ASAS YG PENTING Yaitu PASAL 836 KUHPERDATA
Bahwa seorang
waris hrs dg mengingat ketentuan Ps. 2 KUHPerdata sdh ada pada saat pewaris
meninggal.
Ps 2 KUHPerdata
mengatakan bahwa anak yg ada dlm kandungan ibunya dianggap sdh dilahirkan,
bilamana kepentingan si anak itu
menghendakinya, tetapi apabila ia mati sewaktu dilahirkan, ia dianggap tdk
pernah ada.
Sifat warisan
Sifat warisan
dalam suatu masyarakat tertentu adalah berhubungan erat dengan sifat
kekeluargaan serta pengaruhnya pada kekayaan dalam masyarakat itu
Hub sifat kekeluargaan dan sifat warisan Artinya :
Sifat dari
kekeluargaan tertentu menentukan batas-batas, yang berada dalam tiga unsur dari
soal warisan yaitu unsur peninggal warisan, unsur ahli waris dan unsur harta
warisan
3 MACAM GOL SIFAT
KEKELUARGAAN
1.
Sifat kebapakan (patriarchaat varderrechtelijk)
2.
Sifat keibuan (matriarchaat, moederrechtelijk)
3.
Sifat kebapak-ibuan(parental, onderrechtelijk)
Dalam kekeluargaan yg bersifat
kebapakan
Seorang isteri oleh krnperkawinannya
adalah dilepaskan dr hubungan kekeluargaan dg orang tuanya, nenek moyangnya,
saudaranya sekandung, sdrnya sepupu dll seanak keluarganya.
sejak perkawinan si isteri masuk dlm
kekeluargaan suaminya. (Perkawinan jujur). Terdapat di Batak ,Gayo, Alas, Ambon
Irian, Timor dan Bali.
Kekeluargaan yg bersifat keibuan
Setelah
perkawinan si suami berdiam di rumah si isteri atau keluarganya. Si suami
sendiri tdk masuk keluarga si isteri, tetapi anak2 keturunannya dianggap
kepunyaan ibunya sajadan si ayah pd hakekatnya tdk punya kekuassaan terhadap
anak-anaknya.
Kekeluargaan yg bersifat keibu
bapakan
Pada hakekatnya tiada perbedaan
antara suami dan isteri perihal kedudukannya dalam keluarga masing-masing.
HK WARIS SBG
SALAH SATU BIDANG HUKUM YG BERSIFAT NON
NETRAL ARTINYA
HUKUM WARIS
MERUPAKAN SALAH SATU BIDANG HUKUM YANG DIPENGARUHI OLEH CORAK BUDAYA, AGAMA,
SOSIAL DAN ADAT ISTIADAT SERTA SISTEM KEKELUARGAAN DALAM MASYARAKAT INDONESIA.
JADI AKIBATNYA HK WARIS YG
BERLAKU DI INDONESIA DEWASA INI MASIH
BERGANTUNG PD HK WARIS MANA YG BERLAKU BAGI YG MENINGGAL DUNIA.
Sistem kekeluargaan
Hk Waris erat
hubungannya dengan Hk Keluarga, maka perlu kita mengerti sistem kekeluargaan
yang dianut dalam Hukum Perdata (BW)
Sistem
kekeluargaan yg dianut oleh Hukum Perdata (BW) ini adalah sistem kekeluargaan
bilateral atau parental. Dlm sistem ini keturunan dilacak dari pihak suami
maupun dr pihak Isteri
SISTEM KEWARISAN YANG DIANUT DALAM
HUKUM PERDATA( BW) ADALAH:
SISTEM INDIVIDUAL.
Pada sistem ini,
prinsipnya harta warisan harus dibagi-bagi pemilikannya di antara para ahli
waris yang ada dan sah. Kedudukan anak laki-laki maupun perempuan sama-sama
sebagai ahli waris.
HARTA WARISAN MENURUT HK PERDATA (BW)
a. TIDAK
DIKENAL BARANG BAWAANYAITU BARANG YG DIBAWA OLEH SUAMI ATAU ISTERI PD SAAT
PERKAWINAN DILANGSUNGKAN.
b. TIDAK
MENGENAL HARTA GONO GINI ATAU BARANG PENCAHARIAN BERSAMA SUAMI ISTERI SELAMA
PERKAWINAN. PENGECUALIAN DARI SEMUA INI HANYA DAPAT DILAKUKAN DG PERJANJIAN
KAWIN.
c. SEJAK
DILANGSUNGKAN PERKAWINAN,MK TERJADIKLAH PERSATUAN BULAT ANTARA KEKAYAAN SUAMI
DAN KEKAYAAN ISTERI DG TDK MEMANDANG SIAPA ASALNYA YANG MEMILIKI HARTA ITU (PS.
119)
BERDASARKAN
PRINSIP BW
BARANG WARISAN
ITU TDK HANYA BERUPA HARTA BENDA SAJA , TETAPI JUGA HAK –HAK DAN KEWAJIBAN YG
DAPAT DINILAI DENGAN UANG.
TERHADAP
KETENTUAN TSB ADA BEBERAPA KEWAJIBAN2
DLM LAPANGAN HARTA KEKAYAAN YG TDK DPT BERALIH KEPADA PARA AHLI WARIS. ANTARA
LAIN :
1.
Hak memungut hasil (vruchtgebruik).
2.
Perjanjian perburuhan, dg pekerjaan yg harus
dilakukan bersifat pribadi.
3.
Perjanjian perkongsian dagang, baik yg berbentuk
maatschap mrt BW maupun firma mrt WVK, sebab perkongsian ini berakhir dg
meninggalnya salah seorang anggota/pesero
Beberapa hak yg walaupun terletak dlm lapangan hk
keluarga, tetapi dpt diwariskan kpd ahli waris yaitu
- Hak seorang ayah untuk menyangkal sahnya seorang anak
- Hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak sah dari bapak atau ibunya.
CARA MEMPEROLEH HARTA WARISAN
a.
BERDASARKAN KETENTUAN UU ATAU WETTELIJK ERFRECHT
ATAU ABINTESTATO YI AHLI WARIS YG MENDAPATKAN BAGIAN WARISAN KRN HUBUNGAN
KEKELUARGAAN YG BERDASARKAN PADA TURUNAN;
b.
TESTAMENT ATAU WASIAT ATAU TESTAMENTAIR
ERFRECHT, YAITU SEORANG AHLI WARIS YG MENDAPATKAN BAGIAN HARTA WARISAN KRN
DITUNJUK ATAU DITETAPKAN DALAM SUATU WASIAT
AB-INTESTATO ADALAH AHLI WARIS MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG
* Anak keluarga dr yg meninggal
dunia (mrk yg saling mempunyai hubungan darah). Ini dibagi 4 golongan:
AHLI WARIS GOLONGAN PERTAMA INI
TERDIRI DARI :
1. Anak dan sekalian keturunannya.
Mereka ini tdk dibedakan jenis
kelamin, waktu kelahiran dan perkawinan yg pertama atau yg kedua(Ps 852). Bagian
mereka sama, Kpl demi kpl sama rata dan mengenal sistem pergantian
2. ISTERI/SUAMI (PS. 852 A)
l
Bagian suami/Isteri ini terdapat perbedaan yg
didasarkan pada waktu dilangsungkannya perk. Yaitu sbb:
l
A. Bagian ISTERI/SUAMI DR PERK PERTAMA, adalah
seperti bagian anak, kecuali isteri hamil atau suami dr perk kedua;
l
B. Bagian Isteri/suami dlm perk yg kedua, adalah
max ¼ (seperempat) dr harta warisan atau tdk boleh melebihi bagian anak yg
terkecil apabila dr perk yg pertama terdapat anak dr si meninggal.
3. ANAK LUAR KAWIN
l
Dalam UU diatur secara khusus, dlm arti berbeda
dg bagian warisan seorang anak sah. ( dibahas tersendiri)
AHLI WARIS GOL II
1. Bapak dan /atau Ibu si meninggal. Mrt
Ps. 854, sbb:
a.
Ayah dan Ibu masing2 mendapat 1/3
(sepertiga)bagian dr harta warisan jika hanya ada satu saudara si mati
b.
Ayah dan Ibu masing2 mendapat 1/4 (seperempat)
bagian dr harta warisan jika ada lebih dr satu saudara si mati
MRT PASAL 855 APABILA AYAH ATAU
IBU(salah satu telah meninggal) bagiannya sbb:
A. ½ bagian dr
harta warisan, jika hanya ada satu saudara
B. 1/3 bagian dr
harta warisan jika ada dua saudara;
C. ¼ bagian dari
harta warisan jika ada lebih dari dua saudara.
2. Saudara
Sdr disini
dibedakan sdr kandung dg sdr seayah atau seibu tetapi lain ayah atau lain ibu.
Bagiannya sbb:
A. Sdr Kandung
(Ps. 856)
i.
Seluruh harta warisan, apabila ahli waris
lainnya tak ada;
ii.
Sisa harta warisan, setelah harta warisan dikurangi bagian ayah dan/atau Ibu (854 dan
855)
iii.
Diantara sesama saudara kandung, harta warisan
dibagi sama rata.
B. Saudara se ayah atau se Ibu tetapi lain ayah
atau ibu (Ps 857) bgian sdr:
Ahli waris seayah dan seibu, mendapat bagiab daru
dua pancer;
Ahli waris yg hanya seayah atau seibu, mendapat
bagian hanya dari satu pancer;
Apabila semininggal tdk meinggalkan ayah atau ibu,
tetapai ia meninggalkan saudara seayah atau seibu, maka mereka hanya mendapat
bagian dr satu arah, yi dr grs ayah saja atau garis ibu saja
JADI APABILA ORANG YG MENINGGAL ITU TIDAK MENINGGALKAN AYAH ATAU IBU TDK
MENINGGALKAN SAUDARA DR AYAH ATAU IBU YG BERLAINAN, MAKA HARTA WARISAN DIPECAH
MENJADI DUA. Sebagian untuk sdr yg seayah dan sebagian lagi untuk
saudara yang seibu.
AHLI WARIS GOLONGAN III TERDIRI DARI :
a.
KAKEK DAN NENEK dan seterusnya dlm garis lurus
keatas dr pihak ayah dan ibu simeninggal.
b.
Ahli waris GolIII baru tampil menerima warisan
apabila ahli waris dr gol I dan II tdk ada.
BAGIAN WARISAN AHLI WARIS GOL III sbb:
A.
½ bagian dr harta warisan, diberikan kpa kakek
dan nenek dan seterusnya ke atas, dr pihak ayah;
B.
½ bagian dari harta warisan, diberikan kpd kakek
dan nenek dan seterusnya ke atas, dari pihak ibu.
Cttn : di dlm hk
waris siapa yg derajatnya paling dekat dg yg si menggal, mk ialah yg lebih
berhak dr derajat yg lebih jauh.
AHLI WARIS GOLONGAN KE IV INI
TERDIRI DARI :
Keluarga sedarah
dr garis menyamping yg dibatasi sampai derajat keenam, baik dr pihak ayah
maupun dari pihak ibu.
Ahli waris
golongan ke iv baru tampil apabila tidak ada ahli waris gol ke III
BAGIAH WARISAN AHLI WARIS GOL IV
SBB:
A.
Harta warisan dipecah menjadi dua, sebagian
diberikan kpd keluarga dr pihak ayah dan sebagian lagi diberikan kpd keluarga
dr pihak ibu;
B.
Apabila pd satu belahan , tidak ada lagi ahli
warisnya sampai derajat ke enam, maka bagian belahan ini diberikan kpd belahan
yg lain ( Ps 861);
C.
Apabila belahan yg lain jg tdk ada ahli
warisnyamaka jatuh pd anak luar kawin (873)
D.
Apabila tdk ada anak luar kawin maka harta
warisan jatuh kpd Negara( Ps. 832)
AHLI WARIS DERAJAT KE TUJUH
APAKAH BISA TAMPIL SBG AHLI WARIS?
AHLI WARIS DALAM DERAJAT KETUJUH
HANYA DAPAT MUNCUL MENJADI AHLI WARIS, APABILA BERSAMA-SAMA DG AHLI WARIS DARI
DERAJAT KEENAM ( PAMAN DAN BIBI) , Ps 845 KUHPerdata
b. MEWARIS
SECARA TESTAMENTER adalah Ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat
DALAM HAL INI
PEMILIK KEKAYAAN MEMBUAT WASIAT DIMANA PARA AHLI WARISNYA DITUNJUK DALAM WASIAT
ITU.
PENGERTIAN ANAK LUAR KAWIN ADALAH
ANAK YG LAHIR
DILUAR IKATAN PERKAWINAN YG SAH ANTARA AYAH DAN IBU YG MELAHIRKANNYA.
GOLONGAN ANAK LUAR KAWIN DARI SEGI
HUKUM DPT KITA GOLONGKAN KEDALAM DUA GOLONGAN YAITU
1. GOL anak luar kawin yg tidak
dapat diakui yaitu
A. anak yg lahir
dr hubungan zina;
B. anak sumbang
2. Gol anak luar kawin yg dapat
diakui adalah anak yg dilahirkan dr hubungan anatara laki2 dan perempuan dimana
keduanya tdk terikat dlm status perkawinan
BAGIAN WARISAN ANAK LUAR KAWIN
1. 1/3 dari
bagian seandainya ia anak sah (Pasal 863). Hal ini dg catatan, apabila ia
mewaris bersama2 dg anak sah atau seorang isteri dr si meninggal.
2. ½ dr seluruh
harta warisan(Ps 863 (2) dg catatan apabila ia mewaris bersama2 dg keluarga grs
lurus ke atas dan saudara2 si meninggal………….(lht hal 14)
ORANG-ORANG YG TDK PATUT
MENERIMA WARISAN (PS. 838 BW)
1.
Orang yg dg putusan Hakim telah dihukum krn
dipersalahkan telah membunuh atau telah mencoba membunuh pewaris.
2.
Orang yg menggelapkan, memusnahkan atau
memalsukan surat wasiat atau dg memakai kekerasan atau ancaman telah
menghalang-halangi si pewaris untuk membuat surat wasiat mrt kehendaknya
3.
Orang yg krn putusan Hakim telah terbukti, bahwa
ia telah memfitnahkan orang yg meninggal dunia dlm perkara berbuat kejahatan yg
diancam dg hukuman 5 th atau lebih
Mrk yg tdk boleh mencari keuntungan berhubung jabatannya
a.
Notaris serta saksi-saksi dlm pembuatan testamen
itu
b.
Pendeta atau dokter-dokter yg melayani dan
merawat si pewaris selama sakitnya yg terakhir
WASIAT adalah
SUATU PERNYATAAN
DARI SESEORANG TENTANG APA YANG DIKEHENDAKI SETELAH IA MENINGGAL DUNIA , DIMANA
ISINYA TDK BOLEH BERTENTANGAN DG UU( Ps. 875 KUHPerdta)dan biasanya isi drpd
wasiat adalah suatu “erstelling”penunjukan seseorang atau beberapa orang
menjadi ahli waris
LEGAAT suatu pemberian kepd
seorang yg dpt berupa
1)
Satu atau beberapa benda tertentu
2)
Seluruh
benda dari satu macam atau jenis mis seluruh benda yg bergerak;
3)
Hak “vruchtgebruik”atas sebagian atau seluruh
warisan;
4)
Suatu hak lain terhadap boedel, mis hak untuk
membeli satu atau beberapa benda ttt dar boedel.
LEGATARIS adalah penerima legaat
a.
Ia hanya mempunyai hak penuntutan penyerahan
benda atau pelaksanaan hak yg diberikan kpdnya dari sekalian ahli waris. Dg
perkataan lain suatu legaat memberikan suatu penuntutan terhadap boedel.
b.
Adakalanya legataris yg menerima beberapa benda
diwajibkan memberikan salah satu kpd orang lain yg ditunjuk dlm testament dan
pemberian suatu benda yg harus ditagih dr seorang legataris ini disebut sub
legaat.
WARISAN MRT HK ISLAM YAITU
SEJUMLAH HARTA
BENDA SERTA SEGALA HAK DR YG MENINGGAL DUNIA DALAM KEADAAN BERSIH, ARTINYA
HARTA PENINGGALAN YG AKAN DIWARISI OLEH PARA AHLI WARIS ADALAH SEJUMLAH HARTA
BENDA SERTA SGL HAK “SETELAH DIKURANGI DG PEMBAYARAN HUTANG2 PEWARIS DAN
PEMBAYARAN2 LAIN YG DIAKIBATKAN OLEH WAFATNYA SI PENINGGAL WARISAN
SISTEM KEWARISAN
ISLAM ADALAH SISTEM INDIVIDUAL BILATERAL
HAL TERSEBUT
DIKEMUKAKAN Hazairin ATAS DASAR AYAT2 KEWARISAN DLM ALQURAN DLM AYAT
7,8,11,12,33 DAN AYAT 176 SRT AN NISAA ( Q.S IV)
GOLONGAN AHLI WARIS DI DALAM
ISLAM ADA 3 GOLONGAN YAITU :
a.
AHLI WARIS MENURUT ALQUR’AN ATAU YG SUDAH
DITENTUKAN DI DLM ALQUR’AN DISEBUT DZUL FARAA’IDH.
b.
AHLI WARIS YG DITARIK DR GARIS AYAH, DISEBUT
ASABAH.
c.
AHLI WARIS MRT GARIS IBU, DISEBUT DZUL ARHAAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar