Translate

Minggu, 24 November 2013

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

HUKUM ACARA PERADILAN  AGAMA
1.   Pengertian Hukum Acara Perdata  Agama
            Hukum Acara perdata Agama Merupakan bagian Hukum Acara Perdata dengan fungsi memprtahanakan  dan ditaatinya ketentuan hukum perdata Agama materii yang lebih bersifat Hukum Keluargal maka batasan dan pengertian Hukum Acara Perdata Agama menurut pandangan para doktrina menjadi beraneka ragam dan variatif.  
            adapun beberapa pengertian dan batasan para doktrina tentang Hukum Acara Perdata itu diantaranya adalah menurut :
            K. Wantjik Saleh, SH : “Hukum acara Perdata sebagai ketentuan-ketentuan  yang mengatur tentang bagaimana caranya berperkara perdata di muka  Pengadilan
             Kesimpulannya : Hukum Acara Perdata Agama adalah “ Hukum yang mengatur bagaimana menegakkan Hukum Materiltentang dimuka Persidangan Pengadilan Agama”
-          Dengan adanya hukum acara perdata ini, tindakan menghakimi sendiri akan dapat dicegah, setidaknya dapat dikurangi. Oleh karena itu bila kita memperhatikan kenyataan dalam kehidupan masyarakat kita masih banyak orang menyelesaikan suaru perkara dengan caranya sendiri. Negara kita dikenal sebagai negara hukum , tentu tidak akan dibenarkan tindakan menghakimi sendin ini, karena yang jelas akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat disamping untuk memperjelas sebuah status & keadaan tertentu                                        .
Dengan demikian dapat dikatakan disini objek dan pada ilmu acara perdata ini menunjukkan jalan yang harus dilakukan cleh seorang atau pihak,agar soal yang akan dihadapi dapat diperiksa dan diselesaikan di pengadilan Agama
2. Sifat Hukum Acara Perdata
            Dari batasan singkat  tentang  pengertian Hukum Acara Perdata sesuai optik teoritis dan praktik maka dapatlah ditarik konklusi dasar bahwa  Hukum acara Perdata itu adalah :
            Pertama : jikalau ditinjau dari sifat  dan asal muasal terjadinya perkara perdata maka terhadap inisiatif timbulnya perkara  perdata  terjadi oleh karena adanya gugatan dari orang (Penggugat) yang “merasa” dan “dirasa” bahwa haknya telah dilanggar orang lain (Tergugat)
            Kedua : Apabila ditinjau dari aspek pembagian hukum berdasarkan kekuatan sanksinya maka sifat Hukum Acara Perdata pada umumnya bersifat memaksa (dwingend recht)
            Ketiga : apabila ditinjau dari aspek pendapat Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro,SH. Maka sifat hukum Acara Perdata berikutnya adalah sifat kesederhanaan dalam beracara di depan sidang pengadilan
3.Sumber Hukum Acara Perdata
            Sampai sekarang ini kita masih belum mempunyai hukum acara perdata nasional yang dimuat dalam suatu undang-undang yang khusus seperti halnya dengan hukum acara pidana (KUHAP). oleh karena itulah hukum acara perdata kita sekarang ini masih terdapat berserakan di dalam beberapa peraturan Perundang-undangan Seperti :
  1. HIR
  2. R.Bg
  3. UU. No 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman
  4. UU. No 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama
  5. Dll
-          Kompetensi PA
-          Kompetensi Relatif
            Adalah Sebuah kewenangan kekuasaan Sebuah Lembaga Pengadilan dalam menangani jenis perkara yang menjadi kompetensi-nya akan tetapi dititik beratkan dari sisi kewilayahannya
·         Kompetensi Absolut
            Adalah Sebuah kewenangan kekuasaan sebuah Lembaga Pengadilan yang menitikberatkan kepada Jenis Pengadilan mana yang berhak menangani perkara tersebut
Ko
Kompetensi Absolut PA
  1. Bidang Perkawinan
            a. Permohonan Ikrar thalaq
            b. Gugat Cerai
            c. Gugatan gono-gini
            d. dispensasi nikah
            e. Pembatalan Perkawinan
            f. Permohonan Penetapan Wali
  1. Bidang Kewarisan
            a. Permohonan penetapan Ahli Waris
            b. Gugatan Sengketa Waris
            c.
  •  Persoalan Perwakafan
             a. Gugatan harta wakaf
             b. Permohonan penetapan Nazir
  • Persoalan Ekonomi syari’ah
  • II. Para Pihak Dalam Perkara
            Dalam suatu perkara sengketa perdata sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) pihak yaitu pihak penggugat (Eiser/ plaintif) yamg mengajukan, dan pihak tergugat (Gedagde/Defendant).
            Pengugat :
            Ialah orang atau badan hukum yang berkepentingan akan perlindungan hukum dan oleh karenanya ia mengajukan gugatan
            Tergugat :
            Ialah orang atau badan hukum yang terhadapnya diajukan gugatan atau tuntutan hak.
            Dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan ada turut sertanya pihak ke 3 dalam suatu perkara yang mencampuri sengketa yang sedang berlangsung antara P dan T dan ini disebut Intervertie
Interventie dapat dibedakan menjadi 3 jenis ;
1). Vrijwaring
            Apabila dalam suau perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan, diluar kedua belah pihak  yang berperkara ada pihak ketiga yang ditarik masuk kedalam perkara tersebut.
            Ex : A pinjam uang kepada B dengan jaminan C, maka jika C digugat oleh B, C akan menarik A supaya C dapat bebas dari akibat buruk suatu putusan Hakim.
2). Tussenkomst
            Apabila masukny pihak ke 3 atas kemauan sendiri kedalam perkara gugatan yang sedang berlangsung, dan pihak ketiga ini tidak memihak kepada salah satu pihak, tetapi ia hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri.
            Ex : A dan B berselisih tentang milik suatu barang/benda, kemudian datang C, dan C mengatakan banhwa pemilik barang yang disengketakan itu bukan A dan bukan B melainkan C, maka C mohon diberi kesempatan untuk membantah A dan B.
  3). Voeging

Apabila percampuran atau turut sertanya pihak ke 3 dalam proses perkara gugatan dan menggabungkan diri kepada salah satu pihak (bisa kepada P atau T)

Ex : A dan B bersama-sama tanggung menanggung renteng berhutang pada C, mulanya hanya B yang digugat oleh C, kemudian A mencampuri sebagai pihak ke 3 untuk menolong B dalam menghadapi C
III. PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN TINGKAT    PERTAMA
            A.   Tugas Hakim.
             
            dalam peradilan perdata, tugas hakim mempertahankan tata hukum perdata, mentapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalm suatu perkara.dengan demikian yang menjadi tugas pokoknya adalah menerima, memriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
            hakim bersifat aktif :
            Aktifnya Hakim dapat dilihat dengan adanya usaha dari hakim untuk mendamaikan kedua blah pihak dan tindakan hakim untuk memberi penerangan yang layak kepada para pihak, tentang upaya-upaya hukum, dan tentang pengajuan alat-alat bukti
            hakim bersifat pasif :
            dalam hukum acara perdata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk memeriksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim.
             Pasal 178 (2), (3),HIR/ps 189 (2),(3),R.Bg :
            “hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dialrang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut.”
            Dapat disimpulkan bahwa hakim bersifat aktif jika ditinjau dari sudut kelancaran persidangan, dan bersifat pasif jika ditinjau dari sudut luasnya tuntutan.
             B. Gugatan ( cara mengajukan gugatan)
            Gugatan
-           Gugatan dimaksudkan sebagai tuntutan hak yang mengandung sengketa    dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.
-           Gugatan sebagai suatu permohonan yang disampaikan kepada ketua PA yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan pesrta kemudian dibuat putusan terhadap gugatan tersebut.
Cara Mengajukan Gugatan
Hal kompetensi mengadili :
-          Kompetensi Absolut
-          Kompetensi relatif
Syarat-syarat Gugatan :
-          Syarat Formal
            1).        Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan
                        dalam surat gugatan lazimnya secara tegas disebutkan       tempat            dimana gugatan itu dibuat, selanjutnya disebutkan           tanggal,bulan  dan tahun
            2).        Materai
                        dalam prakteknya suatu surat gugatan diberi materai         secukupnya, kemuadian diberi tanggal,bulan dan tahun         pembuatan atau didaftarkannya gugatan di kepaniteraaan             perdata PA
            3).        Tanda tanggan
            Suatu gugatan harus ditandatangani oleh penggugat sendiri           atau oleh kuasanya yang khusus untuk itu.
Syarat Substansial
            1).        Identitas para pihak / Komparisi
                        dalam suatu surat gugatan harus jelas diuraikan mengenai identitas          para pihak (P + T)
            2).        Posita ( fundamentum petendi )
            yaitu dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang       merupakan dasar serta alasan-alasan dari tuntutan.
            Esensi :            - objek perkara         
                         - fakta-fakta hukum
                         - kualifikasi perbuatan
                         - uraian kerugian
                                     - Hubungan Posita dengan Petitum
                                     - dsb
            3). Petitum
            Yaitu kesimpulan dari suatu gugatan yang berisi hal-hal yang dimohonkan untuk diputuskan oleh Hakim atau pengadilan.
            Petitum  terdiri dari : Primair dan Subsidair.
III. PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA
   1. Pemeriksaan di muka sidang
Persidangan Pertama
Tata cara jalannya persidangan Perkara di PA
  1. Kemungkinan hadirnya Para Pihak.
            Penggugat dan Tergugat semuanya hadir di persidangan PA, maka perkara tersebut ada 2 (dua) alternatif cara penyelesaiannya dalam kelanjutannya, yaitu :
            1. Perdamaian
            2. Pembacaan Surat Gugatan
1. Perdamaian
-          Sidang dinyatakan terbuka untuk umum
-          Pemeriksaan identitas para pihak
-          Hakim berusaha mendamaikan para pihak
  (Pasal 130 HIR, 154 Rbg)
-          Konsekuensi Yuridis dapat timbul :
Apabila salah satu pihak ingkar janji dan tidak mentaati isi perjanjian perdamaian maka perdamaian tersebut tidak mempunyai kekuatan eksekusi 
(non-executable) , sehingga jalan yang dapat ditempuh kembali adalah dengan mengajukan surat gugatan lagi ke P
A
Perdamaian dilakukan oleh para pihak di luar persidangan maka Hakim tidak mencampuri urusan perdamaian itu dan dilakukan oleh para pihak sendiri
            Perdamaian dilakukan di depan persidangan maka hakim dapat ikut campur terhadap perdamaian tersebut sehingga akta perdamaian (acte van verelijk) yang di buat para pihak sama dengan putusan hakim.
Konsekuensi Yuridis :
            Apabila salah satu pihak ingkar janji dan tidak mentaati isi perdamaian maka perkara tersebut tidak dapat diajukan gugatan lagi ke PA, dan dapat dieksekusi (bersifat executable)
2. Pembacaan Surat Gugatan
Membacakan Surat Gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan mempergunakan menerjemah
(Pasal 131 HIR, 155 Rbg)
B. Kemungkinan tidak hadirnya para pihak
Majelis Hakim dapat mengundurkan sidang satu kali lagi guna memanggil para pihak, jika seandainya mereka tidak dipanggil secara sah dan sepatutnya, atau dapat mengambil tindakan sebagai berikut :
1. gugatan gugur
2. gugatan verstek
1. GUGATAN GUGUR
            Apabila pada sidang pertama yang telah ditentukan ternyata Penggugat sendiri/ kuasanya tidak hadir di persidangan meskipun ia telah dipanggil dengan sepatutnya, sedangkan Tergugat hadir dalam persidangan, maka gugatan Penggugat digugurkan dan dihukum untuk membayar biaya perkara. Terhadap gugatan yang digugurkan ini dapat diajukan 1 (satu) kali lagi dengan membayar verwschot biaya perkara.
            (Pasal 124 HIR/148 Rbg)
2. GUGATAN VERSTEK
 Putusan Verstek, merupakan putusan yang dijatuhkan oleh  Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tanpa kehadiran Tergugat.
            (Pasal 124 (1) HIR/ Pasal 149 (1) Rbg).
            Pada praktiknya Putusan Verstek ini dijatuhkan setelah panggilan ketiga Tergugat, tetapi Tergugat tidak hadir di persidangan.
            (Pasal 126 HIR/ Pasal 150 Rbg)

PERSIDANGAN KEDUA
Pada persidangan Kedua merupakan giliran Tergugat/ kuasanya untuk memberi tanggapan terhadap surat gugatan Penggugat/ Kuasanya.
Asasnya jawaban gugatan berisikan aspek-aspek sebagai berikut :
Eksepsi/ Tangkisan
-          eksepsi adalah suatu tangkisan yang tidak menyangkut pokok perkara, konkritnya jawaban gugatan mengenai segi formal dari surat gugatan
-          suatu eksepsi disusun dan diajukan berdasarkan pada gugatan yang dibuat oleh penggugat dengan mencari kelemahan-kelemahannya atau hal-hal lain diluar gugatan yang ada hubungan dengan gugatan dimaksud, yang menjadi alasan menolak atau tidak diterimanya gugatan tersebut.
  • Eksepsi   secara umum dibagi menjadi dua, yaitu :

    1. Eksepsi Absolut
        Menyangkut kompetensi pengadilan :
-         Kompetensi absolut (134 HIR)
-         Kompetensi relatif
2. Eksepsi relatif, meliputi hal-hal sebagai    berikut :
a. Eksepsi Deklinator
            Tangkisan yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara, juga mengenai gugatan batal dan perkara itu masih dalam proses.
b. Eksepsi Dilatoir
            Eksepsi yang bertitik tolak kepada ketentuan hukum material dan mempunyai sifat menunda agar perkara jangan diteruskan. Contoh : kasus utang piutang yang belum jatuh tempo.

c. Eksepsi premptoir
            Eksepsi yang juga berdasarkan hukum material dengan tujuan untuk menggagalkan gugatan terhadap pokok perkara.
            Contoh :
    mengakui kebenaran dalil gugatan tetapi mengemukakan tambahan yang sangat prinsipil, seperti dalam perkara utang piutang, tentang hutang tersebut telah dihapus oleh penggugat/ hutang telah lunas dibayar.
d. Eksepsi Diskualifikatoir
            Eksepsi yang diajukan oleh tergugat kepada Penggugat dikarenakan mereka tidak mempunyai kedudukan untuk mengajukan gugatan/ orang yang tidak berhak mengajukan gugatan.
e. Eksepsi Litispendentie
            Eksepsi dari Tergugat menyangkut terhadap perkara yang diajukan oleh Penggugat telah pernah diperkarakan dan sampai kini masih tergantung/ mempunyai kekuatan hukum tetap karena banding/ kasasi.
f. Eksepsi Inkracht Van gewijsde zaak
            Eksepsi dari Tergugat terhadap Penggugat, bahwa perkara tersebut telah pernah diperkarakan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga gugatannya “nebis in idem”.
g. Eksepsi Litis consortium
            Eksepsi Tergugat yang menyatakan surat gugatan Penggugat harus ditolak karena mengandung cacat formal, yaitu kurang lengkapnya para pihak yang digugat.
h. Eksepsi Koneksitas
            Eksepsi yang diajukan Tergugat terhadap Penggugat bahwa perkara itu ada hubungannya dengan perkara yang masih ditangani oleh Pengadilan/ Instansi lain dan belum ada putusan.
i. Eksepsi Van Beraad
            Eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan itu belum waktunya diajukan.
    Contoh :
    Tergugat masih berfikir apakah menerima atau menolak warisan.
2. Jawaban dalam Pokok Perkara
Jawaban tidak diatur dalam HIR/Rbg, akan tetapi di dalam Pasal 141 RV :
“Jawaban adalah suatu bantahan/ pengakuan mengenai dalil-dalil gugatan yang diajukan Penggugat, oleh karena itu jawaban disusun berdasarkan pada dalil-dalil gugatan”.
  • Apabila digeneralisir, maka dalam jawaban Tergugat berisikan hal-hal sebagai berikut :
a. Bantahan/ menyangkal surat gugatan Penggugat
            Bantahan yang dimaksud adalah suatu pengingkaran terhadap apa yang dikemukakan Penggugat dalam dalil-dalil gugatannya. Hendaknya Tergugat bertitik tolak kepada yurisprudensi, pendapat doktrin, bukti-bukti otentik dll.
b. Pengakuan Pembenaran
            Di dalam jawaban ada kemungkinan Tergugat mengakui kebenaran dalil-dalil gugatan Penggugat untuk menghindarkan agar jangan sampai ada pengakuan yaang tidak memerlukan embktian lagi, tidak membantah secara tegas tetapi juga tidak mengakui secara pasti.
c. Mengemukakan fakta-fakta baru
            Pada sadarnya, dalam hal mengemukakan fakta-fakta baru ni Tergugat bermaksud untuk membenarkan kedudukannya.
            contoh : melakukan wanprestasi karena overmacht, jatuh pailit dsb.
·         Ada 4 hal pengecualian yang tidak dapat untuk mengajukan gugatan Rekonvensi, yaitu :
  1. Jika Penggugat dalam konvensi bertindak dalam kualitas tertentu sedangkan gugatan balasan itu ditujukan terhadap diri pribadi Penggugat dan sebaliknya.
  2. Jika Pengadilan Agama yang sedang memeriksa gugatan dalam konvensi tidak berwenang untuk memeriksa gugatan dalam rekonvensi dalam hubungannya dengan pokok perkara.
  3. Dalam perkara-perkara perselisihan tentang pelakasanaan putusan hakim. Ex : perkara telah selesai diputus.
  4. Jika dalam pemeriksaan tingkat 1 tidak diajukan gugatan rekonvensi maka dalam tingkat banding tidak boleh diajukan ggugatan rekonvensi.
Persidangan Ketiga (Replik)
Replik adalah jawaban balasan dari pihak Penggugat  atas jawaban Tergugat dalam perkara perdata. Replik biasanya berisi dalil-dalil atau hal-hal tambahan untuk menguatkan dalil gugatan Penggugat.  Penggugat dalam replik ini dapat mengemukakan sumber-sumber kepustakaan, pendapat para ahli, doktrin, kebiasaan dsb.
Persidangan Keempat (Duplik)
Duplik berarti jawaban Tergugat atas replik Penggugat, dengan demikian jelas isi duplik mengenai dalil-dalil untuk menguatkan jawaban Tergugat.
·         Persidangan Kelima
(Pembuktian Penggugat)
Dalam pembuktian dianut asas “audi   et alteram” yakni pengajuan alat-alat bukti harus dilakukan dipersidangan dengan dihadiri oleh kedua belah pihak.
Pasal 163 HIR/283 Rbg dan 1865 BW menentukan bahwa :
“barang siapa mengatakan/ mendalilkan bahwa ia mempunyai satu hak atau mengemukakan atas suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, haruslah membuktikan adanya hak itu atau adanya perbuatan itu “.
Hal ini dikenal dengan asas :
“siapa yang mendalilkan sesuatu, maka ia harus membuktikannya”
            Dasar ini nyata bahwa beban pembuktian itu pertama-tama adalah merupakan kewajiban Penggugat.
Penggugat terlebih dahulu mengajukan alat-alat bukti, seperti : bukti surat, saksi dsb.
            Untuk dapat membantah dalil-dalil gugatan maka pada kesempatan ini, Tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dalam penyangkalan terhadap alat bukti Penggugat.
Persidangan Keenam (Pembuktian Tergugat)
Pada persidangan keenam ini merupakan giliran Tergugat untuk mengajukan pembuktian, dan alat-alat bukti yang dimiliknya.
Pada persidangan ini identik dengan persidanagn ke 5, dengan memberi kesempatan kepada Penggugat untuk bertanya dan menyangkal bukti-bukti Tergugat dalam rangka mengemukakan dalil-dalil gugatannya.
Membuktikan (Makna)
Membuktikan adalah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau peristiwa yang dikemukakan para pihak dalam suatu  sengketa di Pengadilan
Tujuan Pembuktian
Pembuktian memberikan makna untuk memberi kepastian kepada Hakim terhadap  dalil atau peristiwa tertentu yang diajukan  oleh para pihak dalam suatu perkara
Hal-hal yang harus dibuktikan
Kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa dan dengan terbuktinya dapat disimpulkan  adanya suatu hak, kewajiban, atau keadaan tertentu, jadi jelaslah bahwa di hadapan hakim para pihak harus membuktikan  fakta-fakta atau peristiwa untuk membenarkan adanya suatu hak tertentu
Pihak yang harus membuktikan
Pihak yang harus mengajukan alat-alat bukti  dan sekaligus membuktikan  kebenaran alat bukti tersebut adalah para pihak yang berkepentingan dalam perkara yaitu Penggugat dan Tergugat, sedangkan yang menyatakan  terbukti atau tidak terhadp suatu peristiwa  tersebut adalah Hakim.
Penilaian Pembuktian
            Yang berwenang menilai pembuktian, yang tdak lain penilaian suatu kenyataan adalah Hakim, dan hanyalah Judex Factie saja, dan bukti dinilai lengkap dan sempurna apabila Hakim berpendapat bahwa berdasarkan bukti yang telah diajukan, pristiwa yang harus dibuktikan itu dianggap sudah pasti dan benar.
-          Beban Pembuktian
Ps 163 HIR dan Ps 283 Rbg memberi pedoman tentang pembagian beban pembuktian, yaitu :
            “ Bahwa barang siapa mengaku memiliki suatu hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau  untuk membantah hak orang lain, diwajibkan membuktikan adanya hak atau  peristiwa tersebut”
Alat-Alat Bukti (dalam perkara perdata)
Berdasarkan Ps 164 HIR dan Ps 284 Rbg, menyebutkan bahwa alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari :
  1. Bukti tertulis / surat.
  2. Bukti saksi
  3. Persangkaan
  4. Pengakuan
  5. Sumpah
1 Bukti tertulis/ surat
Alat bukti tertulis /surat yaitu segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan pikiran dan isi hati seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan atau orang lain yang dapat digunakan untuk alat pembuktian
Ada 2 macam alat bukti tertulis / surat, yaitu :
  1. Surat yang bukan akta
  2. Surat yang berupa akta, terdiri dari :  akta autentik dan akta dibawah tangan
  3. Surat yang bukan akta
     Dalam hukum pembuktian mempunyai nilai pembuktian bebas yang sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan Hakim.
            Contoh : Buku daftar (register), surat-surat rumah tangga,      surat pribadi dsb.
-          b. Surat yang berupa akta
            Akta :
            surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak awal untuk maksud pembuktian.
             Jenis akta terdiri dari :
            1). Akta Autentik / Otentik
                        Diatur Ps 165 HIR, 285 Rbg. “ akta otentik adalah akta        yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang     berkuasa untuk membuat surat itu”
Contoh: Akta Notaris, Putusan Hakim
            2). Akta di bawah tangan
            Yaitu surat  yang sengaaja dibuat untuk pembuktian            para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat yang    berwenang dan hanya untuk kepentingan para pihak           yang membuatnya
Akta otentik  mempunyai 3 (tiga) macam pembuktian :
-          Kekuatan pembuktian formal
-          yaitu membuktikan antara para pihak, bahwa mereka      sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
-          kekuatan pembuktian materiel
-          Yaitu membuktikan antara para pihak, bahwa peristiwa yang tertulis dalam akta tersebut telah terjadi.
-          Kekuatan  mengikat
-          Yaitu membuktikan antara  para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal (waktu) tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum dan menerangkan apa yang tertulis di dalam akta tersebut.
-          Ad. 2   Alat Bukti Saksi
-          Saksi adalah orang yang memberikan keterangan / kesaksian di depan sidang pengadilan mengenai apa yang ia ketahui, lihat sendiri, atau alami sendiri, yang dengan kesaksian itu akan menjadi jelas suatu perkara.
-          Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada Hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan, dengan jalan membuktikan secara lisan dari pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam sengketa yang dipanggil secara patut oleh pengadilan.
-          Orang yang tidak boleh menjadi saksi

Ada 2 kategori / golongan orang yang  tidak diperkenankan oleh Undang-undang untuk menjadi Saksi  bagi para pihak di pengadilan, adalah  sbb :
  1. Golongan yang tidak mampu
            - yang tidak mampu secara mutlak
            dalam hal ini Hakim dilarang untuk    mendengar mereka ini sebagai saksi, yaitu :
            keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak, suami istri dari salah satu pihak, meskipun sudah bercerai
            - yang tidak mampu secara relatif
            mereka ini boleh didengar, akan tetapi  tidak sebagai saksi, yaitu :  anak-anak yang belum mencapi umur 15 tahun, orang gila meskipun kadang-kadang ingatannya  sehat.
  • b. Golongan yang dibebaskan kewajibannya menjadi saksi
− mereka yang boleh mengundurkan diri  ini adalah : saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak.
− keluarga sedarah  menurut keturunan yang lurus, dan saudara laki-laki dan perempuan  dari suami atau istri salah satu pihak.
− orang-orang tertentu yang karena martabat, jabatan, atau hubungan kerja yang sah dan diwajibkan menjaga rahasia akn tetapi hanya semata-mata mengenai pengetahuan yang diserahkan kepadanya karena martabat, jabatan atau hubungan kerja saja.
3  Alat Bukti Persangkaan
            Persangkaan adalah kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang telah terbukti ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti
            Pembuktian dengan persangkaan dilakukan bila terdapat  kesukaran untuk mendapatkan saksi-saksi  yang melihat atau mengalami sendiri  peristiwa yang harus dibuktikan.
            Contoh :
            Dalam suatu gugatan perceraian yang didasarkan pada perzinahan, adalah sangat sulit dibuktikan, karena sulitnya mendapatkan saksi yang telah  melihat sendiri perbuatan zina itu. Untuk membuktikan perzinahan Hakim harus menggunakan  alat bukti persangkaan.
  • Ad. 4. alat bukti Pengakuan
            Diatur dalam Ps 174 s/d 176 HIR, dan Ps 311 s/d 313 Rbg.
            Pengakuan adalah keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan, yang secara tegas dan nyata diterangkan oleh salah satu pihak atau lebih dalam penyelesaian perkara di persidangan yang berisi pembenaran sebagian atau seluruhnya terhadap suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan  oleh lawan, yang mengakibatkan tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
  • Ada 2 bentuk pengakuan yaitu :
  1. Pengakuan yang dilakukan di depan sidang
            memberikan  suatu bukti yang sempurna terhadap siapa yang melakukannya, artinya ialah bahwa Hakim harus mengangap dalil-dalil yang telah dikemukakan dan diakui itu adalah benar dan mengabulkan segala tuntutan atau gugatan yang didasarkan pada dalil-dalil tersebut.
2.   Pengakuan yang dilakukan di luar sidang                      
            perihal  terhadap kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan Hakim atau dengan kata lain merupakan bukti bebas.
  • Ad. 5. Sumpah
            Sumpah adalah sutu pernyatan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji dan keterangan dengan mengaitkan dengan sifat Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan meyakini akan ada hukuman Tuhan bila ternyata memberikan keterangan yang tidak benar.
Sumpah dalam HIR diatur Ps 155 s/d 158 dan Ps 177, sebagai alat bukti ada 3 macam yaitu :
  1. Sumpah Supletoir / Pelengkap (Ps 155 HIR).
            Yaitu sumpah yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatannya kepada alah satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasr putusannya
2.    Sumpah Estimatoir / Penaksir (Ps 155 HIR, 182 Rbg)
            yaitu sumpah  yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatannya kepada pihak Penggugat untuk menentukan bentuk dan jumlah ganti rugi.
3.    Sumpah Decisoir / Pemutus (Ps 156 HIR)
            yaitu sumpah yang dibebankan atas`permintaan salah satu pihak kepada lawannya.
·         Pemeriksaan Setempat (Descente) diatur dalam Ps 153 HIR
            Yang dimaksud dengan pemeriksaan setempat yaitu pemeriksaan mengenai perkara oleh Hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa peristiwa yang menjadi sengketa.
            Dalam hal ini jika Hakim ingin memperoleh kepastian dan tidak hanya menggantungkan kepada keterangan saksi atau surat, maka persidangan dapat dipindahkan  ketempat barang tetap  tersebut untuk mengadakan pemeriksaan setempat.
            Meskipun pemeriksaan setempat ini  tidak dimuat di dalam Pasal 164 HIR, sebagai alat bukti, tetapi oleh karena tujuan pemeriksan setempat agar Hakim memperoleh  kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa untuk mendapatkan kebenaran  formil maka pemeriksaan setempat kenyataannya oleh Hakim dapat dipakai sebagai alat bukti.
  • Keterangan Ahli / Expertise
Keterangan Ahli adalah  keterangan pihak ketiga  yang objektif dan bertujuan  untuk membantu  Hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan Hakim.
Menurut hukum seseorang yang dikatakan Ahli itu adalah :
  1. Memiliki pengetahuan khusus atau spesialis di bidang ilmu pengetahuan tertentu sehingga orang itu benar-benar kompeten di bidang tersebut.
  2. Spesialisasi itu bisa dalam bentuk skill karena hasil latihan atau hasil pengalaman.
  3. Sedemikian rupa spesialisasi pengetahuan, kecakapan, latihan, atau pengalaman yang dimilikinya, sehingga keterangan dan penjelasan yang diberikannya dapat membantu menemukan fakta melebihi kemampuan pengetahuan umum  orang biasa.
·         Persidangan ketujuh
konklusi/kesimpulan
Konklusi adalah kesimpulan-kesimpulan yang dibuat oleh masing-masing pihak setelah terjadinya jawab-menjawab dan pembuktian, sehingga akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan.
Tujuan konklusi adalah untuk menyimpulkan pendapat para pihak kepada Hakim tentang terbukti atau tidaknya suatu gugatan. Pada dasarnya substansi kesimpulan merupakan hal yang menguntungkan para pihak dan merugikan pihak lainnya.
             
·         Konklusi  lazimnya berisi hal-hal sbb :
  1. Kesimpulan jawab menjawab
            dari proses jawab menjawab yakni gugatan x jawaban, replik x duplik, hal-hal yang dianggap telah terbukti atau hal-hal yang tidak terbukti
2.         Kesimpulan dari bukti-bukti tertulis
            biasanya isi penting dari lat-alat bukti tertulis dikemukakan secara singkat dan jelas, kemudian dirumuskan hal-hal yang dianggap terbukti atau tidak terbukti
3.         Kesimpulan dari saksi
            dimuat inti-inti pokok dari keterangan masing-masing saksi, Penggugat maupun Tergugat, selanjutnya dari keterangan saksi-saksi tersebut disimpulkan hal-hal yang terbukti dan hal-hal yang tidak terbukti
4.         Dan lain-lain
Dalam konklusi dapat disimpulkan hal-hal mengenai penilaian terhadap alat bukti secara lengkap.
n  Persidangan Kedelapan (Putusan)
    Putusan merupakan suatu tujuan akhir proses pemeriksaan perkara di pengadilan yang berisi penyelesaian perkara yang disengketakan.
            Putusan Hakim adalah suatu pernyataan (statement) yang dibuat oleh Hakim  sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di muka sidang  dengan tujuan untuk mengakhiri atau mneyelesaikan suatu perkara antara para pihak yang bersengketa.
Ada 2  macam putusan yaitu :
  1. Putusan sela
            Adalah putusan yang diadakan sebelum Hakim memutus perkaranya, yaitu untuk memunngkinkan atau mempermudah kelanjutn pemeriksaan perkara.
jenis putusan sela dapat dibedakan yaitu sbb :
            a.         Putusan praeparatoir
                        yaitu putusan untuk mepersiapkan perkara, misalnya untuk          menggabungkan  2 perkara menjadi satu, atau putusan untuk      menetapkan tenggang dalam mana kedua belah pihak harus          bertindak.
                        ex :
                        gugatan dalam rekonvensi tidak diputus bersama-sama                  dengan gugatan dalam konvensi.
            b.         Putusan interlacutoir
                        yaitu suatu putusan dimana Hakim sebelum memberikan putusan akhir, memerintahkan kepada salah satu pihak  supaya membuktikan          sesuatu hal, atau putusan yang memerintahkan penyelidikan             setempat.
                        ex :
                                    Hakim memutuskan untuk  mengangkat Ahli tertentu untuk                        mendengar keterangannya.
            c. putusan provisionil
                        yaitu putusn Hakim yang bertujuan untuk menetapkan suatu tindakan sementara bagi kepentingan salah satu pihak yang bersengketa.
            ex :
           pihak Tergugat meminta Hakim untuk melakukan sita conservatoir atau melaksanankan putusan lebih dahulu terhadap Tergugat, meskipun sidang pemeriksaan masih sedang berjalan.
            d. putusan insidentil
            yaitu putusan Hakim yang dijatuhkan berkaitan dengan adanya kejadian yang menunda kelangsungan proses pemeriksaan di persidangan.
            Ex :
            salah satu pihak memohon pihak Ketiga untuk masuk kedalam perkara.
2.   Putusan akhir
      Adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan suatu perkara di pengadilan.
            Menurut sifatnya putusan Hakim  dapat terbagi kedalam 3 macam, yaitu :
  1. Putusan deklaratoir
                        Putusan ini merupakan putusan yang bersifat menerangkan,          menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata.
                        Ex :
                        Bahwa A adalah anak angkat yang  sah dari B dan C.
                       
                        2. Putusan konstitutif
                        Putusan ini merupakan putusan yang meniadakan atau       menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.
                        Ex :
                        Suatu putusan tentang perceraian.
3. Putusan kondemnatoir
            Putusan ini merupakan putusan yang menetapkan bagaimana hubungannya suatu keadaan hukum disertai  dengan penetapan penghukuman kepada salah satu pihak.
            Ex :
            Tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah  atau membayar utangnya.
Isi putusan
Suatu putusan pengadilan akan memuat hal-hal yang bersifat formalitas dan substansial,yaitu sbb :
  1. Syarat formal
       -Putusan selalu dimulai dg kata-kata “ Demi      Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “
            -memuat tanggal putusan diambil dan diucapkan di muka sidang pengadilan
            -putusan dibacakan dimuka sidang pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum.
    1. Syarat substansial
                        tentang duduk perkaranya  Dalam putusan akan dimuat inti sari dari gugutan,jawaban,replik,duplik,dan alat-alat bukti baik untuk kepentingan P maupun T.  
         - tentang hukumnya
            Hakim harus memberikan pertimbangan hukumnya terhadap perkara,biasanya dimulai dengan kata-kata “ Menimbang…dst “dari pertimbangan itu hakim menarik kesimpulan tentang terbukti atau tidaknya gugatan itu.
     - amar putusan
            Yaitu isi dari putusan itu sendiri yang biasanya dimulai dengan kata-kata “ Mengadili “, dalam amar itu Hakim harus menyatakan tentang hal-hal yang dikabulkan atau ditolak atau tidak dapat diterima.
Pelaksanaan Putusan
            Pada dasarnya putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti dapat dijalankan  sekalipun demikian ada pengecualiannya, ialah jika suatu keputusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg  pula dijelaskan  di sini,  bahwa tidak semua keputusan  yang sudah mempunyai kekuatan pasti harus dijalankan, sebab yang dapat dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat Condemnatoir yaitu mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
PENGERTIAN  PELAKSANAAN PUTUSAN  HAKIM (PENGADILAN) SECARA SEDERHANA DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI EKSEKUSI)
             Eksekusi ,yaitu pelaksanaan secara resmi suatu putusan Pengadilan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.
             Dalam melaksanakan   eksekusi  harus lah  diperintahkan secara resmi oleh Ketua  Pengadilan Negeri yang berwenang, sebagai pelaksanaan atas suatu putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau atas  putusan yang dinyatakan dapat dijalankan serta merta walaupun belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Macam-Macam Eksekusi
Dalam Hukum Acara Perdata dikenal ada beberapa macam eksekusi yaitu :
  1. Eksekusi  putusan yang menghukum pihak perdata yang dikalahkan  untuk membayar sejumlah uang. Dalam hal ini prestasi yang diwajibkan kepada pihak yang dikalahkan tersebut adalah membayar sejumlah uang. Tipe  eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR dan 208 RBg.
  2. Eksekusi  putusan yang menghukum  orang atau badan hukum perdata untuk melakukan suatu perbuatan. Tipe eksekusi ini  diatur dalam Pasal 225 HIR dan 259 RBg. Orang   atau badan hukum perdata  tidak dapat dipaksakan  untuk memenuhi  prestasi yang berupa perbuatan. Namun demikian, pihak yang dimenangkan dapat meminta kepada pengadilan  agar kepentingan yang diperolehnya dapat dinilai dengan uang.
a.      Eksekusi riil, yaitu pelaksanaan prestasi  yang dibebankan oleh putusan Hakim secara langsung kepada debitur. Dengan adanya eksekusi riil, hanya yang berhak sajalah yang menerima prestasinya. Prestasi tersebut dapat saja berupa pembayaran sejumlah uang, melakukan suatu perbuatan tertentu, tidak berbuat sesuatu, atau menyerahkan benda dan lain-lain. Dengan demikian  eksekusi ganti rugi dan uang paksa  bukan merupakan eksekusi riil.
b.      Eksekusi parate (parate executie) yaitu eksekusi yang dilakukan bila seorang kreditur menjual barang tertentu milik debitur tanpa harus memperoleh titel eksekutorial (Ps 1155, 1175 ayat 2 KUHPerdata).
 UPAYA- UPAYA HUKUM
         Pengertian
         Upaya hukum ialah suatu upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk melawan putusan hakim dengan tujuan untuk mencegah dan atau memperbaiki kekeliruan dalam putusan Hakim tsb akibat adanya penemuan bukti-bukti atau fakta-fakta baru.
Macam -macam upaya hukum :
 1.     Upaya hukum biasa
                a.            verzet (perlawanan) yaitu upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar            hadirnya Tergugat.
                b.            banding yaitu salah satu bentuk upaya hukum untuk mendapatkan perbaikan   (revisi) terhadap putusan Hakim di tingkat pengadilan tingkat         pertama yang disediakan  bagi pihak yang merasa tidak puas /    keberatan terhadap putusan Hakim.
                c.             kasasi yaitu suatu alat hukum  yang merupakan wewenang dari                Mahkamah Agung untuk memeriksa  kembali putusan-putusan  Pengadilan  terdahulu dan ini merupakan  peradilan yang terakhir.
2.    Upaya  hukum luar biasa
a. derden verzet  adalah suatu perlawanan terhadap putusan yang dilakukan oleh pihak ketiga,yang tadinya tidak ada sangkut pautnya dalam perkara,adapun alasannya karena putusan itu merugikan pihak ketiga tersebut.
       ex : A menggugat B mengenai sebuah mobil yang sesungguhnya milik       C,Pengadilan mengabulkan gugatan A tsb,maka untuk mencegah dilakukannya eksekusi ,C mengajukan derden verzet terhadap putusan itu.
       Apabila perlawanan itu dikabulkan,maka pengadilan memperbaiki putusan itu sepanjang merugikan pihak ketiga.
      jadi  unsur penting untuk dapat mengajukan  Derden verzet yaitu :
      1. Adanya kepentingan dari pihak ketiga itu
      2. Secara nyata hak pihak ketiga dirugikan.
b. Peninjauan  Kembali

      Yaitu suatu upaya untuk memeriksa atau mementahkan kembali sutu putusan pengadilan (PA,PTA,MA) yang  telah berkekuatan hukum tetap,guna membatalkannya.

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus