•
Alat-Alat
Bukti Perdata
(Ps. 284 RBG/164 HIR/1866 KUHPerdata)
(Ps. 284 RBG/164 HIR/1866 KUHPerdata)
Pasal 1865 KUHPerdata: Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai hak
atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain,
menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa
tersebut.
Pasal 1866 KUHPerdata, alat-alat bukti terdiri atas:
- Bukti
tulisan
- Bukti
dengan saksi-saksi
- Persangkaan-persangkaan
- pengakuan
- Sumpah
•
Pasal
100 UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 51 Tahun 2009, Alat-alat Bukti:
- Surat
atau tulisan
- Keterangan
ahli
- Keterangan
saksi
- Pengakuan
para pihak
- Pengetahuan
Hakim
•
UU
No. 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana
Tentang Hukum Acara Pidana
•
Pasal
183
–
Hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.
•
Pasal
184 Alat-alat bukti yang sah ialah:
–
Keterangan
saksi
–
Keterangan
ahli
–
Surat
–
Petunjuk
–
Keterangan
terdakwa
•
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
•
Pasal
1313
–
Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
•
Pasal
1320
–
Untuk
sahnya perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
•
Pasal
1321
–
Tiada
sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau
diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
•
Alat-Alat
Bukti Perdata
(Ps. 284 RBG/164 HIR/1866 KUHPerdata)
(Ps. 284 RBG/164 HIR/1866 KUHPerdata)
Pasal 1865 KUHPerdata: Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai hak
atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain,
menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa
tersebut.
Pasal 1866 KUHPerdata, alat-alat bukti terdiri atas:
- Bukti
tulisan
- Bukti
dengan saksi-saksi
- Persangkaan-persangkaan
- pengakuan
- Sumpah
•
Pasal
100 UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 51 Tahun 2009, Alat-alat Bukti:
- Surat
atau tulisan
- Keterangan
ahli
- Keterangan
saksi
- Pengakuan
para pihak
- Pengetahuan
Hakim
•
UU
No. 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana
Tentang Hukum Acara Pidana
•
Pasal
183
–
Hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.
•
Pasal
184 Alat-alat bukti yang sah ialah:
–
Keterangan
saksi
–
Keterangan
ahli
–
Surat
–
Petunjuk
–
Keterangan
terdakwa
•
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
•
Pasal
1313
–
Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
•
Pasal
1320
–
Untuk
sahnya perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
•
Pasal
1321
–
Tiada
sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya
dengan paksaan atau penipuan.
EKSEKUSI
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh
pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan
tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara.
EKSEKUSI
DILAKSANAKAN DENGAN
- Bantuan alat-alat negara
- Penyitaan dan pelelangan
- Uang paksa
- gijzeling
JENIS
EKSEKUSI
- Eksekusi yang menghukum pihak yang
kalah untuk membayar sejumlah uang
- Eksekusi yang menghukum pihak yang
kalah untuk melakukan suatu perbuatan.
- Eksekusi riil
Asas-asas
Eksekusi
- Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap;
- Putusan
tidak dijalankan secara sukarela;
- Putusan
yang dapat dieksekusi bersifat kondemnatoir;
- Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua
Pengadilan Negeri.
- pengecualian terhadap asas yang pertama
1. pelaksanaan
putusan lebih dulu (uitvoerbaar bij voorraad) ps. 180 ayat 1 HIR;
2. pelaksanaan
putusan provisi ;
3. akta
perdamaian (acte van dading) ps. 130 HIR;
4. Eksekusi
terhadap grosse akta,
- selama
persidangan berlangsung, kedua belah pihak yang berperkara dapat berdamai,
baik atas anjuran hakim maupun atas inisiatif dan kehendak kedua belah
pihak;
- apabila tercapai perdamaian dalam persidangan maka :
- selama persidangan berlangsung, kedua belah pihak
yang berperkara dapat berdamai, baik atas anjuran hakim maupun atas
inisiatif dan kehendak kedua belah pihak;
- apabila tercapai perdamaian dalam persidangan maka :
- hakim
membuat akta perdamaian;
- yang
menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi akta perdamaian;
- sifat
akta perdamaian yang dibuat dipersidangan mempunyai kekuatan
eksekusi seperti putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
- sifat
akta perdamaian yang dibuat dipersidangan mempunyai kekuatan
eksekusi seperti putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Adapun ciri-ciri yang dapat dijadikan indikator menentukan suatu putusan
bersifat kondemnator dalam amar/diktum putusan terdapat perintah yang menghukum
pihak yang kalah, yang dirumuskan dalam kalimat :
- Menghukum
atau memerintahkan “pengosongan” sebidang tanah atau rumah;
- Menghukum
atau memerintahkan “melakukan” suatu perbuatan tertentu;
- Menghukum
atau memerintahkan “penghentian” suatu perbuatan atau keadaan;
- Menghukum
atau memerintahkan “menyerahkan suatu barang;
- Menghukum
atau memerintahkan melakukan “pembayaran” sejumlah uang.
Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan
Negeri yang dulu memeriksa dan memutus perkara dalam tingkat pertama
Menentukan PN mana yang berwenang menjalankan eksekusi
putusan
Pengadilan
Negeri yang memeriksa dan memutus suatu perkara dalam tingkat pertama adalah PN
yang berwenang untuk menjalankan eksekusi atas putusan yang bersangkutan, tanpa
mengurangi hak dan wewenangnya untuk melimpahkan delegasi eksekusi kepada PN
yang lain, apabila objek yang hendak dieksekusi terletak diluar daerah hukumnya
(ps. 195 ayat 2 HIR atau ps 206 ayat 2 RBG).
Dengan mengaitkan pasal-pasal dimaksud gambaran kontruksi hukum kewenangan
menjalankan dengan singkat dapat diterangkan sbb :
- Ketua PN memerintahkan dan memimpin
jalannya eksekusi;
- Kewenangan
memerintahkan dan memimpin eksekusi yang ada pada Ketua PN adalah secara
ex officio;
- Perintah
eksekusi dikeluarkan oleh Ketua PN berbentuk “surat penetapan” (beschikking);
- Yang
diperintahkan menjalankan eksekusi ialah panitera atau juru sita PN.
Fungsi kewenangan ex officio Ketua PN memerintahkan dan
memimpin jalannya eksekusi, bukan hanya terbatas atas pengeluaran surat
penetapan yang memerintahkan eksekusi. Fungsi ex officio
meliputi :
• Mulai dari tindakan executorial beslag;
• Pelaksanaan pelelangan, termasuk segala proses dan
prosedur yang diisyaratkan tata cara pelelangan;
• Sampai kepada tindakan pengosongan dan penyerahan barang
yang dilelang kepada pembeli lelang; atau
• Sampai pada penyerahan dan penguasaan pelaksanaan secara
nyata barang yang dieksekusi pada eksekusi riil.
Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada PN
Sesuai dengan apa yang ditentukan dalam ps. 195 ayat 1
HIR atau ps. 206 ayat 1 RBG menjalankan eksekusi terhadap putusan pengadilan
mutlak hanya diberikan kepada instansi peradilan tingkat pertama, yakni PN
- Adapun ciri-ciri yang dapat dijadikan indikator menentukan suatu putusan bersifat kondemnator dalam amar/diktum putusan terdapat perintah yang menghukum pihak yang kalah, yang Menghukum atau memerintahkan “pengosongan” sebidang tanah atau rumah;
- Menghukum
atau memerintahkan “melakukan” suatu perbuatan tertentu;
- Menghukum
atau memerintahkan “penghentian” suatu perbuatan atau keadaan;
- Menghukum
atau memerintahkan “menyerahkan suatu barang;
- Menghukum
atau memerintahkan melakukan “pembayaran” sejumlah uang.
dirumuskan dalam kalimat :
Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua
Pengadilan Negeri
kewenangan itu secara formal berada ditangan Ketua PN,
jadi Ketua PN diberi wewenang :
- Memerintahkan
eksekusi; dan
- Memimpin
jalannya eksekusi.
Kewenangan
Ketua PN memerintahkan dan memimpin eksekusi merupakan kewenangan formal secara
ex officio (ps. 197 ayat 1 HIR atau ps. 208 ayat 1 RBG).
Perbedaan eksekusi riil dan eksekusi pembayaran sejumlah
uang
Eksekusi riil hanya mungkin terjadi berdasarkan putusan
pengadilan :
- yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap;
- yang bersifat dijalankan lebih dulu;
- yang
berbentuk provisi;
- yang berbentuk akta perdamaian di sidang pengadilan.
PEMBUKTIAN
Membuktikan
Adalah memberikan dasar-dasar yang cukup pada hakim dalam pemeriksaan suatu
perkara agar dapat memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang
diajukan.
Pasal
163 HIR menyatakan :
Barang
siapa menyatakan mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu perbuatan untuk
meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain haruslah membuktikan
adanya hak itu atau adanya perbuatan itu. (Asas Actori Incumbit Probatio)
Teori
pembuktian
- Teori Hukum Subjektif
“barang siapa yang mengaku atau
mengemukakan sutau hak maka yang bersangkutan harus membuktikannya”.
- Teori Hukum Objektif
“seorang hakim harus melaksanakan
peraturan hukum atas fakta-fakta untuk menemukan kebenaran peristiwa yang
diajukan kepadanya”.
- Teori Hukum Acara dan Teori
Kelayakan
“Hakim seyogyanya berdasarkan
kepatutan membagi beban pembuktian”.
yang
tidak perlu dibuktikan
Notoire
feiten : peristiwa yang sudah diketahui oleh umum.
Pengakuan.
Processueele
feiten : fakta/peristiwa yang ditemukan hakim di depan sidang.
Menurut
Prof. wirjono alat bukti yang diatur dalam pasal 164 hir tidak semuanya
merupakan alat bukti, misalnya :
Persangkaan
: hanya merupakan kesimpulan yang ditarik oleh UU atau hakim dari hal-hal yang
sudah jelas terhadap hal-hal yang belum jelas.
Sumpah
: hanya merupakan pernyataan yang dikehendaki oleh para pihak, sedangkan
kebenarannya tidak terjamin.
Alat
bukti surat
Yang
dimaksud dengan akta
Surat
yang diberi tanda tangan, memuat peristiwa yang menjadi dasar daripada
suatu hak dibuat sejak semula dengan tujuan untuk dijadikan sebagai alat bukti.
Akta
autentik (Ps. 165 HIR)
Suatu
akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu,
merupakan alat bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan
mereka yang mendapatkan hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya
sebagai pemberitahuan belaka sepanjang yang diberitahukan itu erat hubungannya
dengan pokok daripada akta.
AKTA
DIBAWAH TANGAN
Adalah
akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan
pejabat. Mempunyai pembuktian yang sempurna seperti akta autentik kalau tanda
tangan yang tercantum di situ diakui oleh si penandatangan, terhadap pihak
ketiga merupakan bukti bebas.
Alat
bukti saksi
Kesaksian
adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa
yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh
orang yang bukan salah satu pihak yang berperkara, yang dipanggil dalam
persidangan.
Pasal
145 hir
- Yang tidak dapat didengar sebagai
saksi :
è Keluarga
sedarah dan semenda
è Suami/istri dari salah satu pihak meskipun telah
bercerai.
è Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa
mereka sudah berumur 15 tahun.
è Orang
gila.
Pasal
146 ayat (1) yang boleh mengundurkan diri sebagai saksi :
- Saudara laki-laki dan saudara
perempuan.
- Keluarga laki-laki dan perempuan
- Sekalian orang yang karena martabatnya,
pekerjaannya atau jabatannya yang sah diwajibkan menyimpan rahasia.
Dalam
menilai kebenaran keterangan seorang saksi dengan sungguh-sungguh hakim harus
memperhatikan :
- Persesuaian antara keterangan saksi
yang satu dengan saksi yang lain.
- Persesuaian keterangan saksi dengan
alat bukti lainnya.
- Alasan yang mungkin dipergunakan
oleh saksi un tuk memberi keterangan tertentu.
- Cara hidup kesusilaan saksi serta
segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya
keterangan itu di percaya.
Alat
bukti sumpah
- Sumpah Suppletoir/pelengkap (ps.
155 HIR, 182 Rbg, 1940 BW)
Adalah sumpah yang diperintahkan
oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi
pembuktian permulaan dulu, tetapi yang belum mencukupi dan tidak ada alat bukti
lainnya
- sumpah penaksiran/Aestimatoir (ps.
155 HIR, ps. 182 Rbg, 1940 BW)
yaitu sumpah yang diperintahkan oleh
hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti
kerugian
- sumpah Decisoir/pemutus (ps. 156
HIR, 183 Rbg, 1930 BW)
Adalah sumpah yang dibebankan atas
dimintakan sumpah menjadi pasti dan pihak lawan permintaan salah satu pihak
kepada lawannya. Akibat mengucapkan sumpah decisoir ialah bahwa kebenaran
peristiwa yang tidak boleh membuktikan bahwa sumpah itu palsu, tanpa mengurangi
wewenang jaksa untuk menuntut berdasarkan sumpah palsu (ps. 242 KUHP),
Persangkaan
(ps. 173 hir, 1915 – 1922 bw)
Yang
dimaksud dengan persangkaan ialah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa
yang sudah jelas ke arah peristiwa yang belum jelas.
Pasal
1915 BW menyebutkan : yang berwenang menarik kesimpulan adalah :
1. Hakim
2. UU :
a.
Presumptions Juris Tatum, memungkinkan
adanya bukti lawan. (Ps. 1921 ayat (2) BW misal Ps. 633,
658, 1394 BW
b.
Presumptions Juris et de Jure, tidak memungkinkan adanya bukti lawan (Ps. 1921
ayat (1) BW, misal : 184,911, 1681, 1917, 1439 BW.
Pengakuan
(Ps. 174 – 178 hir, Ps. 1923 - 1928 BW
Pengakuan
yang dilakukan di depan sidang (Ps. 174 HIR, Ps. 1925 BW)
Pengakuan
yang dilakukan di luar sidang (Ps. 175 HIR)
Pengakuan
di bagi 3 macam :
Pengakuan
murni, sesuai dengan dalil lawan.
Pengkuan
dengan kualifikasi, disertai sangkalan terhadap sebagian dalil lawan.
Pengakuan
dengan klausule, disertai keterangan tambahan yang sifatnya membebaskan.
Pemeriksaan
setempat (sidang ditempat) ialah pemeriksaan mengenai perkara oleh karena
jabatannya yang dilakukan diluar gedung atau tempat kedudukan pengadilan agar
hakim dapat melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi
kepastian tentang peristiwa-peristiwa yang menjadi sengketa.
Film,
Foto, VCD, E-mail, tele konfren. Dengan mengacu pada Pasal 179 Rv yang
menyatakan semua alat dapat dijadikan sebagai bukti kecuali UU menentukan lain,
penilaian alat bukti tersebut sejauh UU tidak menentukan lain diserahkan kepada
pertimbangan hakim.
n Objek
perkara harus jelas
n Putusan
MA RI No. 565 k/Sip/1973, tgl. 21 Agustus 1974, “Kalau
objek gugatan tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima”.
n Putusan
MA RI No. 1149 k/Sip/1979, tgl. 17 April 1979, “Bila tidak
jelas batas-batas tanah sengketa, maka gugatan tidak dapat diterima”.
n Hubungan
posita dan petitum
n Putusan
MARI No. 67 k/Sip/1975, tgl. 13 Mei 1975, “ Petitum
tidak sesuai dengan posita, maka permohonan kasasi dapat diterima dan
putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibatalkan”.
n Putusan
MA RI No. 556 k/Sip/1971, tgl. 10 November 1971 jo Putusan
MA RI No. 1245 k/Sip/1974,tgl. 9
November 1976, “Putusan yang mengabulkan lebih dari yang dituntut, diizinkan
selama hal itu masih sesuai dengan keadaan materil, asal tidak menyimpang
daripada apa yang dituntut dan putusan yang hanya meminta sebagian saja, sesuai
putusan MA No. 339 k/Sip/1969
n Dwangsom (uang paksa), Ps. 225 HIR jo 1267 BW
n Putusan
MA RI No. 307k /Sip/1976, tgl. 7 Desember 1976, “Dwangsom
akan ditolak apabila putusan dapat dilaksanakan dengan eksekusi riil”
n Putusan MA RI No. 79k/Sip/1972, “ Dwangsom
tidak dapat dituntut bersama –sama dengan tuntutan membayar uang”
n Ne
bis in idem
Unsur-unsur nebis in idem :
n Objek
tuntutan sama
n Alasan
yang sama
n Subjek
gugatan sama
n Putusan
MA RI No. 144 k/Sip/1973, tgl. 27 Juni 1973, “Putusan
declaratoir Pengadilan Negeri mengenai penetapan ahli waris/ warisan bukan
merupakan nebis in idem”.
n Putusan
MA RI No. 102 k/Sip/1968, “Bila ternyata
pihak-pihak berbeda dengan pihak-pihak dalam perkara yang sudah diputus
terlebih dahulu, maka tidak ada nebis in idem”.
n Para
Pihak Harus Lengkap
n Putusan
MA RI No. 663k/Sip/1971, tgl. 6 Agustus 1971 Jo. Putusan
MARI No. 1038k/Sip/1972, tgl. 1 Agustus 1973, “Turut Tergugat adalah
seseorang yang tidak menguasai sesuatu barang akan tetapi demi formalitas
gugatan harus dilibatkan guna dalam petitum sebagai pihak yang tunduk dan taat
pada putusan hakim perdata.”
n Tuntutan
Provisionil
n Putusan
MA RI No. 1070k /Sip / 1972, tgl. 7 Mei 1973, “Tuntutan
provisionil yang tercantum dalam pasal 180 HIR hanyalah untuk memperoleh
tindakan-tindakan sementara selama proses berjalan; tuntutan provisionil yang
mengenai pokok perkara tidak dapat diterima “.
n Putusan
MARI No. 1400k/Sip/1974, tgl. 18 Nopember 1975, “Perbedaan
hakim-hakim anggota dalam pemeriksaan tuntutan provisionil dan dalam
pemeriksaan pokok perkara adalah tidak mengakibatkan batalnya seluruh putusan
karena tuntutan provisionil sifatnya mempermudah pemeriksaan dalam pemutusan
pokok perkara”.
n Putusan MA RI No. 753k/ Sip/ 1973, tgl.
22 April 1975, “Keberatan yang diajukan Penggugat untuk Kasasi; bahwa
Pengadilan Negeri telah menjatuhkan putusan sela yang merupakan putusan provisionil
menyimpang dan melebihi dari surat gugatan, sebab tuntutan provisionil semacam
itu tidak pernah diajukan oleh Penggugat asal, tidak dapat diterima karena
hal itu
menyebabkan batalnya putusan judex facti”.
n Putusan
MA RI No. 279k/Sip/1976, tgl. 5 Juli 1976, “Permohonan
provisi seharusnya bertujuan agar ada tindakan hakim yang mengenai pokok
perkara; permohonan provisi yang berisikan pokok perkara harus ditolak”.
n Tuntutan
Warisan-Daluarsa
n Putusan
MA RI No. 7 k/Sip/1973, tgl. 27 Februari
1975,” Tidak ada batas waktu daluarsa dalam menggugat harta warisan “.
n Putusan
MARI No. 425k/Sip/1975, tgl. 15 Juli 1975,
“Mengabulkan lebih dari petitum diizinkan, asal saja sesuai dengan posita.
Disamping itu dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia, baik hukum acara
pidana /perdata, hakim bersifat aktif”
n Mengabulkan
apa yg tak dituntut
Putusan
MA RI No. 339k/Sip/ 1969, tgl. 21 Februari 1970,
n Putusan
Pengadilan Negeri harus dibatalkan karena putusannya menyimpang daripada yang
dituntut dalam surat gugatan lagipula putusannya melebihi dari apa yang
dituntut dan lebih menguntungkan pihak Tergugat sedang sebenarnya tidak ada
tuntutan rekopensi.
n Putusan
Pengadilan Tinggi juga harus dibatalkan karena hanya memutus sebagian saja dari
tuntutan.
Putusan
MARI No. 77 k/Sip/1973, tgl. 19 September 1973, “Karena
petitum tidak menuntut ganti rugi, maka putusan Pengadilan Tinggi yang
mengharuskan Tergugat mengganti kerugian harus dibatalkan.”
n Perubahan
gugatan
n Putusan
MA RI No. 209k/Sip/1970, tgl.6 Maret 1971, “Perubahan
Gugatan diperbolehkan asal tidak mengubah atau menyimpang dari kejadian
materil, walaupun tidak ada gugatan subsider (Ex aequo et bono)”.
n Putusan
MA RI No. 1043 k/ Sip/1971, tgl.
3 Desember 1974, “Perubahan atau tambahan surat gugatan boleh asal tidak
mengakibatkan perubahan posita dan Tergugat tidak dirugikan dalam haknya untuk
membela diri”.
n Putusan
MA RI No. 226 k/Sip/1973, tgl. 27 November 1975, “Perubahan
gugatan mengenai pokok perkara harus ditolak”.
n Putusan
MA RI No. 1070 k/Sip/1975, tgl. 7 Mei 1973, “ Tuntutan
provisional yang mengenai pokok perkara tidak dapat diterima “.
n Putusan
MA RI No. 224 k/Sip/ 1975,tgl. 25 November 1975, “Pengadilan
Tinggi dapat menerima gugatan insidentil, untuk diperiksa bersama-sama dengan
gugatan pokok
n Tanggung
Jawab Guarantor
n Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 992 K/Pdt/1995 tanggal 31 Oktober 1997
diputus oleh majelis hakim Yahaya Harahap, HL. Rukmini, Iswo, dengan kaidah
hukum :
n “Status
Keperdataan principal tidak dapat dialihkan kepada guarantor diluar tuntutan
pembayaran hutang karena penjamin selamanya adalah penjamin atas hutang
prinsipal yang tidak mampu membayar hutang, maka kepada diri guarantor tidak
dapat dimintakan pailit, sedangkan yang dapat dituntut hanyalah pelunasan
hutang prinsipal”.
n (Mahkamah
Agung-Republik Indonesia.Yurisprudensi Mahkamah Agung-Republik Indonesia
Jakarta: Oktober 1999, hal.140).
n Perlindungan
Hukum
bagi Pembeli yang beriktikad baik
bagi Pembeli yang beriktikad baik
n Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 314 K/TUN/1996 tanggal 29 Juli 1998 diputus
oleh majelis hakim German Hoedianto, Ny. Emin Aminah, Toton Suprapto, dengan
kaidah hukum :
n “Pembeli
lelang tanah eksekusi pengadilan yang dilaksanakan oleh kantor lelang negara
harus mendapat perlindungan hukum, karena itu penguasaan sertifikat atas tanah
oleh Pemerintah Daerah adalah tidak sah dan sertifikat hak miliknya harus
dinyatakan batal demi hukum.
n (Mahkamah
Agung-Republik Indonesia.Jakarta: Oktober 1998, hal.446).
n Risalah
Lelang bukan Obyek TUN
n Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 47 K/TUN/1997 tanggal 26 Januari 1998 oleh
majelis hakim Sarwata,SH., German Hoedianto,SH dan Th. Ketut Suraputra SH,
telah memberikan kaidah hukum :
n “Risalah
lelang bukan merupakan keputusan Badan/Pejabat TUN tetapi merupakan berita acara
hasil penjualan lelang barang tereksekusi, sebab tidak ada unsur ‘Beslissing’
maupun pernyataan kehendak dari pejabat kantor lelang”.
n (Mahkamah
Agung Republik Indonesia. Yurisprudensi Mahkamah Agung-Republik
Indonesia.Jakarta: Oktober 1998, hal.537).
n Hibah
wewenang PA
n Putusan
Mahkamah Agung No. 552 K/Sip/1970.joPutusan Pengadilan Tinggi Medan No.
237/1967 jo Putusan Pengadilan Negeri Band Aceh No. 10/1964.
n Kaidah
Hukum :
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi
(Pengadilan Umum) tidak berwenang untuk memeriksa perkara hibah yang menurut
Hukum Agama Islam. Adapun yang berwenang adalah Pengadilan Agama/Mahkamah
Syariah.
n Yurisprudensi
tahun 1970 (Buku No. 4)
n Kurang
Memberikan Pertimbangan Hukum yang Cukup (onvoldoende
gemotiveerd).
n Putusan
Mahkamah Agung No. 638 K/Sip/1969 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.
151/1969 Pdt/PT Smg. Jo Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta No. 49/1964 Pdt.
n Kaidah
Hukum:
n Mahkamah
Agung mengganggap perlu untuk meninjau keputusan Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi yang kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd).
( Yurisprudensi tahun 1970 , Buku No. 4,
hal 525-537)
n Putusan
Mahkamah Agung No. 492K/Sip/1970 jo Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.
252/1968 PT Pdt. Jo Putusan Pengadilan Negeri Jakarta No. 502/67 G.
n Kaidah
Hukum:
1. Putusan Pengadilan Tinggi harus
dibatalkan karena kurang cukup pertim bangannya (onvoldoende gemotiveerd) yaitu karena dalam putusannya itu hanya
mempertimbangkan soal keberatan-keberatan yang diajukan dalam memori banding
dan tanpa memeriksa perkara itu kembali baik mengenai fakta-faktanya maupun
mengenai soal pengetrapannya hukumnya terus menguatkan putusan Pengadlan Negeri
begitu saja.
2.
Pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri hanya mempertimbangkan soal tidak
benarrnya bantahan dari pihak tergugat, tanpa mempertimbangkan fakta-fakta apa
dan dalil-dalil mana yang tela dianggap terbukti lalu mengabulkan begitu saja
seluruh gugatan tanpa saru dasar pertimbangan adalah kurang lengkap dan
karenanya harus dibatalkan.
3.
Tuntutan-tuntutan yang berupa:
n agar
semua putusan Menteri dinyatakan tidak sah tanpa menyebut putusan-putusan yang
mana, serta
n agar
segala perbuatan tergugat terhadap penggugat harus dinyatakan tidak sah tanpa
menyebutkan dengan tegas perbuatan-perbuatan tergugat yang mana yang dituntut
itu, dan
n ganti
kerugian sejumlah uang tertentu tanpa perincian kerugian-kerugian dalam bentuk
apa yang menjadi dasar tuntutan itu, harus dinyatakan tidak dapat diterima karena
tuntutan tersebut adalah tidak jelas/tidak sempurna ( (Yurisprudensi tahun 1970 , Buku No. 4, hal
391-410)
¨ Definisi
Putusan
¨ Putusan
hakim adalah pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
¨ Di
dalam literatur Belanda dikenal istilah “Vonnis” dan “ Gewijsde” yang dimaksud
dengan vonis adalah putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti,
sehingga masih tersedia upaya hukum biasa, sedangkan gewijsde adalah putusan
yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, sehingga hanya tersedia upaya
hukum khusus.
¨ Kekuatan
putusan
¨ Kekuatan
mengikat
¨ Kekuatan
pembuktian
¨ Kekuatan
eksekutorial
¨ Putusan
hakim terdiri dari 4 bagian
Kepala
putusan (irah-irah) “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
Identitas
para pihak
Pertimbangan
(Konsideran)
è pertimbangan mengenai peristiwanya.
è pertimbangan mengenai hukumnya
Amar
(Diktum)
¨ Jenis-jenis
putusan
¨ Putusan
sela
Ø putusan praeparatoir
Ø Putusan interlocutoir
Ø Putusan insidentil
Ø Putusan Provisionil
¨ Putusan
akhir
Ø Putusan Deklaratoir
Ø Putusan Konstitutif
Ø Putusan Condemnatoir
¨ Contoh
putusan deklaratoir
Menetapkan :
Menerima
permohonan pemohon.
Mengabulkan
permohonan pemohon.
Menyatakan
bahwa …..dst…..dst…..
Menyatakan
pula bahwa …..dst…..dts…..
¨ Contoh
putusan kondemnatoir
Mengadili
:
Menerima
permohonan penggugat
Menolak/mengabulkan
gugatan penggugat…dst…
Menghukum
tergugat/penggugat untuk …..dst…..
¨ Contoh
putusan konstitutif
Mengadili
:
Menerima
gugatan penggugat
Mengabulkan
gugatan penggugat…..dst…..
Membatalkan
perjanjian …..dst…..
¨ UPAYA
HUKUM
¨ upaya hukum biasa ; perlawanan (verzet),
banding dan kasasi.
¨ upaya hukum luar biasa ; peninjauan kembali
(request civil), perlawanan pihak ketiga (derden verzet)
¨ Perlawanan
(Verzet)
¨ Menurut
ketentuan Ps. 125 ayat (3) HIR Jo. Ps. 129 HIR tergugat yang diputus dengan
verstek dapat mengajukan perlawanan dalam jangka waktu :
1. Dalam
jangka waktu 14 hari setelah pemberitahuan putusan.
2. Dalam
jangka waktu 8 hari setelah tergugat mendapat teguran dari hakim untuk
melaksanakan putusan.
3. Dalam
jangka waktu 8 hari setelah hakim memerintahkan sita eksekutorial, kalau
tergugat tidak datang menghadap hakim setelah dipanggil secara sah.
¨ BANDING
¨ Disampaikan
kepada PN yang memutus perkara dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak
diterimanya putusan. Jangka waktu 30 hari jika tempat tinggal pihak yang kalah
di luar wilayah hukum pengadilan yang memutus, tapi masih dalam wilayah jawa –
madura. Dan 6 minggu jika bertempat tinggal di luar wilayah jawa – madura.
¨ Putusan
dalam tingkat banding :
- Menguatkan putusan PN, artinya :
apa yang telah diperiksa dan diputus oleh PN dianggap benar dan tepat
menurut rasa keadilan.
- Memperbaiki putusan PN, artinya :
apa yang telah diperiksa dan diputus oleh PN dipandang kurang tepat
menurut rasa keadilan oleh karena itu perlu diperbaiki.
- Membatalkan putusan PN, artinya :
apa yang telah diperiksa dan diputus oleh PN dipandang tidak benar dan
tidak adil, oleh karena itu harus dibatalkan
¨ KASASI
- APABILA PERATURAN HUKUM TIDAK
DILAKSANAKAN ATAU ADA KESALAHAN DALAM PELAKSANAANNYA.
- APABILA TIDAK DILAKSANAKAN CARA
MELAKUKAN PERADILAN YANG HARUS DILAKSANAKAN MENURUT UU
¨ Permohonan
kasasi tidak dapat diterima alasannya :
- Jangka waktu yang diperkenankan
untuk mengajukan kasasi telah lewat, atau
- Memori kasasi tidak dimasukan atau terlambat
memasukannya, atau
- Pihak pemohon kasasi tidak / belum
menggunakan haknya yang lain misalnya : verzet dan banding.
Memutuskan
:
- Menyatakan
, permohonan kasasi dari penggugat dalam kasasi tidak dapat diterima …………
- Menolak
permohonan kasasi dari penggugat dalam kasasi tersebut ……………………
- Menghukum
penggugat dalam kasasi untuk membayar semua biaya perkara …..dst…….
¨ Permohonan
kasasi ditolak alasannya :
- Semata-mata mengenai kejadian atau
peristiwa yang tidak termasuk wewenang majelis hakim kasasi, sedangkan
dulunya keberatan itu tidak pernah diajukan kepada majelis hakim yang
memeriksa perkara.
- Alasan yang dikemukakan dalam
memori kasasi justru bertentangan dengan hukum, sedangkan judex facti
telah benar menerapkan hukumnya; atau
- Mungkin juga alasan hukum yang
dikemukakan dalam memori kasasi tidak mendukung putusan yang telah diambil
oleh judex facti artinya tidak ada sangkut pautnya dengan hukum yang
menguasai pokok perkara.
Memutuskan
:
Menolak
permohonan kasasi dari penggugat dalam kasasi ……dst……
Menghukum
penggugat dalam kasasi untuk membayar semua biaya perkara……
¨ Permohonan
kasasi dikabulkan
¨ Memutuskan
:
- Menerima
permohonan kasasi penggugat dalam kasasi …….dst…….
- Membatalkan putusan pengadilan
tinggi …..dst….
¨ SYARAT
AGAR PERMOHONAN KASASI DAPAT DIAJUKAN :
- PERKARA YANG DIMOHONKAN KASASI
SUDAH DIPERIKSA DAN DIPUTUS OLEH PT DALAM TINGKAT BANDING.
- MASIH DALAM TENGGANG WAKTU 14 HARI
SESUDAH PUTUSAN PT DIBERITAHUKAN KEPADA PEMOHON.
- MEMBAYAR BIAYA PERKARA UNTUK
KASASI.
- HARUS MELAMPIRKAN MEMORI KASASI /
KONTRA MEMORI KASASI
¨ PENINJAUAN
KEMBALI
- Apabila putusan didasarkan kepada
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus atau didasarkan bukti-bukti yang kemudian oleh hakim
pidana dinyatakan palsu.
- Apabila setelah perkara diputus
ditemukan surat-surat bukti yang menentukan yang pada waktu perkara
diputus tidak dapat ditemukan.
- Apabila setalah dikabulkan suatu
hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
- Apabila
mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan
sebab-sebabnya.
- Apabila
antara pihak-pihak yang sama, atas dasar yang sama pengadilan yang sama
atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu sama
lain.
- Apabila
dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata.
¨ Tenggang
waktu mengajukan PK berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Perma No. 1
tahun 1980
- Untuk tersebut pada nomor satu
peraturan ini selama 6 bulan sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap
atau sejak hari diketahui/terjadinya/hal-hal/alasan-alasan yang dimaksud,
hari serta tanggalnya dapat dibuktikan secara tertulis.
- Semua jenis putusan pengadilan yang
diatur dengan UU yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat
dimintakan PK
- PK dapat dilakukan apabila ada
alasan-alasan dan menurut prosedur yang diatur dengan UU
- PK dapat dimintakan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan kepada MA.
- PK tidak menangguhkan atau
menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan dan hanya dapat diajukan satu
kali.
¨ Akibat
hukum dari PK
- Putusan yang dimohonkan PK
dibatalkan.
- Putusan yang sudah dilaksanakan
wajib dipulihkan kembali.
- Putusan PK memperkaya yurisprudensi
hukum perdata Indonesia sebagai sumber hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar