HUKUM ACARA
PERADILAN AGAMA
1. Pengertian Hukum Acara Perdata Agama
Hukum Acara perdata
Agama Merupakan bagian Hukum Acara Perdata dengan fungsi memprtahanakan dan ditaatinya ketentuan hukum perdata Agama
materii yang lebih bersifat Hukum Keluargal maka batasan dan pengertian Hukum Acara
Perdata Agama menurut pandangan para doktrina menjadi beraneka ragam dan
variatif.
adapun beberapa
pengertian dan batasan para doktrina tentang Hukum Acara Perdata itu
diantaranya adalah menurut :
K.
Wantjik Saleh, SH : “Hukum acara Perdata sebagai ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang bagaimana caranya
berperkara perdata di muka Pengadilan
Kesimpulannya : Hukum Acara Perdata Agama
adalah “ Hukum yang mengatur bagaimana menegakkan Hukum Materiltentang dimuka
Persidangan Pengadilan Agama”
-
Dengan adanya hukum acara perdata ini, tindakan
menghakimi sendiri akan dapat dicegah, setidaknya dapat dikurangi. Oleh karena
itu bila kita memperhatikan kenyataan dalam kehidupan masyarakat kita masih
banyak orang menyelesaikan suaru perkara dengan caranya sendiri. Negara kita
dikenal sebagai negara hukum , tentu tidak akan dibenarkan tindakan menghakimi
sendin ini, karena yang jelas akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat
disamping untuk memperjelas sebuah status & keadaan tertentu .
Dengan demikian dapat dikatakan disini objek dan pada ilmu acara perdata ini menunjukkan jalan yang harus dilakukan cleh seorang atau pihak,agar soal yang akan dihadapi dapat diperiksa dan diselesaikan di pengadilan Agama
2. Sifat Hukum Acara Perdata
Dengan demikian dapat dikatakan disini objek dan pada ilmu acara perdata ini menunjukkan jalan yang harus dilakukan cleh seorang atau pihak,agar soal yang akan dihadapi dapat diperiksa dan diselesaikan di pengadilan Agama
2. Sifat Hukum Acara Perdata
Dari
batasan singkat tentang pengertian Hukum Acara Perdata sesuai optik
teoritis dan praktik maka dapatlah ditarik konklusi dasar bahwa
Hukum acara Perdata itu adalah :
Pertama : jikalau ditinjau
dari sifat dan asal muasal terjadinya
perkara perdata maka terhadap inisiatif timbulnya perkara perdata
terjadi oleh karena adanya gugatan dari orang (Penggugat) yang “merasa”
dan “dirasa” bahwa haknya telah dilanggar orang lain (Tergugat)
Kedua : Apabila ditinjau dari
aspek pembagian hukum berdasarkan kekuatan sanksinya maka sifat Hukum Acara
Perdata pada umumnya bersifat memaksa (dwingend recht)
Ketiga : apabila ditinjau
dari aspek pendapat Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro,SH. Maka sifat hukum Acara
Perdata berikutnya adalah sifat kesederhanaan dalam beracara di depan sidang
pengadilan
3.Sumber
Hukum Acara Perdata
Sampai
sekarang ini kita masih belum mempunyai hukum acara perdata nasional yang
dimuat dalam suatu undang-undang yang khusus seperti halnya dengan hukum acara
pidana (KUHAP). oleh karena itulah hukum acara perdata kita sekarang ini masih
terdapat berserakan di dalam beberapa peraturan Perundang-undangan Seperti :
- HIR
- R.Bg
- UU. No 14
tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman
- UU. No 3
Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama
- Dll
-
Kompetensi PA
-
Kompetensi
Relatif
Adalah
Sebuah kewenangan kekuasaan Sebuah Lembaga Pengadilan dalam menangani jenis
perkara yang menjadi kompetensi-nya akan tetapi dititik beratkan dari sisi
kewilayahannya
·
Kompetensi Absolut
Adalah Sebuah kewenangan kekuasaan
sebuah Lembaga Pengadilan yang menitikberatkan kepada Jenis Pengadilan mana
yang berhak menangani perkara tersebut
Ko
Kompetensi
Absolut PA
- Bidang
Perkawinan
a. Permohonan Ikrar thalaq
b. Gugat Cerai
c. Gugatan gono-gini
d. dispensasi nikah
e. Pembatalan Perkawinan
f. Permohonan Penetapan Wali
- Bidang
Kewarisan
a. Permohonan penetapan Ahli Waris
b. Gugatan Sengketa Waris
c.
- Persoalan Perwakafan
a. Gugatan harta wakaf
b. Permohonan penetapan Nazir
- Persoalan
Ekonomi syari’ah
- II. Para Pihak Dalam Perkara
Dalam
suatu perkara sengketa perdata sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) pihak yaitu
pihak penggugat (Eiser/ plaintif)
yamg mengajukan, dan pihak tergugat (Gedagde/Defendant).
Pengugat :
Ialah
orang atau badan hukum yang berkepentingan akan perlindungan hukum dan oleh
karenanya ia mengajukan gugatan
Tergugat :
Ialah
orang atau badan hukum yang terhadapnya diajukan gugatan atau tuntutan hak.
Dalam
hal tertentu tidak menutup kemungkinan ada turut sertanya pihak ke 3 dalam
suatu perkara yang mencampuri sengketa yang sedang berlangsung antara P dan T
dan ini disebut Intervertie
Interventie dapat
dibedakan menjadi 3 jenis ;
1). Vrijwaring
Apabila
dalam suau perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan, diluar kedua belah
pihak yang berperkara ada pihak ketiga
yang ditarik masuk kedalam perkara tersebut.
Ex : A
pinjam uang kepada B dengan jaminan C, maka jika C digugat oleh B, C akan
menarik A supaya C dapat bebas dari akibat buruk suatu putusan Hakim.
2). Tussenkomst
Apabila
masukny pihak ke 3 atas kemauan sendiri kedalam perkara gugatan yang sedang
berlangsung, dan pihak ketiga ini tidak memihak kepada salah satu pihak, tetapi
ia hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri.
Ex : A
dan B berselisih tentang milik suatu barang/benda, kemudian datang C, dan C
mengatakan banhwa pemilik barang yang disengketakan itu bukan A dan bukan B
melainkan C, maka C mohon diberi kesempatan untuk membantah A dan B.
3). Voeging
Apabila percampuran atau turut sertanya pihak ke 3 dalam proses perkara gugatan dan menggabungkan diri kepada salah satu pihak (bisa kepada P atau T)
Ex : A dan B bersama-sama tanggung menanggung renteng berhutang pada C, mulanya hanya B yang digugat oleh C, kemudian A mencampuri sebagai pihak ke 3 untuk menolong B dalam menghadapi C
Apabila percampuran atau turut sertanya pihak ke 3 dalam proses perkara gugatan dan menggabungkan diri kepada salah satu pihak (bisa kepada P atau T)
Ex : A dan B bersama-sama tanggung menanggung renteng berhutang pada C, mulanya hanya B yang digugat oleh C, kemudian A mencampuri sebagai pihak ke 3 untuk menolong B dalam menghadapi C
III. PEMERIKSAAN PERKARA
PERDATA PADA PENGADILAN TINGKAT PERTAMA
A. Tugas Hakim.
dalam peradilan perdata,
tugas hakim mempertahankan tata hukum perdata, mentapkan apa yang ditentukan
oleh hukum dalm suatu perkara.dengan demikian yang menjadi tugas pokoknya
adalah menerima, memriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya.
hakim
bersifat aktif :
Aktifnya
Hakim dapat dilihat dengan adanya usaha dari hakim untuk mendamaikan kedua blah
pihak dan tindakan hakim untuk memberi penerangan yang layak kepada para pihak,
tentang upaya-upaya hukum, dan tentang pengajuan alat-alat bukti
hakim
bersifat pasif :
dalam
hukum acara perdata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan
kepada hakim untuk memeriksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang
berperkara dan bukan oleh hakim.
Pasal 178 (2), (3),HIR/ps 189 (2),(3),R.Bg
:
“hakim
wajib mengadili seluruh gugatan dan dialrang menjatuhkan putusan atas perkara
yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut.”
Dapat
disimpulkan bahwa hakim bersifat aktif jika ditinjau dari sudut kelancaran
persidangan, dan bersifat pasif jika ditinjau dari sudut luasnya tuntutan.
B. Gugatan ( cara mengajukan gugatan)
Gugatan
- Gugatan
dimaksudkan sebagai tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk
mendapatkan putusan.
- Gugatan
sebagai suatu permohonan yang disampaikan kepada ketua PA yang berwenang
mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainya dan harus diperiksa menurut tata
cara tertentu oleh pengadilan pesrta kemudian dibuat putusan terhadap gugatan
tersebut.
Cara Mengajukan Gugatan
Hal kompetensi mengadili :
-
Kompetensi Absolut
-
Kompetensi relatif
Syarat-syarat Gugatan :
-
Syarat Formal
1). Tempat dan tanggal pembuatan surat
gugatan
dalam
surat gugatan lazimnya secara tegas disebutkan tempat
dimana gugatan itu dibuat,
selanjutnya disebutkan tanggal,bulan dan tahun
2). Materai
dalam
prakteknya suatu surat gugatan diberi materai secukupnya,
kemuadian diberi tanggal,bulan dan tahun pembuatan
atau didaftarkannya gugatan di kepaniteraaan perdata
PA
3). Tanda tanggan
Suatu
gugatan harus ditandatangani oleh penggugat sendiri atau oleh kuasanya yang khusus untuk itu.
- Syarat Substansial
1). Identitas para pihak / Komparisi
dalam
suatu surat gugatan harus jelas diuraikan mengenai identitas para pihak (P + T)
2). Posita ( fundamentum petendi )
yaitu dalil-dalil konkret tentang adanya
hubungan hukum yang merupakan dasar
serta alasan-alasan dari tuntutan.
Esensi :
- objek perkara
- fakta-fakta hukum
- kualifikasi perbuatan
- uraian kerugian
- Hubungan Posita dengan Petitum
- dsb
3).
Petitum
Yaitu
kesimpulan dari suatu gugatan yang berisi hal-hal yang dimohonkan untuk
diputuskan oleh Hakim atau pengadilan.
Petitum terdiri dari : Primair dan Subsidair.
III. PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA
1. Pemeriksaan
di muka sidang
Persidangan Pertama
Tata cara jalannya
persidangan Perkara di PA
- Kemungkinan hadirnya Para Pihak.
Penggugat
dan Tergugat semuanya hadir di persidangan PA, maka perkara tersebut
ada 2 (dua) alternatif cara penyelesaiannya dalam kelanjutannya, yaitu :
1.
Perdamaian
2.
Pembacaan Surat Gugatan
1. Perdamaian
-
Sidang dinyatakan terbuka untuk umum
-
Pemeriksaan identitas para pihak
-
Hakim berusaha mendamaikan para pihak
(Pasal 130 HIR, 154 Rbg)
(Pasal 130 HIR, 154 Rbg)
-
Konsekuensi Yuridis dapat timbul :
Apabila salah satu pihak ingkar janji dan tidak mentaati isi perjanjian perdamaian maka perdamaian tersebut tidak mempunyai kekuatan eksekusi
(non-executable) , sehingga jalan yang dapat ditempuh kembali adalah dengan mengajukan surat gugatan lagi ke PA
Apabila salah satu pihak ingkar janji dan tidak mentaati isi perjanjian perdamaian maka perdamaian tersebut tidak mempunyai kekuatan eksekusi
(non-executable) , sehingga jalan yang dapat ditempuh kembali adalah dengan mengajukan surat gugatan lagi ke PA
Perdamaian dilakukan oleh para pihak di luar persidangan
maka Hakim tidak mencampuri urusan perdamaian itu dan dilakukan oleh para pihak
sendiri
Perdamaian
dilakukan di depan persidangan maka hakim dapat ikut campur terhadap perdamaian
tersebut sehingga akta perdamaian (acte van verelijk) yang di buat para pihak
sama dengan putusan hakim.
Konsekuensi Yuridis :
Apabila
salah satu pihak ingkar janji dan tidak mentaati isi perdamaian maka perkara
tersebut tidak dapat diajukan gugatan lagi ke PA, dan dapat dieksekusi
(bersifat executable)
2. Pembacaan Surat
Gugatan
Membacakan Surat Gugatan dalam bahasa yang dimengerti
oleh para pihak, jika perlu dengan mempergunakan menerjemah
(Pasal 131 HIR, 155 Rbg)
B. Kemungkinan tidak hadirnya
para pihak
Majelis Hakim dapat mengundurkan sidang satu kali lagi
guna memanggil para pihak, jika seandainya mereka tidak dipanggil secara sah
dan sepatutnya, atau dapat mengambil tindakan sebagai berikut :
1. gugatan gugur
2. gugatan verstek
1. GUGATAN GUGUR
Apabila
pada sidang pertama yang telah ditentukan ternyata Penggugat sendiri/ kuasanya
tidak hadir di persidangan meskipun ia telah dipanggil dengan sepatutnya,
sedangkan Tergugat hadir dalam persidangan, maka gugatan Penggugat digugurkan
dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Terhadap gugatan
yang digugurkan ini dapat diajukan 1 (satu) kali lagi dengan membayar verwschot
biaya perkara.
(Pasal
124 HIR/148 Rbg)
2. GUGATAN
VERSTEK
Putusan Verstek, merupakan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tanpa kehadiran Tergugat.
Putusan Verstek, merupakan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tanpa kehadiran Tergugat.
(Pasal
124 (1) HIR/ Pasal 149 (1) Rbg).
Pada
praktiknya Putusan Verstek ini dijatuhkan setelah panggilan ketiga Tergugat,
tetapi Tergugat tidak hadir di persidangan.
(Pasal
126 HIR/ Pasal 150 Rbg)
PERSIDANGAN KEDUA
Pada persidangan Kedua merupakan giliran Tergugat/
kuasanya untuk memberi tanggapan terhadap surat gugatan Penggugat/ Kuasanya.
Asasnya jawaban gugatan berisikan aspek-aspek sebagai
berikut :
Eksepsi/ Tangkisan
-
eksepsi adalah suatu tangkisan yang tidak menyangkut
pokok perkara, konkritnya jawaban gugatan mengenai segi formal dari surat
gugatan
-
suatu eksepsi disusun dan diajukan berdasarkan pada
gugatan yang dibuat oleh penggugat dengan mencari kelemahan-kelemahannya atau
hal-hal lain diluar gugatan yang ada hubungan dengan gugatan dimaksud, yang
menjadi alasan menolak atau tidak diterimanya gugatan tersebut.
- Eksepsi secara umum dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Eksepsi Absolut
Menyangkut kompetensi pengadilan :
-
Kompetensi absolut (134 HIR)
-
Kompetensi relatif
2. Eksepsi relatif,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Eksepsi
Deklinator
Tangkisan
yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara, juga
mengenai gugatan batal dan perkara itu masih dalam proses.
b. Eksepsi
Dilatoir
Eksepsi
yang bertitik tolak kepada ketentuan hukum material dan mempunyai sifat menunda
agar perkara jangan diteruskan. Contoh : kasus utang piutang yang belum jatuh
tempo.
c. Eksepsi premptoir
Eksepsi
yang juga berdasarkan hukum material dengan tujuan untuk menggagalkan gugatan
terhadap pokok perkara.
Contoh :
mengakui
kebenaran dalil gugatan tetapi mengemukakan tambahan yang sangat prinsipil,
seperti dalam perkara utang piutang, tentang hutang tersebut telah dihapus oleh
penggugat/ hutang telah lunas dibayar.
d. Eksepsi Diskualifikatoir
Eksepsi
yang diajukan oleh tergugat kepada Penggugat dikarenakan mereka tidak mempunyai
kedudukan untuk mengajukan gugatan/ orang yang tidak berhak mengajukan gugatan.
e. Eksepsi Litispendentie
Eksepsi
dari Tergugat menyangkut terhadap perkara yang diajukan oleh Penggugat telah
pernah diperkarakan dan sampai kini masih tergantung/ mempunyai kekuatan hukum
tetap karena banding/ kasasi.
f. Eksepsi Inkracht Van gewijsde zaak
Eksepsi
dari Tergugat terhadap Penggugat, bahwa perkara tersebut telah pernah
diperkarakan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga gugatannya
“nebis in idem”.
g. Eksepsi Litis consortium
Eksepsi
Tergugat yang menyatakan surat gugatan Penggugat harus ditolak karena
mengandung cacat formal, yaitu kurang lengkapnya para pihak yang digugat.
h. Eksepsi Koneksitas
Eksepsi
yang diajukan Tergugat terhadap Penggugat bahwa perkara itu ada hubungannya
dengan perkara yang masih ditangani oleh Pengadilan/ Instansi lain dan belum
ada putusan.
i. Eksepsi Van Beraad
Eksepsi
yang menyatakan bahwa gugatan itu belum waktunya diajukan.
Contoh :
Tergugat masih berfikir apakah menerima atau menolak
warisan.
2. Jawaban dalam Pokok Perkara
Jawaban tidak diatur dalam HIR/Rbg, akan tetapi di dalam
Pasal 141 RV :
“Jawaban adalah suatu bantahan/ pengakuan
mengenai dalil-dalil gugatan yang diajukan Penggugat, oleh karena itu jawaban
disusun berdasarkan pada dalil-dalil gugatan”.
- Apabila digeneralisir, maka dalam jawaban Tergugat
berisikan hal-hal sebagai berikut :
a. Bantahan/ menyangkal surat gugatan Penggugat
Bantahan
yang dimaksud adalah suatu pengingkaran terhadap
apa yang dikemukakan Penggugat dalam dalil-dalil gugatannya. Hendaknya Tergugat
bertitik tolak kepada yurisprudensi, pendapat doktrin, bukti-bukti otentik dll.
b. Pengakuan Pembenaran
Di dalam
jawaban ada kemungkinan Tergugat mengakui kebenaran dalil-dalil gugatan
Penggugat untuk menghindarkan agar jangan sampai ada pengakuan yaang tidak
memerlukan embktian lagi, tidak membantah secara tegas tetapi juga tidak
mengakui secara pasti.
c. Mengemukakan fakta-fakta baru
Pada
sadarnya, dalam hal mengemukakan fakta-fakta baru ni Tergugat bermaksud untuk
membenarkan kedudukannya.
contoh :
melakukan wanprestasi karena overmacht, jatuh pailit dsb.
·
Ada 4 hal pengecualian yang tidak dapat untuk mengajukan
gugatan Rekonvensi, yaitu :
- Jika Penggugat dalam konvensi bertindak dalam
kualitas tertentu sedangkan gugatan balasan itu ditujukan terhadap diri
pribadi Penggugat dan sebaliknya.
- Jika Pengadilan Agama yang sedang
memeriksa gugatan dalam konvensi tidak berwenang untuk memeriksa gugatan
dalam rekonvensi dalam hubungannya dengan pokok perkara.
- Dalam perkara-perkara perselisihan tentang
pelakasanaan putusan hakim. Ex : perkara telah selesai diputus.
- Jika dalam pemeriksaan tingkat 1 tidak diajukan
gugatan rekonvensi maka dalam tingkat banding tidak boleh diajukan
ggugatan rekonvensi.
Persidangan Ketiga (Replik)
Replik adalah jawaban balasan dari pihak Penggugat atas jawaban Tergugat
dalam perkara perdata. Replik biasanya berisi dalil-dalil atau hal-hal tambahan
untuk menguatkan dalil gugatan Penggugat.
Penggugat dalam replik ini dapat mengemukakan sumber-sumber kepustakaan,
pendapat para ahli, doktrin, kebiasaan dsb.
Persidangan Keempat
(Duplik)
Duplik berarti jawaban Tergugat atas replik Penggugat,
dengan demikian jelas isi duplik mengenai dalil-dalil untuk menguatkan jawaban
Tergugat.
·
Persidangan Kelima
(Pembuktian Penggugat)
(Pembuktian Penggugat)
Dalam pembuktian dianut asas “audi et alteram” yakni pengajuan alat-alat bukti harus dilakukan dipersidangan dengan
dihadiri oleh kedua belah pihak.
Pasal 163 HIR/283 Rbg dan 1865 BW menentukan bahwa :
“barang siapa mengatakan/ mendalilkan bahwa ia mempunyai
satu hak atau mengemukakan atas suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu,
atau untuk membantah hak orang lain, haruslah membuktikan adanya hak itu atau
adanya perbuatan itu “.
Hal ini dikenal dengan asas :
“siapa yang mendalilkan sesuatu, maka ia harus
membuktikannya”
Dasar ini nyata bahwa
beban pembuktian itu pertama-tama adalah merupakan kewajiban Penggugat.
Penggugat terlebih dahulu mengajukan alat-alat bukti,
seperti : bukti surat, saksi dsb.
Untuk dapat membantah
dalil-dalil gugatan maka pada kesempatan ini, Tergugat diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan dalam penyangkalan terhadap alat bukti Penggugat.
Persidangan Keenam (Pembuktian Tergugat)
Pada persidangan keenam ini merupakan giliran Tergugat
untuk mengajukan pembuktian, dan alat-alat bukti yang dimiliknya.
Pada persidangan ini identik dengan persidanagn ke 5,
dengan memberi kesempatan kepada
Penggugat untuk bertanya dan menyangkal bukti-bukti Tergugat dalam rangka
mengemukakan dalil-dalil gugatannya.
Membuktikan (Makna)
Membuktikan adalah meyakinkan Hakim tentang
kebenaran dalil atau peristiwa yang dikemukakan para pihak dalam suatu sengketa di Pengadilan
Tujuan Pembuktian
Pembuktian memberikan makna untuk memberi
kepastian kepada Hakim terhadap dalil
atau peristiwa tertentu yang diajukan
oleh para pihak dalam suatu perkara
Hal-hal yang harus dibuktikan
Kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa dan
dengan terbuktinya dapat disimpulkan
adanya suatu hak, kewajiban, atau keadaan tertentu, jadi jelaslah bahwa
di hadapan hakim para pihak harus membuktikan
fakta-fakta atau peristiwa untuk membenarkan adanya suatu hak tertentu
Pihak yang harus membuktikan
Pihak yang harus mengajukan alat-alat
bukti dan sekaligus membuktikan kebenaran alat bukti tersebut adalah para
pihak yang berkepentingan dalam perkara yaitu Penggugat dan Tergugat, sedangkan
yang menyatakan terbukti atau tidak
terhadp suatu peristiwa tersebut adalah
Hakim.
Penilaian Pembuktian
Yang berwenang menilai pembuktian,
yang tdak lain penilaian suatu kenyataan adalah Hakim, dan hanyalah Judex
Factie saja, dan bukti dinilai lengkap dan sempurna apabila Hakim berpendapat
bahwa berdasarkan bukti yang telah diajukan, pristiwa yang harus dibuktikan itu
dianggap sudah pasti dan benar.
-
Beban Pembuktian
Ps
163 HIR dan Ps 283 Rbg memberi pedoman tentang pembagian beban pembuktian,
yaitu :
“ Bahwa barang siapa mengaku
memiliki suatu hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan
haknya itu atau untuk membantah hak
orang lain, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”
Alat-Alat
Bukti (dalam perkara perdata)
Berdasarkan
Ps 164 HIR dan Ps 284 Rbg, menyebutkan bahwa alat bukti dalam perkara perdata
terdiri dari :
- Bukti tertulis / surat.
- Bukti saksi
- Persangkaan
- Pengakuan
- Sumpah
1 Bukti tertulis/ surat
Alat
bukti tertulis /surat yaitu segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang
dimaksudkan untuk mencurahkan pikiran dan isi hati seseorang yang ditujukan
untuk dirinya dan atau orang lain yang dapat digunakan untuk alat pembuktian
Ada
2 macam alat bukti tertulis / surat, yaitu :
- Surat yang
bukan akta
- Surat yang berupa akta, terdiri dari : akta autentik dan akta dibawah tangan
- Surat yang
bukan akta
Dalam hukum pembuktian mempunyai nilai
pembuktian bebas yang sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan Hakim.
Contoh : Buku daftar (register),
surat-surat rumah tangga, surat
pribadi dsb.
-
b. Surat yang
berupa akta
Akta :
surat yang diberi tanda tangan, yang
memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak
awal untuk maksud pembuktian.
Jenis akta terdiri dari :
1). Akta
Autentik / Otentik
Diatur
Ps 165 HIR, 285 Rbg. “ akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk membuat surat itu”
Contoh:
Akta Notaris, Putusan Hakim
2). Akta di bawah tangan
Yaitu surat yang sengaaja dibuat untuk pembuktian para pihak tanpa bantuan dari seorang
pejabat yang berwenang dan hanya untuk
kepentingan para pihak yang
membuatnya
Akta otentik
mempunyai 3 (tiga) macam pembuktian :
-
Kekuatan
pembuktian formal
-
yaitu membuktikan
antara para pihak, bahwa mereka
sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
-
kekuatan
pembuktian materiel
-
Yaitu membuktikan
antara para pihak, bahwa peristiwa yang tertulis dalam akta tersebut telah
terjadi.
-
Kekuatan mengikat
-
Yaitu membuktikan
antara para pihak dan pihak ketiga,
bahwa pada tanggal (waktu) tersebut dalam akta yang bersangkutan telah
menghadap kepada pegawai umum dan menerangkan apa yang tertulis di dalam akta
tersebut.
-
Ad. 2 Alat Bukti Saksi
-
Saksi adalah orang yang memberikan keterangan /
kesaksian di depan sidang pengadilan mengenai apa yang ia ketahui, lihat
sendiri, atau alami sendiri, yang dengan kesaksian itu akan menjadi jelas suatu
perkara.
-
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada Hakim
di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan, dengan jalan membuktikan
secara lisan dari pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam sengketa
yang dipanggil secara patut oleh pengadilan.
-
Orang yang tidak
boleh menjadi saksi
Ada 2 kategori / golongan orang yang tidak diperkenankan oleh Undang-undang untuk menjadi Saksi bagi para pihak di pengadilan, adalah sbb :
Ada 2 kategori / golongan orang yang tidak diperkenankan oleh Undang-undang untuk menjadi Saksi bagi para pihak di pengadilan, adalah sbb :
- Golongan
yang tidak mampu
- yang tidak mampu secara mutlak
dalam hal ini Hakim dilarang
untuk mendengar mereka ini sebagai
saksi, yaitu :
keluarga sedarah dan keluarga
semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak, suami istri dari
salah satu pihak, meskipun sudah bercerai
- yang tidak mampu secara relatif
mereka ini boleh didengar, akan
tetapi tidak sebagai saksi, yaitu : anak-anak yang belum mencapi umur 15 tahun,
orang gila meskipun kadang-kadang ingatannya sehat.
- b. Golongan
yang dibebaskan kewajibannya menjadi saksi
−
mereka yang boleh mengundurkan diri ini
adalah : saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki dan perempuan dari
salah satu pihak.
−
keluarga sedarah menurut keturunan yang
lurus, dan saudara laki-laki dan perempuan
dari suami atau istri salah satu pihak.
−
orang-orang tertentu yang karena martabat, jabatan, atau hubungan kerja yang
sah dan diwajibkan menjaga rahasia akn tetapi hanya semata-mata mengenai
pengetahuan yang diserahkan kepadanya karena martabat, jabatan atau hubungan
kerja saja.
3 Alat
Bukti Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan yang
diambil dari suatu peristiwa yang telah terbukti ke arah suatu peristiwa yang
belum terbukti
Pembuktian dengan persangkaan
dilakukan bila terdapat kesukaran untuk
mendapatkan saksi-saksi yang melihat
atau mengalami sendiri peristiwa yang
harus dibuktikan.
Contoh :
Dalam suatu gugatan perceraian yang
didasarkan pada perzinahan, adalah sangat sulit dibuktikan, karena sulitnya
mendapatkan saksi yang telah melihat
sendiri perbuatan zina itu. Untuk membuktikan perzinahan Hakim harus
menggunakan alat bukti persangkaan.
- Ad. 4. alat
bukti Pengakuan
Diatur dalam Ps 174 s/d 176 HIR, dan
Ps 311 s/d 313 Rbg.
Pengakuan adalah keterangan sepihak,
baik tertulis maupun lisan, yang secara tegas dan nyata diterangkan oleh salah
satu pihak atau lebih dalam penyelesaian perkara di persidangan yang berisi
pembenaran sebagian atau seluruhnya terhadap suatu peristiwa, hak atau hubungan
hukum yang diajukan oleh lawan, yang
mengakibatkan tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
- Ada 2 bentuk
pengakuan yaitu :
- Pengakuan
yang dilakukan di depan sidang
memberikan
suatu bukti yang sempurna terhadap siapa yang melakukannya, artinya
ialah bahwa Hakim harus mengangap dalil-dalil yang telah dikemukakan dan diakui
itu adalah benar dan mengabulkan segala tuntutan atau gugatan yang didasarkan
pada dalil-dalil tersebut.
2. Pengakuan yang dilakukan di luar
sidang
perihal terhadap kekuatan pembuktiannya diserahkan
kepada pertimbangan Hakim atau dengan kata lain merupakan bukti bebas.
- Ad. 5.
Sumpah
Sumpah adalah sutu pernyatan yang
khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji dan keterangan
dengan mengaitkan dengan sifat Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan meyakini akan ada
hukuman Tuhan bila ternyata memberikan keterangan yang tidak benar.
Sumpah dalam HIR diatur Ps 155 s/d 158 dan Ps
177, sebagai alat bukti ada 3 macam yaitu :
- Sumpah
Supletoir / Pelengkap (Ps 155 HIR).
Yaitu sumpah yang diperintahkan oleh
Hakim karena jabatannya kepada alah satu pihak untuk melengkapi pembuktian
peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasr putusannya
2. Sumpah Estimatoir / Penaksir (Ps 155 HIR,
182 Rbg)
yaitu sumpah yang diperintahkan oleh Hakim karena
jabatannya kepada pihak Penggugat untuk menentukan bentuk dan jumlah ganti
rugi.
3. Sumpah Decisoir / Pemutus (Ps 156 HIR)
yaitu sumpah yang dibebankan
atas`permintaan salah satu pihak kepada lawannya.
·
Pemeriksaan Setempat (Descente) diatur dalam Ps 153 HIR
Yang
dimaksud dengan pemeriksaan setempat yaitu pemeriksaan mengenai perkara oleh
Hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung pengadilan, agar hakim
dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi
kepastian tentang peristiwa peristiwa yang menjadi sengketa.
Dalam
hal ini jika Hakim ingin memperoleh kepastian dan tidak hanya menggantungkan kepada
keterangan saksi atau surat, maka persidangan dapat dipindahkan ketempat barang tetap tersebut untuk mengadakan pemeriksaan
setempat.
Meskipun
pemeriksaan setempat ini tidak dimuat di
dalam Pasal 164 HIR, sebagai alat bukti, tetapi oleh karena tujuan pemeriksan
setempat agar Hakim memperoleh kepastian
tentang peristiwa yang menjadi sengketa untuk mendapatkan kebenaran formil maka pemeriksaan setempat kenyataannya
oleh Hakim dapat dipakai sebagai alat bukti.
- Keterangan
Ahli / Expertise
Keterangan
Ahli adalah keterangan pihak ketiga yang objektif dan bertujuan untuk membantu Hakim dalam pemeriksaan guna menambah
pengetahuan Hakim.
Menurut
hukum seseorang yang dikatakan Ahli itu adalah :
- Memiliki
pengetahuan khusus atau spesialis di bidang ilmu pengetahuan tertentu
sehingga orang itu benar-benar kompeten di bidang tersebut.
- Spesialisasi
itu bisa dalam bentuk skill karena hasil latihan atau hasil pengalaman.
- Sedemikian
rupa spesialisasi pengetahuan, kecakapan, latihan, atau pengalaman yang
dimilikinya, sehingga keterangan dan penjelasan yang diberikannya dapat
membantu menemukan fakta melebihi kemampuan pengetahuan umum orang biasa.
·
Persidangan ketujuh
konklusi/kesimpulan
konklusi/kesimpulan
Konklusi adalah kesimpulan-kesimpulan
yang dibuat oleh masing-masing pihak setelah terjadinya
jawab-menjawab dan pembuktian, sehingga akhirnya dapat diambil suatu
kesimpulan.
Tujuan konklusi adalah untuk menyimpulkan pendapat para pihak kepada Hakim tentang terbukti atau
tidaknya suatu gugatan. Pada dasarnya substansi kesimpulan merupakan hal yang
menguntungkan para pihak dan merugikan pihak lainnya.
·
Konklusi lazimnya berisi hal-hal sbb :
- Kesimpulan
jawab menjawab
dari proses jawab menjawab yakni
gugatan x jawaban, replik x duplik, hal-hal yang dianggap telah terbukti atau
hal-hal yang tidak terbukti
2.
Kesimpulan dari bukti-bukti
tertulis
biasanya isi penting dari lat-alat
bukti tertulis dikemukakan secara singkat dan jelas, kemudian dirumuskan
hal-hal yang dianggap terbukti atau tidak terbukti
3.
Kesimpulan dari saksi
dimuat inti-inti pokok dari
keterangan masing-masing saksi, Penggugat maupun Tergugat, selanjutnya dari
keterangan saksi-saksi tersebut disimpulkan hal-hal yang terbukti dan hal-hal
yang tidak terbukti
4.
Dan lain-lain
Dalam
konklusi dapat disimpulkan hal-hal mengenai penilaian terhadap alat bukti
secara lengkap.
n Persidangan Kedelapan
(Putusan)
Putusan merupakan suatu tujuan akhir proses pemeriksaan
perkara di pengadilan yang berisi penyelesaian perkara yang
disengketakan.
Putusan Hakim adalah suatu
pernyataan (statement) yang dibuat oleh Hakim
sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di
muka sidang dengan tujuan untuk
mengakhiri atau mneyelesaikan suatu perkara antara para pihak yang bersengketa.
Ada
2 macam putusan yaitu :
- Putusan sela
Adalah
putusan yang diadakan sebelum Hakim memutus perkaranya, yaitu untuk
memunngkinkan atau mempermudah kelanjutn pemeriksaan perkara.
jenis
putusan sela dapat dibedakan yaitu sbb :
a. Putusan
praeparatoir
yaitu putusan untuk mepersiapkan perkara,
misalnya untuk menggabungkan 2 perkara menjadi satu, atau putusan untuk menetapkan tenggang dalam mana kedua belah
pihak harus bertindak.
ex :
gugatan dalam rekonvensi tidak
diputus bersama-sama dengan gugatan dalam konvensi.
b. Putusan
interlacutoir
yaitu suatu putusan dimana Hakim sebelum
memberikan putusan akhir, memerintahkan
kepada salah satu pihak supaya
membuktikan sesuatu hal, atau
putusan yang memerintahkan penyelidikan setempat.
ex :
Hakim
memutuskan untuk mengangkat Ahli
tertentu untuk mendengar
keterangannya.
c. putusan provisionil
yaitu putusn Hakim yang bertujuan untuk
menetapkan suatu tindakan sementara bagi kepentingan salah satu pihak yang
bersengketa.
ex :
pihak Tergugat meminta Hakim untuk
melakukan sita conservatoir atau melaksanankan putusan lebih dahulu terhadap
Tergugat, meskipun sidang pemeriksaan masih sedang berjalan.
d. putusan insidentil
yaitu
putusan Hakim yang dijatuhkan berkaitan dengan adanya kejadian yang menunda
kelangsungan proses pemeriksaan di persidangan.
Ex :
salah satu pihak memohon pihak
Ketiga untuk masuk kedalam perkara.
2. Putusan akhir
Adalah
putusan yang mengakhiri pemeriksaan suatu perkara di pengadilan.
Menurut sifatnya putusan
Hakim dapat terbagi kedalam 3 macam,
yaitu :
- Putusan deklaratoir
Putusan ini merupakan putusan yang bersifat
menerangkan, menegaskan suatu
keadaan hukum semata-mata.
Ex :
Bahwa A adalah anak
angkat yang sah dari B dan C.
2.
Putusan konstitutif
Putusan ini merupakan
putusan yang meniadakan atau menimbulkan
suatu keadaan hukum yang baru.
Ex :
Suatu
putusan tentang perceraian.
3. Putusan kondemnatoir
Putusan
ini merupakan putusan yang menetapkan bagaimana hubungannya suatu keadaan hukum
disertai dengan penetapan penghukuman
kepada salah satu pihak.
Ex :
Tergugat
dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah
atau membayar utangnya.
Isi
putusan
Suatu
putusan pengadilan akan memuat hal-hal yang bersifat formalitas dan
substansial,yaitu sbb :
- Syarat
formal
-Putusan
selalu dimulai dg kata-kata “ Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “
-memuat tanggal putusan diambil dan
diucapkan di muka sidang pengadilan
-putusan dibacakan dimuka sidang
pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum.
- Syarat
substansial
tentang
duduk perkaranya Dalam putusan akan
dimuat inti sari dari gugutan,jawaban,replik,duplik,dan alat-alat bukti baik
untuk kepentingan P maupun T.
- tentang hukumnya
Hakim harus memberikan pertimbangan
hukumnya terhadap perkara,biasanya dimulai dengan kata-kata “ Menimbang…dst
“dari pertimbangan itu hakim menarik kesimpulan tentang terbukti atau tidaknya
gugatan itu.
- amar putusan
Yaitu isi dari putusan itu sendiri
yang biasanya dimulai dengan kata-kata “ Mengadili “, dalam amar itu Hakim
harus menyatakan tentang hal-hal yang dikabulkan atau ditolak atau tidak dapat
diterima.
Pelaksanaan
Putusan
Pada dasarnya putusan Hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti dapat dijalankan sekalipun demikian ada pengecualiannya, ialah
jika suatu keputusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu sesuai dengan ketentuan Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg pula dijelaskan di sini,
bahwa tidak semua keputusan yang
sudah mempunyai kekuatan pasti harus dijalankan, sebab yang dapat dilaksanakan
hanyalah putusan-putusan yang bersifat Condemnatoir yaitu mengandung perintah
kepada suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
PENGERTIAN PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM (PENGADILAN) SECARA SEDERHANA DAPAT
DIARTIKAN SEBAGAI EKSEKUSI)
Eksekusi
,yaitu pelaksanaan secara resmi suatu putusan Pengadilan di bawah pimpinan
Ketua Pengadilan Negeri.
Dalam melaksanakan eksekusi
harus lah diperintahkan secara
resmi oleh Ketua Pengadilan Negeri yang
berwenang, sebagai pelaksanaan atas suatu putusan Pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, atau atas
putusan yang dinyatakan dapat dijalankan serta merta walaupun belum ada
putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Macam-Macam
Eksekusi
Dalam
Hukum Acara Perdata dikenal ada beberapa macam eksekusi yaitu :
- Eksekusi putusan yang menghukum pihak perdata
yang dikalahkan untuk membayar
sejumlah uang. Dalam hal ini prestasi yang diwajibkan kepada pihak yang
dikalahkan tersebut adalah membayar sejumlah uang. Tipe eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR
dan 208 RBg.
- Eksekusi putusan yang menghukum orang atau badan hukum perdata untuk
melakukan suatu perbuatan. Tipe eksekusi ini diatur dalam Pasal 225 HIR dan 259 RBg.
Orang atau badan hukum perdata tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan. Namun
demikian, pihak yang dimenangkan dapat meminta kepada pengadilan agar kepentingan yang diperolehnya dapat
dinilai dengan uang.
a. Eksekusi
riil, yaitu pelaksanaan prestasi yang
dibebankan oleh putusan Hakim secara langsung kepada debitur. Dengan adanya
eksekusi riil, hanya yang berhak sajalah yang menerima prestasinya. Prestasi
tersebut dapat saja berupa pembayaran sejumlah uang, melakukan suatu perbuatan
tertentu, tidak berbuat sesuatu, atau menyerahkan benda dan lain-lain. Dengan
demikian eksekusi ganti rugi dan uang
paksa bukan merupakan eksekusi riil.
b.
Eksekusi parate (parate executie) yaitu eksekusi
yang dilakukan bila seorang kreditur menjual barang tertentu milik debitur
tanpa harus memperoleh titel eksekutorial (Ps 1155, 1175 ayat 2 KUHPerdata).
UPAYA- UPAYA HUKUM
Pengertian
Upaya hukum ialah suatu upaya yang
diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk
melawan putusan hakim dengan tujuan untuk mencegah dan atau memperbaiki
kekeliruan dalam putusan Hakim tsb akibat adanya penemuan bukti-bukti atau
fakta-fakta baru.
Macam -macam upaya hukum :
1.
Upaya hukum biasa
a. verzet (perlawanan) yaitu upaya hukum
terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya
Tergugat.
b. banding yaitu salah satu bentuk upaya hukum untuk mendapatkan
perbaikan (revisi) terhadap putusan
Hakim di tingkat pengadilan tingkat pertama
yang disediakan bagi pihak yang merasa
tidak puas / keberatan terhadap putusan
Hakim.
c. kasasi yaitu suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah
Agung untuk memeriksa kembali
putusan-putusan Pengadilan terdahulu dan ini
merupakan peradilan yang terakhir.
2. Upaya hukum luar biasa
a. derden
verzet adalah suatu perlawanan
terhadap putusan yang dilakukan oleh pihak ketiga,yang tadinya tidak ada
sangkut pautnya dalam perkara,adapun alasannya karena putusan itu merugikan
pihak ketiga tersebut.
ex : A menggugat B mengenai sebuah mobil
yang sesungguhnya milik
C,Pengadilan mengabulkan gugatan A tsb,maka untuk mencegah dilakukannya
eksekusi ,C mengajukan derden verzet terhadap putusan itu.
Apabila perlawanan itu dikabulkan,maka
pengadilan memperbaiki putusan itu sepanjang merugikan pihak ketiga.
jadi
unsur penting untuk dapat mengajukan
Derden verzet yaitu :
1. Adanya kepentingan dari pihak ketiga
itu
2. Secara nyata hak pihak ketiga
dirugikan.
b. Peninjauan Kembali
Yaitu suatu upaya untuk memeriksa atau
mementahkan kembali sutu putusan pengadilan (PA,PTA,MA)
yang telah berkekuatan hukum tetap,guna
membatalkannya.
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BalasHapusBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....